Luna dan Laura

1404 Words
"Siapa dia?" Ucap Laura saat mendapati seorang wanita asing yang membuka pintu apartemen itu saat mereka sedang asik b******u. Luna menatap tidak percaya pada dua orang yang sedang berbuat tidak senonoh di sofa ruang tengah apartemen itu. Mereka adalah Laura Jasmin dan kekasihnya Johanes yang tidak lain adalah suami dari Luna sendiri. Luna terdiam sejenak , sebelum akhirnya berlalu menuju kamarnya di lantai atas apartemen itu. "Dia. Dia Luna sepupuku dari Bandung, mulai kemarin dia tinggal di sini. Atas permintaan mamaku," jawab Johanes santai. Luna berbalik menatap Johanes suaminya lalu beralih menatap wanita di sebelah suaminya, rasanya ingin sekali dia marah tapi dia tidak bisa melakukannya, bagaimanapun dia dan Johanes memiliki perjanjian hitam di atas putih kemarin dan Luna rasa inilah poin utama dari perjanjiannya kemarin. Luna berjalan dengan tergesa menunju kamarnya di lantai atas lalu menutup pintu kamar itu dan menguncinya. "Oooh apa aku boleh menemuinya?" Ucap Laura lagi. Model cantik yang juga terkenal baik itu merasa perlu mengenal Luna, karena mau tidak mau mereka akan sering ketemu jika ternyata dia memang akan tinggal bersama Johanes di apartemen ini. Johanes mengerjitkan alisnya pertanda ketidak setujuannya. Dia tidak mungkin mengenalkan atau membiarkan kekasihnya berdekatan dengan istrinya. Meski hanya istri di atas kertas. Dia belum sepenuhnya mengenal bagaimana sifat asli Luna Shahnaz. Bagaimana jika dia mengacaukan hubungannya dengan Laura? Wanita yang sangat dia cintai ini. "Untuk apa?" Tanya balik Johanes. "Jo. Kamu kan akan tinggal di sini sementara waktu sama dia, jadi aku harus mengenal dia juga. Siapa tau aku dan dia bisa menjadi teman atau mungkin sahabat." Jawab Laura masih meminta persetujuan dari kekasihnya Johanes. "Lagipula kamu tau sendiri kan kalau aku tidak punya banyak teman, aku liat dia tidak terlalu buruk," sambung Laura. Johanes menarik napasnya lalu menggeleng. "Tidak bisa" ucapnya setelah itu "Jo. Ayolah. Aku juga ingin mengenal sepupumu. Jadi jika kita menikah nanti kan paling tidak aku punya teman nanti di tengah keluargamu, please,,,,," ucap Laura lagi sambil menyatukan kedua telapak tangannya dan memohon pada kekasihnya. Johanes yang memang dasarnya tidak bisa untuk tidak menuruti keinginan Laura akhirnya menyerah saat Laura mengeluarkan jurus andalannya dengan wajah yang hampir menangis. "Oke. Oke. Aku akan panggilkan dia," Johanes berdiri dan hendak menyamperi kamar Luna yang berada di lantai atas namun Laura menariknya. Johanes menatap penuh tanda tanya pada Laura. "Biar aku yang kesana," ucap Laura lagi. Bukankah tidak sopan jika dia ingin berkenalan dengan seseorang namun orang itu yang harus repot-repot untuk menemuinya. Johanes langsung menuntun Laura untuk kembali duduk dengan manis. "Sayang. Tenanglah aku akan memintanya secara baik-baik, lagi pula dia baru dua hari tinggal di apartemenku jadi mungkin dia akan sedikit canggung dengan tamuku. Jadi aku mohon santai saja oke. Aku akan memintanya untuk menemui mu," jelas Johanes berusaha sesantai mungkin. Dia sedikit takut jika akhirnya Luna tidak menuruti isi dari perjanjiannya kemarin dan berakhir mengatakan yang sebenarnya pada Laura dan itu akan berakibat fatal. Laura akhinya pasrah lalu membiarkan Johanes berlalu menaiki anak tangga untuk memanggil Luna sepupunya. Tok,,, tok,,,, tok Johanes mengetuk daun pintu kamar Luna. Luna yang sedang berdiri di sisi jendela langsung menatap ke arah pintu yang di ketuk. Luna berjalan menghampiri pintu itu. Luna tidak pernah berpikir siapa orang yang mengetuk pintunya karena di apartemen itu dia hanya tinggal berdua dengan johanes suaminya. Dan Luna yakin jika Johanes lah yang sedang mengetuk pintu itu. Luna menekan gagang pintu itu kebawah lalu menariknya. Benar saja, saat dia membuka pintu itu dia langsung di suguhkan dengan pemandangan wajah johanes yang terlalu tampan. Johanes mendorong masuk tubuh Luna dan menutup pintu itu. Luna kaget bukan main, pikirannya sudah traveling kemana-mana " apa yang kau lakukan," tanya Luna gugup. Pasalnya johanes mendorong tubuh Luna dengan sebelah tangan besarnya langsung membekap mulut Luna. "Aku berharap kamu masih ingat isi dan poin penting dari surat perjanjian yang kita sepakati kemarin." Ucap Johanes tegas mengingatkan Luna tentang perjanjian yang mereka buat kemarin. Bukan mereka tapi Johanes sendiri yang membuat surat perjanjian itu dan Luna tidak punya pilihan selain menyetujui dan menandatangani surat bermaterai itu. "Temui Laura namun jangan pernah mengatakan apapun tentang kita atau aku akan membuat hidupmu terasa di neraka!" Ancam Johanes sebelum akhirnya melepaskan tangannya yang sedari tadi membekap mulut Luna. Luna menarik napasnya dalam-dalam lalu membuangnya kasar. "Apa kamu tidak tau cara meminta sesuatu dengan baik-baik," Luna menatap tajam pada Johanes yang masih berdiri di depannya dengan jarak yang sangat dekat. Luna hanya tidak mau terlihat lemah di hadapan laki-laki yang baru dua hari memperistri dirinya, meskipun dia tidak pernah meminta untuk di nikahi oleh laki-laki ini. "Keluarlah. Aku akan menemuinya. Dan kau tidak perlu khawatir. Jika kau berpikir aku akan merusak hubunganmu dengannya. Kamu salah. Aku akan mematuhi semua isi dari surat yang sudah aku tanda tangani kemarin," sambung Luna. Baru setelah itu Johanes bisa sedikit bernafas lega sebelum akhirnya keluar dari kamar itu dan kembali duduk di sebelah laura kekasihnya. Johanes tersenyum hangat lalu membelai Surai hitam Laura yang panjang dan lembut. "Tunggulah dia sedang di kamar mandi," kata johanes kemudian mengecup manis bibir soft pink laura kekasihnya. Selang beberapa menit Luna keluar dengan mengenakan baju kaos putih sampai lutut dan rambut coklat gelapnya yang sudah lebih rapi agar dia tidak terlihat buruk dan tidak mengecewakan Laura sang photo model yang katanya ingin mengenalnya. Luna berjalan menghampiri sepasang kekasih itu dengan senyum yang dia ukir seindah mungkin di wajahnya. "Hey," sapa Luna lebih dulu saat dirinya sudah berdiri di hadapan kedua orang itu. "Hey. Kenalkan aku Laura," ucap Laura memperkenalkan diri lebih dulu dan mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan sepupu kekasihnya. Luna membalas uluran tangan Laura dengan antusias kemudian memperkenalkan dirinya " Aku sudah tau siap dirimu." Ucap Luna hangat. "Aku Luna Shahnaz. Pangil saja Luna. Aku adalah sepupunya johanes." Ucap Luna ramah. Dia dan johanes memang sudah resmi menikah tapi memang tidak ada cinta di antara aku dan dia. Batin Luna. Kemudian ikut duduk di sofa tunggal sebelah Laura. "Oh ya. Apa di Jakarta kamu,,," Belum selesai Laura dengan pertanyaannya Luna sudah lebih dulu memotong ucapan Laura. "Aku disini kuliah dan bekerja paruh waktu." "Oh ya. Kuliah dimana?" Tanya Laura lagi "Aku kuliah di universitas Garuda , jurusan seni dan budaya," jawab Luna cepat "aku juga bekerja di salah satu kafe dekat kampusku dan sesekali mengambil job sebagai penari latar," sambung Luna dengan masih mempertahankan senyum terbaiknya. "Penari latar?" Kutip Laura "Iya. Penari latar. Aku juga sering mengambil job di konser-konser besar yang di siarkan langsung di stasiun televisi. Tapi ya,,, siapa yang akan mau mengenal aku yang hanya pelengkap penampilan bagi para penyayi terbaik tanah air." Jelas Luna merendah. "Oooh itu cukup menakjubkan. Ya kan sayang," ucap Laura yang kemudian menoleh kearah Johanes yang duduk di sisinya. Johanes tersenyum sambil membelai rambut indah Laura. "Ooh ya, apa kalian mau aku buatkan minum. Jus mungkin. Kebetulan tadi aku beli alpukat saat pulang dari latihan," tawar Luna seramah mungkin. "Boleh. Ayo aku bantu ," ucap Laura lagi tidak kalah ramahnya. Laura rasa dia dan Luna bisa menjadi teman baik buktinya dia dan gadis berambut coklat itu langsung bisa akrab saat dia baru beberapa menit mengenalnya. "Sudah. Kalian diam saja. Nikmati hari kalian, biar aku saja yang buat jusnya. Tidak akan lama. Paling cuma lima menit," tolak Luna halus. Sebenarnya dia hanya tidak yakin dengan hatinya. Dia tidak yakin untuk tidak cemburu bahkan sakit hati melihat keromantisan suaminya dan kekasih yang katanya sangat dia cintai. Laura mengangguk kemudian Luna bangun dan berjalan menuju dapur di pojok ruangan itu untuk membuat jus alpukat seperti yang dia tawarkan pada dua orang yang sedang memadu kasih. Jarak dapur dan sofa ruang tengah itu hanya berjarak lima meter dan hanya terhalang oleh meja pantry dan kulkas yang menjadi sekat antara ruang tengah dan dapur. Dari jarak itu Luna bisa melihat dengan sangat jelas apa yang kedua orang itu sedang lakukan. Meski di hatinya masih belum tumbuh yang namanya cinta untuk laki-laki yang sudah memperistri dirinya itu, nyatanya dia tetep tidak bisa menyaksikan secara langsung adengan manis yang keduanya perankan. Johanes tidak henti-hentinya membelai rambut indah itu dengan segenap cinta yang dia miliki. Tatapannya tidak pernah sedikitpun berpaling dari wanita itu. Luna bisa melihat dengan jelas jika benar Johanes sangat-sangat mencintai wanita itu. Lalu apa hak aku untuk menghancurkan perasaan yang begitu besar dan tulus di antara keduanya. "Ooh Tuhan jangan biarkan hatiku jatuh padanya. Jangan biarkan hatiku untuk mencintai laki yang di mana aku tidak akan pernah punya tempat di hatinya dan hidupnya." Luna bermonolog dalam hati, berharap Tuhannya mau mengabulkan permintaan sederhananya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD