7: KESALAHAN

1258 Words
Borne termenung mengingat perjalanannya bersama Debby hari ini, tak sadar jika sedari tadi ia kerap tersenyum dan terkekeh sendiri. Ingatan akan Debby terus berputar di kepalanya. Debby dengan berbagai gaya konyolnya ketika akan difoto, Debby yang selalu belepotan jika berurusan dengan saus, Debby yang ternyata tak suka dengan ritual membuka cangkang ketika menikmati seafood – yang akhirnya dinner mereka tadi berakhir dengan strategi Borne yang mengupas dan Debby yang menyuapi, Debby yang begitu cantik ketika membiarkan wajahnya diterpa angin laut, Debby yang tak pernah mau minum berperasa dari gelasnya sendiri – tetapi ikut meneguk dari gelas Borne, juga Debby yang selalu mengapitkan tangannya di siku Borne. Semuanya... semuanya tentang Debby. "Borne..." Entah sudah berapa kali Debby memanggilnya. "Borne..." "Borne!" "Yes, baby!" Debby ternganga. Begitu pun Borne. "I'm sorry... Itu... I'm so sorry. Aku kaget Deb." Lirih Borne. Bahu Borne jatuh terkulai. Debby mengangguk, mengatupkan kedua bibirnya. "Kucing tetangga gue mati tau gara–gara bengong mulu!" canda Debby. Sayangnya, Borne justru kesal dengan candaan itu. Raut mukanya berubah, kaku, tak lagi lembut ataupun salah tingkah seperti sebelum Debby melontarkan candaannya itu. Borne melangkah menuju kamar mandi, melewati Debby dengan wajah kesalnya. "Gue ga kenal sama tetangga lo!" ketusnya. Debby terdiam, bingung dengan perubahan sikap Borne yang begitu impulsif. Sesaat lalu pria itu terlihat begitu bahagia, lalu berubah menjadi salah tingkah, sekarang justru marah–marah. Perempuan itu berusaha tak ambil pusing, ia naik ke tempat tidurnya, lalu memeriksa ponselnya sebelum beristirahat. Satu pesan, satu pesan singkat yang ia baca malah benar–benar membuat hatinya tak karuan. [Love] By... I miss you so bad. I'm so sorry. Kamu dimana By? We need to talk. Aku kalut kemarin, aku ga bermaksud memutuskan kamu secepat ini. Aku masih sangat mencintai kamu. Selalu. Let's talk... Please, By... Bulir bening kembali membasahi wajah Debby. Hatinya kembali pilu mengingat Aldo. Bahkan id sang mantan di ponselnya belum ia ganti. Baginya terlalu mustahil untuk melepas Aldo begitu saja. Bagaimana bisa melupakan orang yang sudah bersama kita sekian lama, bahkan tinggal di satu atap. Debby mengambil sekaleng bir dari kulkas kecil di kamar mereka, lalu melangkahkan kakinya ke balkon kamar. Ia menahan air matanya agar tak terus tumpah, berusaha berkompromi dengan otaknya yang berkali–kali mengatakan hal yang bertolak belakang dengan hatinya. Borne menatap punggung Debby yang sedari tadi bergetar. Ia sudah mencoba menahan diri untuk tak mendekati Debby, tetapi nyatanya hati kecilnya tak pernah tega melihat wajah pilu perempuan yang disayanginya. Borne mengambil selimut tipis dari atas ranjang Debby. Ia melangkah mendekat, menyampirkan selimut itu bahu Debby. "Mau kutemani?" tanya Borne pelan. Debby menggeleng. Borne menghembuskan nafas beratnya. "Ok! Aku di sana kalau kamu butuh teman bicara." Lanjut Borne lagi seraya melangkahkan kakinya kembali ke dalam kamar. *** Esok paginya Debby dan Borne meninggalkan hotel mereka selepas sarapan, lebih pagi dari dua hari sebelumnya. Seperti yang sudah Borne katakan, hari ini mereka akan banyak menghabiskan waktu di sebuah kolam alami yang diberi nama Bath of Queen Giovanna. "Kamu bawa handuk, air minum, sunscreen, dan water shoes kan?" tanya Borne, memecah keheningan yang sejak tadi diciptakan Debby. Debby mengangguk. "Also, I'm already wearing my bikini." Borne tersenyum. "Good!" "You'll love it, Deb... Kamu bakalan suka banget tempat itu. Pantai dengan warna airnya yang hijau kebiruan, dikelilingi tebing, so it looks like a bathing pool. Kabarnya, dulu sang Ratu selalu ketemu kekasihnya di sana." Debby menggenggam tangan Borne, membuat Borne terkesiap. "Deb..." "Aku butuh teman, Ne. Yang ga akan ngorek–ngorek lukaku. You are my friend, aren't you?" "Apa omonganku nyakitin kamu?" "Ngga Ne. Bukan itu maksudku. I just need a friend right now. Aku ga mau kamu tersinggung dengan sikapku." Borne mendengus. "Aku ga apa-apa, Deb! Aku ga akan nanya kamu kenapa. Tapi kalau kamu butuh teman untuk bicara, aku akan selalu menjadi pendengar yang baik.” "Ok!" "And we're here, Debby! Bagni della Regina Giovanna!" Debby menatap pemandangan di bawahnya, takjub, terpesona, tersihir. Genggamannya di tangan Borne mengerat. Borne tersenyum puas menatap ekspresi Debby. "Ne... It's... Heaven!" Lirih Debby. "I told you!" Ujar Borne. Bangga. Debby tertawa. Ia menolehkan wajahnya menatap Borne. Debby mengikis jarak antara mereka berdua. Kedua tangannya terulur, melingkari pinggang Borne, menyandarkan keningnya di d**a Borne, menghindu aroma maskulin yang bercampur dengan woody musk notes dari parfum Borne. Borne seketika membeku. "Makasih, Ne. It means a lot." Lirih Debby. Borne masih tak sanggup berkata-kata, sungguh ia belum kunjung terbiasa dengan kontak fisik mereka. Debby menarik dirinya, melepaskan Borne dari rengkuhannya. "Kita turun, Ne? Aku mau nyebur." "Iyalah turun!" Kekeh Borne. Pemuda itu turun lebih dulu, memastikan pijakan yang aman untuk Debby. Sesampainya di bawah, Borne memilih tempat yang nyaman dan aman untuk meletakkan bawaan mereka atau untuk sekedar beristirahat sejenak. Debby melepaskan dress berwarna baby blue–nya. Ia sudah memakai side lace up high waist bikini dengan warna senada dressnya sedari di hotel tadi. Borne tersenyum senang melihat binar di manik mata Debby. Melihat Debby melupakan kesedihannya benar–benar menjadi kebahagiaan tersediri bagi Borne. "Your water shoes, don't you forget it!" ucap Borne seraya melepas T-shirt, kemeja dan celananya, hanya menyisakan swimshort berwarna biru dongker. Debby terkesiap, terpaku memandang wajah dan tubuh Borne. "Ada yang salah?" tanya Borne. Gadis itu segera menggeleng cepat, lalu memalingkan wajahnya, menatap hamparan air di hadapannya. "Ayo, Ne... Mumpung sepi. Kita kepagian kayaknya!" "Ok!" Mereka berenang beriringan, mencoba ke setiap sudut yang bisa mereka capai lalu kembali ke tengah lagi. Saling menciprati air satu sama lain. Bercanda ria, mengambang menatap langit, saling mengejek, menyentuh dan tertawa bersama. Hingga entah siapa yang memulai, mereka tak lagi berjarak. Tubuh mereka saling bersinggungan, sementara kedua pasang netra saling bersitatap. Borne merengkuh Debby menggunakan sebelah tangannya, sementara Debby melingkarkan kedua tangannya di leher Borne, menatap lekat pria itu. Debby sungguh tak tahu apa yang merasukinya, hingga ia mendahului, melabuhkan kecupan di bibir Borne, mengecupnya lembut, perlahan. Borne hanyut, tenggelam dalam perasaan yang baru kali itu dialaminya, bibirnya ikut bergerak kaku, mengecup lembut bibir Debby. Rengkuhan Borne di pinggang Debby pun semakin mengerat, membawa ciuman mereka semakin intens, semakin dalam. Debby bahkan bisa merasakan betapa pria di hadapannya mencumbunya dengan segenap perasaan kasihnya. Saat napas Borne terdengar memburu, Debby sadar tak seharusnya ia berlaku seperti itu. Debby menarik wajahnya, menatap lekat Borne, terlihat jelas Borne menatapnya penuh sayang. Jantung Debby serasa diremas, sadar jika tindakannya keterlaluan, melewati batas. Ia bahkan belum beres dengan urusan hatinya, kini malah bermain api dengan hati seorang pria yang Debby tau terlihat kuat di luar tetapi nyatanya begitu rapuh di dalam. "Ne... I'm sorry." Binar di manik mata Borne seketika meredup. Kening pria itu mengerut. Ia bahkan menelan salivanya sendiri. Jantung Borne berdetak tak normal, ia bisa merasakan ada situasi yang salah di antara mereka bedua. Borne benar-benar terdiam, tak sanggup bicara sepatah katapun. Debby menjauh, meninggalkan Borne yang masih terdiam di tempat. Perempuan itu membeku di tepi pantai, ia berusaha menetralkan kembali pikiran dan perasaannya. Debby memakai kembali pakaiannya, lalu duduk seraya menenggak air mineral yang tadi ia bawa. "Deb..." lirih Borne. Ia benar–benar memberanikan diri. Percayalah, mendekati seorang gadis yang ia cintai bukanlah perkara mudah bagi Borne. Trauma yang begitu melekat di dalam dirinya sungguh menguras mentalnya. Tetapi kali ini, Borne ingin mencobanya, oh bukan, ia ingin memulainya. Mencintai. Mencintai seseorang. "Deb... Aku... Aku —" "That was a mistake! I'm so sorry Ne. But, that was a mistake." Ucap Debby tegas walau nada pilu juga terdengar jelas oleh keduanya. Menorehkan luka yang belum pernah Borne rasakan sebelumnya di hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD