Part 1

1005 Words
“Shanum … shanum! Anak gadis kok suka banget ngebo pagi-pagi!” suara teriakan disertai omelan, terdengar dari luar kamar. Membuat Carla yang masih menikmati tidurnya, merasa terganggu. Carla baru seminggu tinggal di desa terpencil ini.Semuanya karena pernikahan kontrak yang saat ini tengah dijalaninya. tapi, itu bukanlah masalah, karena Ibu mertua serta adik iparnya, menerima kehadirannya tanpa banyak tanya. Gegas Carla turun dari atas tempat tidur dan berjalan keluar kamar sambil mengikat rambut golden brown sebahunya. Tampak wanita yang belum terlalu tua banget, berjalan cepat menuju ke arah sumber suara. “Lastri, ada apa kok pagi-pagi begini sudah ngomel-ngomel? mbok ya suaranya itu dikecilkan. Enggak enak sama tetangga," ucap si wanita yang lebih tua, tapi terlihat lebih cantik, pada orang yang baru datang. “Mbak Murni itu bagaimana sih. Lupa atau pura-pura lupa kalau nanti malam, di rumah Mbak Dewi mau ada acara arisan keluarga. Walau Mas Ridwan, kakakku itu sudah meninggal. Tapi Mbak Murni enggak boleh lepas tangan begitu saja kalau ada acara keluarga di rumah Ibu maupun rumahnya Mbak Dewi, dan juga rumahku. Jangan Lupa, kalau aku ini saudara kandung Mas Ridwan dan Mbak Dewi itu kakak iparnya Mbak Murni. Apalagi, dulu, saat Mas Ridwan sakit, biayanya itu dibantu sama Mbak Dewi. Rumah yang kalian tempati ini juga dibangun di atas tanah warisannya mbak Dewi. Jadi, ayo cepat-cepat kesana untuk bantu-bantu. Minimal, kalau mbak belum bisa datang, ya suruh anakmu Shanum itu yang duluan. Anak gadis kok diajari ngebo pagi-pagi.” Entah siapa orang itu, Carla baru melihatnya. Tapi, ucapan dan tatapannya benar-benar sangat pedas sekali. Benar-benar tanpa jeda. Carla yang melihatnya dari kejauhan benar-benar terganggu akan hal itu. Seumur-umur, baru sekali ini melihat orang bertamu pagi-pagi disertai omelan dari bibirnya yang dioles gincu tebal. “Iya, kamu pulang saja Lastri. Nanti aku sama Shanum segera nyusul kesana setelah sarapan pagi.” Wanita yang bernama Murni, yang merupakan Ibu dari Shanum menjawab dengan sopan akan sikap ketus wanita di depannya. “Jangan lupa ajak juga anak mantunya mbak Murni, yang ndak tahu asal-usulnya dari mana itu. Jangan-jangan dia itu, bule pengemis yang dibawa pulang si Faqih dari kota. Atau bisa jadi, dia itu perempuan ndak bener. Atau mungkin juga, Faqih ketemu dia di tempat-tempat Ndak benar.Emang ndableg anakmu Faqih itu. Padahal, Mbak Dewi, Ibu dan aku sudah berbaik hati memilihkan dia calon istri, janda kaya-raya. Eh … dasar memangnya ndableg, kebaikan kami ditolak dan malah sekarang bawa perempuan ndak jelas. Dan aku yakin, kalau dia itu malah akan jadi beban buat keluargamu. Ya nasibmu mbak Murni, kere makin kere.Sudah kekurangan, masih ditambah beban lagi.” Wanita bernama Lastri masih saja terus berbicara panjang kali lebar. Kali ini malah menyindir dengan kalimat menantu enggak jelas. Dan tentu saja, itu adalah untuk Carla yang merupakan menantu baru di keluarga tersebut. Carla yang tidak tahan ingin menyumpal mulut wanita bernama Lastri itu, hendak melangkah ke depan. Tapi, langkah kakinya terhenti, saat lengannya dipegang kuat. “Jangan ke sana mbak. Nanti tambah panjang ceritanya,” bisik orang yang menahan lengan Carla. Yang tidak lain adalah Shanum. Carla menatap tajam ke arah Shanum, sambil menggeleng tidak setuju. “Jangan Mbak, tolong,” pinta Shanum lagi yang membuat Carla akhirnya mengalah dan kembali menatap ke depan. “Yo wes, aku pulang dulu. Cepetan datang, biar Ibu enggak terus-terusan nanya.” Wanita yang bernama Lastri itu akhirnya pergi dengan gayannya yang angkuh. Yo jelas kalau neneknya Shanum terus-terusan nanya. Secara, tenaga Ibunya Shanum dan Shanum itu sangat dibutuhkan dalam urusan dapur. Tampak Ibu Murni yang menarik nafas panjang setelah kepergian Lastri. Dia lalu berbalik hendak melangkah ke dapur. Tapi, malah mendapati Carla yang menatapnya dengan tatapan yang sangat berbeda. Entah kasihan, atau malah tatapan tidak nyaman karena telah salah masuk dalam keluarga seperti ini. “Nak Ara sudah bangun? ayo, cepetan mandi lalu kita sarapan pagi bersama.” Murni menutupi rasa tidak nyamannya dengan berusaha tersenyum pada menantu barunya tersebut. Menantu yang dinikahi putranya Faqih, hanya dengan kehadiran dirinya dan juga Shanum saja. Karena keluarga dari suaminya tidak ada yang mau datang. Pernikahan mendadak yang penuh air mata. “Dia tadi itu, siapa?” tanya Carla mulai kembali tersenyum agar Ibu mertuanya ini tidak makin kikuk dan merasa tidak enak hati. “Dia itu Lastri, adik kandung almarhum bapaknya Faqih dan Shanum. Panggil dia Bulik Lastri. Kalau yang disebut Dewi itu, Istri dari Herman, kakak kandung Ayahnya Faqih dan Shanum,” jelas Bu Murni membuat Carla manggut-manggut. “Ndak usah didengerin, mulutnya memang selalu begitu.” Bu Murni melanjutkan sambil tersenyum manis menghias wajahnya. “Bulik Lastri itu, kalau sehari ndak marah-marah, mungkin mulutnya bakalan sakit.” Shanum menambahkan sambil tertawa kecil. Gadis yang masih duduk di bangku kesal dua belas itu mengamit lengan Carla lalu mengajaknya untuk ke belakang diikuti oleh Ibunya. Suasana rumah Kakak Ipar Bu Murni sudah ramai ketika Bu Murni, Shanum serta Carla yang ikut serta, tiba di tempat tersebut. Orang-orang tampak memperhatikan mereka, tanpa ada niat untuk menegur. Carla dapat melihat jika Shanum sangat tidak nyaman, tapi berusaha tetap tersenyum pada Carla. Bu Murni masuk ke dalam rumah dan berjalan ke arah seorang perempuan yang sudah tua, dan seorang wanita yang tampil bak toko emas, dengan banyaknya perhiasan yang digunakannya. “Ibu,” sapa Bu Murni pada wanita tua yang tengah duduk sembari menatap tajam ke arah Carla. Tapi, sapaannya sama sekali tidak digubris oleh Ibu tua tersebut. “Oh … cepetan ke belakang, pekerjaan belum selesei semua.” Wanita yang bak toko emas itu berbicara pada Bu Murni dengan nada angkuh. Bu Murni segera mengajak Snanumdan Carla untuk ke belakang. Kedua netra Carla membola saat tiba di dapur. Piring kotor yang menumpuk, dan juga sampah di mana-mana. “Oh … Mbak Murni sudah datang? langsung beresin saja semua itu mbak. Setelah itu langsung masak ya. Terus kamu Shanum, itu jangan lupa nyapu dan ngepel ruang tengah ya.” Itu Suara Bulik Lastri, yang setelah meletakan piring kotor dan memberi perintah layaknya nyonya besar, segera masuk kembali ke rumah utama, dengan langkah yang sangat enteng. Carla makin bingung. Mereka datang sebagai keluarga, atau sebagai pembantu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD