Ayunda keluar lebih dahulu dari ruang kepala sekolah. Sungguh, hatinya sangat terluka saat ini. Tidak hanya karena panggilan sang kepala sekolah atas kasus yang membelit putranya, tapi juga karena penghinaan dari seorang wanita yang baru ia kenal beberapa jam. Penghinaan yang tidak beralasan. Wanita itu masih menahan-nahan diri untuk tidak menangis. Ia tidak ingin terlihat rapuh di depan siapa pun, apa lagi di depan kepala sekolah dan orang yang baru ia kenal itu. Sekuat tenaga Ayunda menahannya. Tapi namanya hati, tetaplah hanya sebongkah hati. Organ yang lembut dan memang terkesan mudah rapuh. Ayunda pada akhirnya memuntahkan lahar dinginnya sesaat setelah meninggalkan pekarangan sekolah. Wanita itu menangis sesegukan. Ia tahu jika akan menanggung resiko jika tetap memutuskan menikah