***
"Dasar sinting! Lo itu benar benar sinting ya! Sumpah lo itu benar-benar kaya cewek liar tau ngga!"
"Tingkah lo itu benar-benar gila di atas gila tau nggak! Udah lah Rain! Ngapain juga coba lu nungguin cowok yang nggak peka-peka itu, kadang gua heran sama lo, kenapa lo bisa sesuka itu sama laki-laki astral yang sok kegantengan itu."
Tuk!!!
Raina menjitak keras kening kedua sahabatnya secara bergantian, sudah hampir lima belas menit telinganya memanas akibat celotehan yang tidak berbobot keluar dari mulut kedua temannyan. Yang membuatnya kesal adalah, ketika kedua lelaki itu tidak berhenti mengejek lelaki pujaanya. Rafa dan Kevin hanya mengusap kening secara bersamaan, jitakan Raina yang beberapa menit berlalu berhasil membuat kepala keduanya terasa berdenyut dan memanas, menimbulkan bekas merah yang tidak terlalu kentara.
''Kalian bisa nggak sih? Sekaliiii aja nggak usah jelekin calon suami gua!" Raina menyematkan sedikit rambutnya yang tergerai ke daun telinganya, sedikit menghentakkan kakinya kedua makhluk itu sudah berhasil merusak mood terbaiknya pada pagi ini.
"Prettt calon suami lo dari mana? Yakin lo tu si onyet suka sama lo?" Rafa menggelengkan kepalanya memperlihatkan wajah yang sangat iba dan simpatik terhadap sahabat perempuannya yang tidak terlalu tinggi itu.
Rafa mendelikan matanya, menatap Raina curiga dengan bobot-bobot pertanyaan yang akan keluar dari dalam mulutnya, Rafa yang melihat mulut Raina terbuka segara meletakan telunjuknya tepat di bibir tipis Raina.
"Lo nggak usah berharap lagi. Asli kalau dia balikan sama ceweknya gua takut lo masuk kasus bunuh diri gara-gara orang yang lu taksir CLBK!"
"Maksud lo?" mata Raina menyipit curiga
"Yailah Rain ... Lo gak tau kabar terhangat pagi ini? Noh cowok sinting itu digosipin lagi CLBK sama mantannya!"
Rainaa menyipitkan matanya menatap geram kearah laki-laki yang sedikit berkumis itu, nafas Raina mulai naik turun menahan emosi yang terciptan dalam beberapa detik yang lalu, Raina siap mengangkat tangannya tak terima sahabatnya itu mengucapkan kata-kata yang sama sekali tidak ia inginkan. Kevin dan Rafa yang sudah mengerti aba-aba dari Raina langsung berlari terbirit-b***t meninggalkan Raina di Depan gerbang sekolah dari pada mereka mendapatkan salam lima jari sejati dari Raina yang akan nembuat sedikit tanda merah di wajah mereka yang tidak terlalu tampan.
Raina memegang dadanya seolah dengan begitu ia bisa menginstrumen agar detak jantungnya kembali stabil seperti semula, Raina membenarkan kembali rambautnya dan dengan senang hati berdiri tegap di Depan gerbang sekolah menanti pujaan hatinya sekaligus calon suaminya.
Setelah lima menit stay di depan gerbang membiarkan sengit matahari menusuk kulit mulusnya nan putih kini penantiannyapun membuahkan hasil, Raina bisa melihat sosok lelaki pujaannya berjalan dengan cool, angin berhembus menerbangkan samar-samar rambut Raina yang tergegai dengan gerakan lambat Raina merasa seolah senyuman lelaki itu berhasil memanah hatinya yang mungkin kali ini mengeluarkan bibit-bibit love yang berterbangan seolah pupil matanya-pun berubah menggambarkan bentuk hati, terlebih kala laki-laki itu berjalan melewati Raina saat harum maskulin laki-laki itu berhasil membius rongga hidung raina. Dengan senyum t***l di wajahnya Raina mengikuti langkah pujaan hatinya sambil sesekali jari telunjuknya menyentuh punggung lelaki itu sambil cekikikan seperti orang gila. Merasa ada sentuhan lelaki itu nembalikan tubuhnya tepat menghadap wajah Raina menatapnya lekat nyaris membuat jantung Raina ingin keluar dari dalam tempatnya, haruskan Raina pingsan saat itu juga? Saat wajah laki-laki itu maju dan nendekati wajah Raina?
"Oh...." Begitulah ekspresi Raina yang hampir terhuyung pingsan tapi secepat mungkin perempuan itu mengerjabkan matanya menggelengkan kepalanya cepat agar ia tidak benar benar pingsan didepan lelaki pujaannya yang hanya akan merusak reputasinya bahkan bisa membuat kelaki pujaannya itu merasa ilfeel tingkat atas sangat atas.
"Ada apaa?" sorotan mata cokelatnya kini mengarah memandang Raina dari ujung kaki hingga ujung rambut semua perabotan yang ia kenakan hampir menjuru pada warna pink. Mulai dari sepatu yang tanpa kaus kaki, tas ransel yang ia kenakan, gelang-gelang serta pita rambut yang ia kenakan melingkar indah dikepalanya, begitukah?
"Armaann. Jalan bareng," masih dengan ekspresi sama, tanpa melepas pandangan dari wajah Arman membuat perut Raina tiba-tiba mulas dan dikelilingi kupu-kupu saat laki-laki itu mengangguk dan mengamit pergelangan tangannya, sentuhan itu benar-benar ingin nembuat Raina pingsan, jadi apa ia pingsan saja agar ia bisa digendong oleh pujaan hatinya itu?
***
"s****n! Bohong lo! Lo bawa berita nggak bener, kalau emang itu si Arman mau CLBK pasti dia cuekin gue kaya biasanya. Tapi tadi lo tau ngga? Diaa pegang tangan guaaaa." Raina mengembangkan senyum terbaiknya, kali ini ia merasa jantungnya terus berdetak sepuluh kali lipat lebih cepat, sepertinya ia benar-benar mendapat sinyal-sinyal positif dari lelaki itu.
Rafa hanya mengunyah bakso bulat yang ada didalam mulutnya setelah kunyahan tiga puluh tiga kali akhirnya bakso itu habis tertelan masuk kedalam tenggorokannya dengan mulus, berbeda dengan Kevin yang hanya menganut-nganut dan terus sibuk dengan ponselnya seolah objek yang ada dalam ponselnya lebih penting dari pada gosib hangat yang Raina bawakan.
"Eh Rain, lo jangan seneng dulu! Heran gua sama lo. Lo kesannya terlalu umbar-umbar itu cowok tengil!"
Raina mendelik menyipitkan mata curiga pada Rafa, ia tahu laki-laku itu pasti cemburu.
"Yaa karna gua cinta sama dia."
"Ehhh bocah! Kalau yang namanya cinta itu berjuang dua-duanya kalau cuman salah satu itu ibarat pake celana yang cuma setengah nggak ada artinya." kata Kevin tajam tanpa melepaskan titik pokusnya pada ponsel miliknya. Raina berdecak kesal kenapa dari dulu ia selalu tak mendapat restu dari kedua temannya itu.
"Nih ya kalau misalnya si Arman cuman manfaatin lo gimana? Dia mau manasin mantannya, karna dia belum bisa move on dari mantannya gimana?" ucap rafa datar, namun sangat-sangat berakibat fatal bagi telinga raina yang mendengarnya, raina menelan-nekan garpu pada mangkoknya ingin sekali rasanya Raina melempar kecap botol yang ada di hadapannya ke kepala Rafa cowok ter tengil di atas paling tengil yang Raina tahu, kalau saja lelaki itu bukan sahabatnya Raina sudah mencongkel bola mata lelaki itu dengan garpu di tangannya lalu ia akan menginjang-nginjak bola mata kelaki itu.
"Terserah lo!" Raina menegakan tubuhnya keluar dari dalam meja membawa langkahnya lebar-lebar meninggalkan kantin sekolah jika ia berlama-lama disana ia bisa terserang darah tinggi dan bisa saja ia struk diusia muda jadi ia lebih baik meninggalkan kedua sahabat yang notabetnya paling suka dan tak pernah absen dalam bully membully-nya.
Raina menghentak tentakan kakinya kepalan tangannya berada antara rok putih abu-abunya dan saking kesalnya Raina sampai meloncat-loncat layaknya orang sinting kelas gila, aksi gilanya berhasil membuat para murid yang berada di koridor sekolah bergedik ngerti tak menyangka murid yang berpestasi mendadak gila, apa itu terjadi karena ulangan fisika barusan? Yang membuat otak pusing berkali-kali lipat karena rumus s****n itu? Jika memang ini adalah kasus terfenomenal anak emas di sekolah gila hanya kerena sebuah mata pelajaran fisika. Jika memang raina gila karna itu, Sebenarnya bukan hanya raina yang di bikin pusing melainkan ada salah seorang murid yang terus-terusan sakit kepala saat belajar dalam hitung menghitung hingga ia harus meminun paramex kala pelajaran itu berakhir.
Raina terus dengan aksi gilanya sambil matanya terpejam rapat hingga dalam hitungan detik ia merasa tubuhnya menubruk sosok didepannya Raina terhuyung hingga tubuhnya terbentur diatas ubin yang sangat keras.
"Aaargghh s****n nyet! Sakit!" Raina memegang pantatnya yang terasa berdenyut tanpa menghiraukan sosok dihadapannya yang kini melemparkan sorotan mata tajam.
"Apa kamu bilang!"
Mulut Raina terbula lebar bersamaan dengan matanya yang membelalak kaget, Raina segera menegadahkan kepalanya menatap sosok di depannya yang tak lain adalah guru matematika yang terkenal dengan sikapnya yang tegas lebih tepatnya dia adalah guru yang paling kiler diantara guru yang ada di SMA itu.
"Eehhh i... Ibuuu cantikk," Raina memamerkan senyum terbaiknya sinyal di otaknya sudah berfungsi kali ini ia sangat yakin ia akan dimaki mentah-mentah oleh guru di hadapannya.
''Kamu bilang nyet? Kamu ngatain saya monyet ha?" suara Bu Linda naik puluhan oktaf
"Yaa habis ibu sih nggak liat-liat" Raina mencoba menyela, sedemikian mungkin ia tidak memperlihatkan rasa takutnya dan itu sangat sangat membuat Bu Linda merasa tertantang.
"Kamu masih nyalahin saya? Untung kamu itu pintar matematika Raina ! Kalau tidak ... "
Bu linda mengantungkan ucapannya saat Raina mengacungkan telapak tangannya.
"Udah Bu udah saya lagi kesel ibu jagan bikin saya tambah kesal." Raina semakin menjadi tak ada takut-takutnya dan rasa sopannya membuat Bu Linda geram dan mengangkat kakinya melepas sepatu hak tinggi yang ia kenakan, Raina langsung membuka lebar matanya melangkahkan kakinya dan berlari sekencangnya takut-takut hasil jibpakan sepatu itu tercetak dipipi mulus dan putih miliknya, pipi yang benar-benar ia jaga dengan sangat hati-hati.
Raina membungkuk mengatur nafasnya agar kembali stabil, samar-samar telinganya mendengar sorak-sorak kaum hawa yang sok cantik menurut Raina terlebih segerombolan diantara mereka menyeru nama calon suaminya itu, membuat Raina ingin memukul kepala mereka dengan pentungan atau bahka melempar batu bata ke atas kepala mereka. Tapi, rasa geram itu seketika enyah dari diri Raina saat matanya menangkap Arman dengan lincah menangis bola volli yang mengarah kepadanya tak membiarkan bola itu menyentuh lantai lapangan, lelaki itu tidak hanya jago bermain basket ternyata ia juga sangat lihai dalam bermain bola volli jadi Raina tidak salah lagi menetapkan hatinya pada Arman karena bisa dilihat bola saja tidak dibiarkan Arman jatuh menyentuh lantai apalagi membiarkan hati Raina jatuh dan remuk? Yaa Raina sangat yakin itu.
"Aaahh,, Armaaannnn..." Raina berlari tanpa hambatan menuju lapangan volli saat bersamaan juga bola itu mengarah pada Raina, sebelumnya Arman sudah berteriak agar Raina tidak masuk ke lapangan tapi sayang gadis itu tak mengindahlan teriakannya dan tetap berlari dan setengah melompat-lompat menuju lapangan hingga akirnya bola itu mendarat keras tepat di kepala Raina, Raina terhuyung hebat pandangannya mulai mengabur tapi ia tetap memberikan senyum tertololnya ala-ala kartun tom&jerry pada Arman dan sedikit tertawa miring sebelum akhirnya ia benar-benar pingsan, menjatuhkan tubuhnya begitu saja di tengah lapangan volli.
***
BERSAMBUNG