DP 07. Sosok Mr. D

2236 Words
Kata Rani, ayah mereka pergi berhari-hari tanpa kabar sehingga mereka merasa kesepian. Rani mengajak Delisha menginap di rumahnya. Richard percaya itu bukan akal-akalan Devdas, sehingga ia mengizinkan Delisha pergi ke mansion mewah tersebut. Siang itu, anak-anak memasak bersama membuat kudapan untuk acara menginap. Mereka juga menyiapkan daftar film untuk ditonton sepanjang malam. Sayangnya, Devdas malah datang di saat tak terduga. Berada satu ruangan dengan Delisha dan posisi mereka sangat dekat, nyaris membuat Devdas terpergok. Aaryan dan Chander segera berceloteh mengalihkan perhatian Delisha. "Apa kau tahu? Saat kami pertama tiba di rumah ini, hantunya sangat banyak hingga kami hampir kewalahan mengusir mereka." "Oh ya?" sahut Delisha menoleh pada kedua bocah itu dan Devdas bisa mundur menjauhinya. "Haan. Untungnya ayah kami sangat hebat dan pemberani. Ia usir mereka semua dengan sekali libas." Delisha melangkah perlahan mendekati Aaryan dan Chander untuk tahu lebih lanjut cerita mereka. "Jadi, ayah kalian, eh, maksudku Mister D juga punya kemampuan seperti kalian?" "Tentu saja. Kalau tidak dari mana kami mendapatkan semua berkah ini?" celetuk Rani seraya mendorong mangkok adonan cookies cokelat ke hadapan Delisha. "Kadang-kadang saat ayah kami tidak ada, beberapa makhluk halus mencoba menganggu, tetapi jangan khawatir, kami bisa mengatasinya. Ayo, Delisha-ji, kita aduk lagi adonan ini. Aku sudah tidak sabar ingin memanggangnya." Anak-anak merasa tidak nyaman membahas soal kesaktian itu, tetapi karena terlanjur mengatakannya, mereka berusaha mengalihkan topik dengan berhati-hati. "Iya." Delisha pikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama anak-anak ini ada. Ia ke keran mencuci tangannya dulu, lalu memasang celemek, lalu bersama Rani membentuk adonan bulat pipih dan menyusunnya di loyang. Aaryan dan Chander membuka kemasan sereal. Mereka ambil isinya lalu menata kepingan berbentuk bulan sabit Coco Crunch di permukaan cookies tersebut. Siberian yang melihat Devdas di ruangan itu menyalak-nyalak sembari mengelilingi kaki Devdas. "Ssst! Hussh, hush!" Devdas berusaha mengusir anjing itu tetapi tidak berhasil. Malah Siberian semakin gembira karena ingin bermain bersama Tuan yang pertama kali memungutnya. Delisha menoleh ke anjingnya. Sekilas ia curiga ada sesuatu yang berwujud astral menarik perhatian Siberian, tetapi melihat ada deretan piring keramik antik di lemari dekat Siberian berputar-putar, Delisha waswas anjingnya menyenggol lemari itu, sehingga dipanggilnya lah Siberian. "Sibe, kemari!" Akan tetapi anjing itu tidak menggubrisnya. Delisha berseru lebih keras lagi. "Siberian! Sini!" Anjing itu manut, berlari kecil dengan kepala tertunduk mendatangi Delisha karena merasa bersalah. Pria yang disalaknya juga sudah menjauh. Devdas melayang di langit-langit dapur tanpa terlihat, mengawasi Delisha dari kejauhan. Melihat gadis itu di dapur bersama anak-anaknya, persis ketika mereka di masih keluarga utuh. Devdas menghela napas dalam merasakan hangat dalam hatinya. "Jadi, kau menamai anjingmu Siberian?" tanya Rani keheranan. "What a name. Kau tidak bisa memikirkan nama lain?" "Menurutku itu nama yang bagus. Lagi pula, aku tidak begitu pandai mencari-cari nama. Senyamannya saja," jawab Delisha sungkan. Devdas merutuk dalam hati, ulah Rani membuat ibu kecil mereka tidak nyaman. Ingin sekali ia menegur Rani, tetapi ia sedang dalam posisi tidak boleh bersuara. Terpaksa ia bersabar. Aaryan dan Chander mendukung ibu mereka. "Kami menyukai nama itu, Delisha-jj. Menurut kami, nama itu memang cocok untuknya. Itu menggambarkan sebagian besar sifat Siberian dan sekaligus bagaimana sifat pemiliknya." Siberian Husky anjing ras berasal dari Rusia: Сибирский хаски, Sibirskiy haski) termasuk dalam jenis anjing ras berukuran sedang dan berbulu tebal (double coat). Anjing ras ini tidak ganas, bahkan terlalu baik kepada orang asing yang bukan pemiliknya. Sekilas penampilannya mirip serigala dan bisa melolong seperti serigala. Diperkirakan ras ini terjadi karena hasil persilangan alami dengan serigala. Siberian Husky sangat waspada, gembira, menyenangkan, aktif, dan sangat mudah menyesuaikan diri. Tingkat kecerdasannya telah dibuktikan, tetapi jiwa merdekanya setiap waktu menantang kecerdikan manusia. Kemampuan serba bisa membuat anjing jenis ini menjadi teman yang sangat menyenangkan bagi manusia. Watak yang lembut dan bersahabat ini adalah warisan masa lalu, karena masyarakat Chukchi memelihara anjing-anjing ini dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Mereka merumahkan anjing-anjing ini dalam perlindungan keluarga dan mendorong anak-anak mereka untuk bermain bersamanya. Aslinya, Siberian Husky dikembangkan oleh masyarakat Chukchi di daerah Asia Timur Laut sebagai anjing penarik kereta untuk membawa beban di atas salju. Dari sanalah ketahanan tubuh dan kecepatan lari anjing dari Siberia ini mulai dikenal. Pada musim dingin di tahun 1925, ketika demam Diptheria melanda kota Nome, suatu daerah terpencil di Alaska, tim estafet anjing ini membawa serum penyelamat hidup manusia dari daerah Neana yang jaraknya cukup jauh. Usaha keras bersemangatkan kepahlawanan dari para pengendara dan para anjing ini mendapatkan penghargaan nasional. "Aku rasa jika aku melihat diriku sebagai binatang, kemungkinan besar aku akan berwujud Siberian Husky," kata Delisha lalu tertawa ramah yang membuat anak-anak merasa nyaman dalam d**a mereka. Ingin sekali mereka memeluk Delisha dan merasakan kembali belaian lembutnya sebagai seorang ibu. Aaryan dan Chander tidak bisa menahan perasaan mereka lagi sehingga merengek. "Delisha-ji, please, jadilah ibu kami. Menikahlah dengan ayah kami supaya kau bisa tinggal bersama kami sepanjang waktu." Rani tersentak. Devdas terbelalak dan nyaris batuk-batuk, terkejut mendengar ucapan anak-anak itu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana canggungnya respons Delisha. Gadis itu tertawa meringis. "Apa yang kalian bicarakan, Aaryan, Chander? Bagaimana bisa aku menikah dengan ayah kalian? Aku bahkan tidak mengenalnya." Ya kale menikahi duda di saat aku masih harus sekolah, batin Delisha. Apa yang akan dikatakan ayahku? Rani segera menggetok kepala kedua adiknya dengan centong. "Kalian idi.ot! Pikir-pikir dulu sebelum berucap. Mana mungkin dia mau menghabiskan waktu bersama pria tua macam ayah kita? Delisha harus bersekolah dan menjadi dokter hewan seperti yang dicita-citakannya!" "Maaf, maaf," seloroh si kembar sambil melindungi kepala mereka. Delisha tersenyum kaku. Dalam hati berpikir untuk menelepon ayahnya dan minta pulang. Rani merasakan gelagat itu, buru-buru membujuk Delisha. Ia raih tangan Delisha. "Abaikan perkataan mereka, Delisha-ji. Aaryan dan Chander hanya bocah-bocah iseng yang kurang kasih sayang. Mereka sebentar saja diurus ibu mereka, sedangkan aku cukup beruntung diurus lebih lama." Delisha semakin tidak enak hati, tetapi juga menjadi tidak tega. Apalagi mata Aaryan dan Chander berkaca-kaca. "Mau bagaimana lagi? Ayah kita tidak punya waktu lagi untuk kita. Dia selalu sibuk dan pergi entah ke mana. Menurutmu, apakah ayah melakukan itu karena tidak ingin melihat kita yang selalu membuatnya teringat pada ibu kita? Bukankah lebih baik jika kita punya ibu baru? Setidaknya ada yang memperhatikan kita," kata Aaryan. Devdas menepuk wajahnya sendiri. Astaga, anak-anak ... kalian membuatku terlihat buruk, kalian tahu? Delisha tidak ingin anak-anak bersedih sehingga buru-buru ia rangkul kedua anak itu dan menenangkan mereka. "Oooh, Aaryan, Chander, tolong jangan berpikir seperti itu. Aku yakin ayah kalian sangat menyayangi kalian. Ia bekerja keras agak kalian hidup nyaman dan tidak bersedih lagi. Jika ia pulang, ia akan membawakan banyak hadiah untuk kalian, bukan?" "Ya, tapi tetap tidak sama tanpa kehadiran ibu," lanjut Aaryan dan Chander sambil terisak, semakin terasah jiwa dramanya. Delisha terhenyak. Ia bisa mengerti hal itu karena ia pun dibesarkan tanpa kehadiran sosok ibu. Ada bagian dari hidupnya yang terasa tidak lengkap. Ketika memiliki Xandreena sebagai teman sekaligus calon pendamping ayahnya kelak, cara itu berhasil mengisi kekosongan tersebut. Delisha tepuk-tepuk punggung si kembar. "Sudahlah, sudahlah, mari kita lupakan saja hal itu. Bukankah kita berencana bersenang-senang malam ini? Kita makan cookies dan akan kubuatkan kalian s**u krim yang enak. Aku tahu resepnya." Aaryan dan Chander mendongak dari dekapan Delisha dengan sorot berbinar-binar. "Sungguh, Delisha-ji? Kau tetap jadi menginap di sini 'kan? Juga besok-besoknya." Dan seterusnya? "Iya, ya, jika ayahku mengizinkanku," jawab Delisha karena tidak ingin mengecewakan mereka. "Jika ada PR dan ulangan mungkin aku tidak bisa karena ayahku ingin aku fokus belajar." Beuhh! Devdas merutuk ayah Delisha. Jika uang bisa berperan, ia akan bayar berapa pun asalkan Delisha tidak usah belajar. Sedetik kemudian ia pikir itu bisa jadi alasan Delisha menghindar. Devdas jadi khawatir lama-lama di rumah itu semakin banyak kejadian tidak diinginkan yang akan membuat Delisha jera menginap. Oleh karena itu, Devdas memutuskan akan mengawasi terus menerus acara menginap anak-anaknya. *** Modus. Ya, kita tahu itu modus Devdas saja. Kita, para pembaca tidak akan tertipu tingkah seorang pria yang tiba-tiba jadi perhatian pada kegiatan anak-anaknya. Energi anak- anak yang mengelilinginya, serta seliweran ajudan dan pelayan di rumah itu membuat Delisha terbiasa sehingga hawa-hawa halus kehadiran sosok tak kasat mata yang mengawasinya menjadi tidak kentara lagi. Malamnya, mereka rebahan di ruang tengah, menonton film animasi rating PG sambil mengemil cookies Coco Crunch dan s**u krim. Siberian juga ada di di ruangan itu, meringkuk tenang dalam keranjang empuknya. Sampai tengah malam, Rani dan Delisha masih terjaga sedangkan Aaryan dan Chander tertidur pulas dengan kepala di pangkuan Delisha. Delisha tidak menyadarinya karena ia sedang tegang menonton adegan perkelahian penyihir sakti laki-laki melawan seorang penyihir perempuan beraliran ilmu hitam yang berusaha menyelamatkan anak-anaknya di dimensi lain. "Menurutmu kau dan aku bisa punya kekuatan sesakti itu, Rani?" gumam Delisha tanpa mengindahkan perhatiannya dari TV. "Mungkin saja," sahut Rani yang dalam hati merasa miris. Delisha yang satu ini justru tidak boleh naik level sesakti penjahat di film. "Aku rasa jika aku berlatih keras, aku akan jadi hebat," sambung Delisha. Rani segera menyahut agak ketus. "Sejujurnya, menurutku jtu melelahkan, Delisha-ji. Lebih baik kau bersantai saja dan tidak usah melakukan apa pun. Fokus pada cita-citamu jadi dokter hewan saja." "Oh iya. Aku rasa kau benar." Delisha jadi segan membuatnya kemudian terdiam. Rani bergumam menasihatinya dengan wajah sangat serius. "Kau tidak perlu menyelamatkan seisi dunia, Delisha-ji. Cukup bahagiakan keluargamu saja, mereka lebih membutuhkanmu. Biarkan orang lain yang bertanggung jawab menyelesaikan masalah di luar sana." Delisha terpana melihat ketegasan Rani. Mulai menguatkan dugaannya bahwa kematian ibu anak-anak ini menyangkut masalah besar. Mungkin mendiang istri Mister D seorang tentara atau agen rahasia seperti mendiang ibunya. Delisha menyunggingkan senyuman yang membuat Rani berpaling menatap TV lagi. "Aku mengerti," kata Delisha dan itu percakapan terakhir mereka malam itu. Selanjutnya, Rani tertidur lebih dulu, disusul Delisha. Anak-anak itu tertidur sangat lelap hingga tidak terganggu ketika Devdas berjongkok di dekat mereka dan memandangi anak-anak itu satu per satu. Mereka kekagumannya, harta karunnya, dan ia bersumpah akan menjaga mereka sebaik-baiknya. Devdas mencoba memindahkan si kembar dari pangkuan Delisha. Karena Delisha tidak terbangun, ia lanjut memindah kedua anak itu ke kamar mereka. Selanjutnya ia pindah Rani ke kamar. Terakhir, ia pindah Delisha ke kamar tidur tamu. Ia angkat dan gendong gadis itu dengan kedua tangannya. Ia rebahkan Delisha di ranjang lalu ia selimuti bak seorang ayah pada anaknya sendiri. Ia coba mencium Delisha, akan tetapi yang terjadi muka Delisha berubah jadi muka Erion sehingga mematikan nafsunya. Ia jadi mau muntah. "Erion sialan!" desis Devdas, kemudian ia beranjak keluar dari kamar itu, meninggalkan Delisha dalam keadaan tidur nyenyak. Devdas ke kamarnya. Ia lepas cincin Erion, lalu ia berbaring telentang di tengah ranjang. Pandangannya menerawang untuk beberapa saat. Merasakan Delisha tidak terlalu jauh darinya membuat Devdas tersenyum tipis. Perlahan-lahan matanya meredup lalu terhanyut dalam tidur paling tenang yang pernah dirasakan semenjak kematian istrinya. Pagi tiba. Sinar matahari mulai masuk ke ruangan-ruangan. Delisha menggeliat merentangkan tangannya sebelum membuka mata. Ketika kedua tangannya jatuh ke bantal empuk, Delisha langsung tergegau. Ia buka mata melihat sekelilingnya yang merupakan sebuah kamar tidur mewah dan ia terbaring di ranjang besar dengan selimut tebal menutupinya. "Apa??" gumam Delisha kebingungan sendiri kenapa ia bisa berada di kamar itu, padahal ia ingat sangat jelas ia tertidur di depan TV dan jika ia pindah ke kamar pun, seharusnya kamar Rani karena mereka berjanji tidur bersama. Ini bahkan ia tidak merasa dan tidak tahu kapan ia dipindahkan. Delisha turun dari ranjang dan berniat keluar kamar untuk mengecek anjingnya. Ketika membuka pintu, ajudan Vijay melintas. "Selamat pagi, Nona," sapa Vijay sambil lalu. Delisha panggil orang itu. "Tuan Vijay!" Panggilan seperti itu menggugah perasaan Vijay akan masa-masa mereka tinggal di India. Ia berbalik menghadap Delisha sambil tersenyum menahan tangis gembira. "Ada apa, Nyo ... Nona? Ada yang bisa saya bantu?" Delisha tersipu-sipu berbicara padanya. "Eh. Mmm. Selamat pagi. Aku ingin tahu siapa yang memindahkanku ke kamar? Aku ingin berterima kasih. Aku rasa aku telah merepotkan. Kalian seharusnya bangunkan saja aku, tidak apa-apa." "Tuan yang memindahkan Anda, Nona, dan juga anak-anaknya. Beliau baru tiba dini hari tadi. Tuan tidak sampai hati melihat kalian tiduran di karpet." "Oh!" Delisha berseloroh pendek. Sontak mukanya merah. Ia jadi salah tingkah. "Ehm. Kalau begitu, aku harus berterima kasih pada Mister D." "Tentu. Tuan ada di halaman. Nona bisa menemuinya di sana." Delisha bergegas hendak ke depan rumah. Ia berlari kecil menuruni anak tangga ke lantai dasar. Namun, tiba di bawah, ia tersadar baru bangun tidur, belum pipis dan cuci muka, apalagi sikat gigi. Delisha berbalik hendak ke atas lagi. Ketika ia memutar tubuh, ia lihat melalui jendela, di halaman ada sosok seorang pria tinggi semampai, berpakaian jubah tidur satin, berdiri memandang ke arah danau. Siberian, anjingnya, berlari-lari seraya melompat kecil mengelilingi pria itu. "Apakah itu Mister D?" gumam Delisha. Kemudian ia bersegera ke atas untuk menata penampilan sebelum menemui Mister D. Delisha sudah berwajah segar dan bersiap menyapa Mister D di halaman. Namun, setibanya di sana, ia tidak melihat pria itu lagi. Hanya Siberian menyalak-nyalak sambil berlari kecil menyusuri jalan setapak taman. Delisha tercenung merasa kecewa. Ia panggil anjingnya. "Sibe, kembali ke sini!" Siberian menoleh lalu berlari mendatanginya. Delisha berjongkok mengacak-acak bulu tengkuk anjing itu dan saling menghidu. Delisha berujar geregetan pada Siberian. "Kau bersemangat sekali, Sibe. Jadi, kau sempat bertemu Mister D? Hmm? Bagaimana penampakannya?" Siberian menjawab dengan menyalak nyaring dan sorot mata terarah ke sesuatu di belakang Delisha. Jika bisa bicara bahasa manusia, ia ingin sekali memberitahu bahwa pria itu ada di belakangnya. Namun, itu tidak tersampaikan dengan baik. "Ayo, Sibe, ikuti aku!" seru Delisha. Ia berdiri lalu melangkah sambil bersenandung, bersama Siberian menyusuri jalan di sepanjang tepian danau. Tidak menyadari bahwa ada sosok tak terlihat yang setia mengiringinya bagai bayangan. *** Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD