DP 11. Ciuman Selamat Tidur

3240 Words
Richard Lee menyapu kasar wajahnya karena sebal pada keadaan. Sebelumnya, ia tidak khawatir Delisha akan ada masalah percintaan, setidaknya sampai dia cukup dewasa untuk memulai hubungan. Lagi pula, putrinya itu akan selalu datang padanya karena ketakutan dengan lawan jenis akibat kutukan penglihatannya. Namun, setelah hadirnya Devdas Star Tailes dalam kehidupan putri remajanya, Richard jadi waswas bukan kepalang. Bukan hanya soal gelagat ephebofilia* Devdas, tetapi juga kecemasan seorang ayah yang merasa masih sangat terikat dengan anak perempuannya. Ia merasa belum saatnya melepas Delisha ke tangan pria lain. Ia merasa begitu tua, sangat rentan kesepian, dan juga khawatir terjadi sesuatu pada Delisha di luar pengawasannya. Mengetahui putrinya tewas lebih dulu, membuat Richard terpukul meskipun ia tidak menunjukkannya terang-terangan. Ia mengira kehidupan Delisha kecil akan terpisah dari si Devdas, akan tetapi ternyata Devdas mengejar putrinya lagi. Cinta ... Oh, cinta. "Dad, please, buatkan rumah kaca di taman sekolah, Dad ...," pelas Delisha yang datang ke ruang kerjanya sambil mendekap pot tanaman Hoya dan Siberian duduk dekat kaki Delisha. Mata keduanya sama-sama menyorot berbinar merayunya. "Oh, please ...," desah payah Richard seraya memutar bola matanya. "Tanaman ini akan tumbuh lebih baik di rumah kaca, Dad. Di samping itu, rumah kaca bisa menjadi sarana edukasi bagi para murid. Mereka bisa belajar menanam bibit bunga atau stroberi. Itu akan jadi kegiatan ekstrakulikuler yang menyenangkan." Richard bertopang dagu menatap putrinya. Belum sehari Delisha memegang tanaman itu, tiba-tiba ia sudah punya ide brilian soal pendidikan. Apakah Richard tega mematahkan ide putri tercintanya? Tentu tidak. Meskipun enggan, ia menyetujui rencana Delisha. "Akan kulihat apakah ada anggaran untuk itu, Delly." Wajah Delisha langsung ceria berbunga-bunga dan Siberian menyalak senang. "Sure, Dad! Aku harap dananya ada. Jika tidak ada, aku tidak keberatan mengeluarkan tabunganku dan juga aku akan berjualan kue di bazar mingguan atau bersama gerakan Pramuka berjualan kue dan manisan dari pintu ke pintu untuk menggalang dana." Muka Richard manyun. Jika Delisha ingin menggalang dana, sudah pasti si orang kaya misterius itu akan turun tangan, lalu membuat putrinya berterima kasih lagi, kemudian mereka akan saling kirim hadiah dan seterusnya. "Jangan dipikirkan, Delisha. Yayasan kita tidak kekurangan uang. Aku jamin itu," tukas Richard. Putrinya berseru penuh semangat lagi. "Really, Dad? Wow, you're the best, Dad! I love you!" Delisha peluk dan kecup pipi ayahnya lalu meninggalkan ruangan bersama Siberian. "Ayo, Sibe. Kita bisa tidur tenang malam ini. Untung ayahku orang hebat," ujarnya sambil lalu. Richard tidak bergeming dari kursinya. Ia terenyuh memandangi punggung putrinya. Dibesarkan tanpa ibu, menjadikan Richard tidak ingin mengecewakan Delisha dalam hal apa pun. Pastinya, ia ingin jika Delisha dewasa dan hidup bersama orang lain kelak, putrinya itu tidak kekurangan apa pun serta mendapatkan suami yang akan memperlakukannya lebih baik dari dirinya. Dan semua kriteria itu ada pada Devdas. Huffh, Devdas lagi! rutuk Richard dalam batinnya. Teringat di hari ia menikahkan Delisha dengan pria itu, rasanya ia telah menjual Delisha pada iblis. Demi misi, demi korporasi, demi keselamatan dunia. Atau ... mungkinkah di hari itu —di hari pernikahanku di masa depan— Delisha tidak ingin tinggal bersamaku lagi sehingga memutuskan pergi 'jalan-jalan' ke India bersama Kimberly?? Dugaan itu membuat Richard terhenyak. Jadi ayah macam apa aku di masa depan membiarkan putriku menyendiri dan kesepian? Oh, ya Tuhan .... Dan solusi semua itu ada pada Devdas Star Tailes. Huffh, Devdas lagi! rutuk Richard. Akhirnya, ia jenuh sendiri lalu meninggalkan ruang kerja untuk tidur. Di bagian lain kota Chicago, Devdas berada di mansion, mengantar anak-anaknya tidur pulas dengan memberikan kecupan di kening mereka. Hal itu membuatnya terkenang awal pertemuan Imdad dan Delisha. Saat malam pertama gadis itu menginap di kediaman CEO Xin India setelah insiden malam yang bermasalah, dia terlihat sangat manja ketika mau tidur. "Sebuah ciuman akan membantu menenangkan saraf-sarafku," kata Delisha yang nanar akibat pengaruh obat anti nyeri. Imdad tidak berpikir dia membicarakan soal ayahnya. Ia cium begitu saja gadis itu tanpa tahu kesulitan yang dialaminya selama bertahun-tahun. Tanpa tahu ia begitu takut sendirian, takut akan apa yang dilihatnya sementara orang lain akan mengira ia gila. Jadi, malam itu, Devdas memutuskan ingin memberikan kecupan pengantar tidur untuk Delisha-nya. Ia pergi dari mansion tanpa diketahui siapa pun dan tiba di kamar Delisha tanpa mengusik penghuninya. Siberian yang tidur di kaki ranjang Delisha melirik Devdas dan hendak menyalak, tetapi Devdas segera membelai bulu tebal anjing itu dan Siberian tertidur lagi. Devdas bergerak perlahan ke sisi Delisha yang berwajah polos terlelap. Sekilas dia mirip Rani sehingga Devdas tersenyum tipis memandangi gadis itu. Jika pun tadinya ia ingin mencium karena nafsu, dengan sendirinya ia tidak bisa berpikir seperti itu lagi. Gadis itu bisa tidur tenang karena Siberian menjaganya. Devdas mengitarkan pandangannya mengamati kamar Delisha. Ada gelang dream catcher dipajang di atas kepala ranjang untuk mengusir mimpi buruk. Ada aneka pernak pernik religius, serta simbolis semacam pengusir setan. Ada kolase foto Delisha berusia 8 atau 10 tahunan bersama ayahnya, lalu bersama dua anak dari keluarga Xin, terpajang di meja belajar. Lucunya, disadari Devdas tidak ada boneka di kamar itu, yang pasti akan menakuti Delisha jika benda sejenis itu tiba-tiba menyerangnya. Devdas bergumam, "Sepertinya tidak ada lagi yang akan mengganggu tidurmu. Aku sedikit lega, sayang." Ia membungkuk mengecup kening Delisha dan berbisik lembut. "Selamat tidur, cintaku. Mimpi indah." Selesai mengucapkan salamnya, Devdas pun undur diri dari kamar itu. Kembali ke mansionnya, Gea memergoki Devdas melepas cincin yang membuat wujudnya terlihat lagi. "Oh, jadi begitu caramu kabur," tuding wanita itu yang muncul dari kegelapan sambil bersedekap. "Menyebutku kabur dari rumahku sendiri membuktikan bahwa kau merasa berkuasa terhadap aku dan anak-anakku, Gea. Kau semakin tidak tahu diri. Aku tidak akan segan membunuhmu setelah aku tahu caranya," geram Devdas. Gea tertawa angkuh lalu seringai di bibirnya berucap, "Silakan saja bunuh aku sekarang, Tuan Devdas. Aku tidak akan keberatan. Huahaha ...." "Dasar ja.lang!" Devdas mendesis. Kemudian ia kerahkan tali Nigrum Mortem yang melempar Gea keluar kamarnya. Wanita itu terpental membentur dinding, tetapi segera berdiri lagi dan lanjut tertawa hingga terdengar menggema di selasar mansion itu. Ada dua suara tawa Gea, menambah ribut suasana malam itu. Devdas menyumbat telinganya lalu berusaha tidur meskipun perasaannya kesal. Paginya, di meja makan, Devdas berkumpul dengan anak-anak yang ketiganya bermuka kucel karena kurang tidur. "Selamat pagi, Pa," sapa ketiga anak itu malas-malasan. "Pagi, anak-anak," sahut Devdas seraya menyeruput kopi yang dibuatnya sendiri. Kemudian diikuti sapaan yang sama oleh dua Gea yang masuk ke ruang makan belakangan. "Pagi, anak-anak!" "Oh, tidak!" gerundel anak-anak sambil menelungkupkan kepala mereka di meja makan. Sudah malam tadi tidur mereka terganggu oleh suara tawa Gea, ditambah suasana pagi yang semakin merusak semangat anak-anak dengan kehadirannya. Brak!! Gea memukul meja mengejutkan anak-anak, bahkan nyaris menumpahkan kopi Devdas. "Bukankah kalian anak-anak berkekuatan super? Kenapa kalian lesu, hah? Huahaha ...." Dia tahu penyebabnya, tetapi menjadikan itu hal untuk mengintimidasi Devdas dan anak-anaknya. Gea memang cari mati! Devdas berusaha menyabarkan diri, tidak ingin bersikap terlalu frontal di hadapan anak-anaknya. Rani yang sudah tidak tahan lagi memelas pada Devdas. "Pa, bisakah kami pergi ke sekolah sekarang saja? Aku lebih baik beli sarapan di pinggir jalan daripada semenit lagi bersama Miss Gea." Aaryan dan Chandler melakukan hal yang sama. "Iya, Pa .... Mungkin pagi ini Delisha-ji sedang menyiapkan sarapan. Kami akan ke rumahnya saja dan ikut makan di sana." Rani menimpali, "Itu ide bagus. Aku ikut!" Eh, Devdas ingin ikut juga padahal, tetapi saatnya tidak tepat. Ia meratap dalam hati, tetapi di luar bersikap dingin jaga wibawa. "Baiklah, anak-anak, berangkatlah ke sekolah." Sekelebat para anak-anak itu melompat dari kursi mereka, mencium pipi Devdas sambil berucap secepatnya. "Thanks, Pa!" Lalu ketiganya berlarian keluar ruang makan. Namun, satu Gea mencegat mereka di tengah jalan. "Tidak ada yang boleh pergi tanpa izinku!" bentak Gea, akan tetapi sedetik kemudian wanita itu tersingkir. Ditarik Devdas mengunakan Nigrum Mortem-nya lalu dililitnya kedua Gea sampai berbentuk kepompong. Anak-anak tercengang. "Berengsek!" maki kedua Gea yang tak berkutik lagi. "Pergilah, anak-anak!" seru Devdas, tetapi segera disergah Gea. "Anda sangat ceroboh membiarkan mereka pergi tanpa pengawalan, Tuan Devdas. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada mereka?" Anak-anak jadi gamang, tatapan mengiba pada ayah mereka. Rahang Devdas menggemeletuk. Di satu sisi ia yakin anak-anaknya tidak dalam bahaya, tetapi peringatan Gea juga tidak bisa diremehkan. Ia panggil dua jin pengawalnya. "Qoy'an, Qoysan!" Kedua jin pemuda itu muncul. "Ya, Tuanku?" "Qoy'an, kau kawal anak-anak. Qoysan, kau dampingi aku." "Baik, Tuan!" Qoy'an lalu mengubit anak-anak agar lanjut melangkah. Mereka waswas, tetapi karena ada Qoysan bersama Devdas, keempatnya pun bergegas pergi. Rani, si kembar, dan Qoy'an sudah menjauh dari rumah, barulah Devdas melepaskan Gea. Kedua wanita itu jatuh ke lantai dan memaki-maki, "Berengsek kau, Devdas!" "Berengsek apa? Kau yang keterlaluan memperlakukan anak-anakku! Siapa yang memberimu wewenang melakukan itu, hah? Aku saja tidak pernah membentak mereka, malah kau memperlakukan mereka seperti anak yatim piatu. Kau harus tahu ayah mereka bukan pria yang bisa ditekan oleh siapa pun!" Devdas kembali melilit kedua Gea dengan Nigrum Mortem-nya. Ia ikat leher kedua wanita itu hingga mencekik mereka dan mempertahankan kekuatannya agar cukup membuat keduanya kesulitan bernapas. Devdas menyeringai puas menyaksikan kedua Gea berkial-kial menahan sakit dan akan mempertahankannya untuk waktu yang lama. Namun, belum lagi klimaks, kedua Gea itu tiba-tiba mati dan yang terjadi tubuh itu meletup menjadi dua Gea. "Sialan!" geram Devdas menarik Nigrum Mortem-nya dan menyaksikan ada 4 Gea berdiri di hadapannya, berkacak pinggang serta tersenyum mencemooh. "Anda membuat masalah dengan musuh yang salah, Tuan Devdas," ujar wanita itu lalu bersama tiga kembarannya menerjang Devdas bersama-sama. Perkelahian pun tak terelakkan lagi. *** Richard dan Delisha terkejut mendapati anak-anak Mister D datang ke sekolah sangat awal. Sekolah sunyi sepi, sehingga ketiga anak itu mengetuk pintu rumah Delisha dan memasang tampang mengenaskan pada tuan rumah. Richard sampai terperangah. "Astaga, kalian ini ... apa yang terjadi? Di mana asisten pribadi ayah kalian?" Karena ia hanya melihat 3 anak itu saja. Delisha yang melihat ada Qoy'an mendampingi mereka merasa keheranan sekaligus khawatir terjadi sesuatu pada Miss Gea. Qoy'an bicara padanya yang tidak bisa didengar Richard. "Pagi-pagi Miss Gea sudah membuat ulah, jadi, Tuan saya membuat perhitungan dengannya." Anak-anak terlalu sebal untuk bercerita, sehingga mereka menangis-nangis pada Richard. Secara teknis mereka adalah cucu pria itu, tetapi Richard bersikap seperti orang asing saja. Delisha tidak sampai hati melihat malangnya anak-anak itu, mempersilakan mereka masuk. "Masuklah dulu. Kalian pasti belum makan. Kebetulan kami sedang sarapan. Kalian bisa bergabung bersama kami." "Terima kasih, Delisha-ji. Hu hu huhu, kau sangat pengertian," ucap mereka seraya mengusap air mata. Mereka lalu dituntun ke ruang makan, duduk tertib lalu memakan roti sandwich yang tersaji. Delisha sibuk di pantri membuatkan su.su untuk mereka. Richard mendekati putrinya lalu bertanya dengan suara direndahkan. "Apakah ada makhluk penjaga lain yang datang bersama anak-anak ini?" "Iya, Dad. Bagaimana Daddy bisa tahu?" "Hanya merasakannya. Hawanya sedikit berbeda dibanding jika Miss Gea ada. Yang kali ini tidak membuat gelisah." "Ini salah satu pengawal pribadi Mister D, Dad. Aku tidak tahu yang mana karena mereka kembar, sama persis, tetapi mereka bernama Qoy'an dan Qoysan. Mereka seperti ... petugas penyelamat pantai, tetapi mengenakan celana Aladin." Richard mengerjap-ngerjap kelebihan rasa takjub. "Jika kau bukan putriku, aku akan berpikir kau sudah gila, Delly. Orang-orang juga bisa menganggap kau berhalusinasi." Delisha mendesah. "Itulah sebabnya lebih baik aku tidak menceritakan apa yang kulihat, Dad. Beberapa penampakan bisa sangat por.no dan menjijikkan. Untungnya semenjak ada Sibe, makhluk-makhluk seperti itu tidak menggangguku lagi." Richard terbungkam oleh prasangkanya sendiri. Ia pikir yang menampakkan hal por.no pada putrinya adalah Devdas, tetapi sepertinya bukan. Hmm, mungkin ia berpikir buruk berlebihan pada mantunya itu. Xixixixi, sedikit demi sedikit status Devdas meningkat. Delisha menyajikan susunya pada anak-anak. "Ini minuman kalian. Santai saja menyantapnya, tidak perlu buru-buru karena sekolah di sebelah rumah ini. Kita tidak akan terlambat. Kalau pun terlambat, sekolah ayahku tidak akan menghukum kita." Ketiga anak itu senang mendengarnya. Ibu mereka kali ini tidak seperti waktu masih di India. Dulu bawaannya malah bawel jika mereka terlambat. Karena tenang, mereka makan dengan perasaan gembira dan melupakan kegalauan di rumah tadi. Richard dan Delisha melanjutkan makan mereka berbarengan anak-anak itu. Selesai sarapan dan beres-beres meja makan, Rani, Aaryan, Chander, dan Delisha berangkat ke sekolah. Sambil berjalan berdampingan, Delisha bertanya pada mereka. "Kira-kira apa yang terjadi pada Miss Gea di rumah kalian?" Rani sedikit cemas menjawabnya. "Entahlah, Delisha-ji, kami tidak bisa memikirkannya. Hanya saja, jika kata ayah kami semuanya akan baik-baik saja, maka itulah yang akan ayah kami wujudkan. Aku harap segalanya berjalan sesuai keinginan ayah kami." Delisha jadi ikut cemas, tetapi ia tidak ingin anak-anak Mister D bertambah cemas. Ia berujar menenangkan mereka. "Iya, semoga saja keinginan ayah kalian terkabul." Lalu ia rangkul ketiga anak itu dan melangkah bersama penuh semangat. (*) ephebofilia adalah perasaan ketertarikan pada anak gadis yang sudah mengalami pubertas, atau kisaran usia 14-16 tahun. *** Kita kembali pada Devdas Star Tailes yang sedang melawan Gea dan kloningannya. "Aaarrrghh!" Devdas berteriak saat melempar para Gea agar menjauh dari tubuhnya. Mencegah Gea-Gea itu mati lagi, Devdas lilit tubuh mereka semua dengan Nigrum Mortem dan mempertahankannya terangkat di udara. Para Gea bergerak-gerak berusaha melepaskan diri. "Kau tidak akan bisa berlama-lama menahan kami seperti ini, Devdas!" bentak para Gea serentak. Itu memang benar, sehingga Devdas berdecih. Sekelilingnya dalam rumah berantakan dan beberapa barang hancur, menjadikan rumah itu akan terlalu mengerikan bagi anak-anak kelak. Seolah kehadiran Gea mengacaukan tatanan mereka sebagai keluarga. Devdas sangat kesal dan sangat berharap bisa menghentikan Gea selamanya. Ia bicara pada Qoysan. "Hubungi Xelios! Aku akan membuat pengaduan padanya." Namun, belum sempat Qoysan beranjak, seseorang muncul dan bersuara lantang. "Tidak perlu repot-repot, Tuan Devdas. Saya dikirim kemari untuk mengatasi hal ini." Ternyata Gyo, saudara Gea yang datang. Entah dari mananya kedua orang itu bisa dikatakan bersaudara. Gea berpenampilan sangat Amerika, sangat Hollywood, sedangkan Gyo sangat Asia, berbadan lebih pendek, penampilan sederhana, dan berkulit krem serta bermata sipit. Tipe-tipe artis film bela diri Hongkong. "Oh, kau?" sahut Devdas sangsi. Selama ini ia tidak pernah melihat Gyo agresif atau terang-terangan menghadapi lawan. Ia jadi ragu apa Gyo bisa mengatasi Gea. "Hello, Brother!" sapa Gea dengan sikapnya yang meremehkan. Lalu tertawa terbahak. "Hahahaha!" "Halo, Sis. Sikap sombongmu memang keterlaluan. Kau tidak pernah bisa menahan diri, ya?" Gea mencibir. "Waktu luang membuatku ingin mencari kesibukan. Sangat menyedihkan Devdas tidak melatih anak-anaknya lebih keras." "Mereka masih anak-anak, idi.ot! Usia mereka adalah sekolah dan bermain" tukas Devdas. Ia meringis tak percaya Gea menjadikan hal itu alasan berperilakunya. "Sudah cukup, Gea. Mereka sudah tahu kekuatanmu dan tidak berani melawanmu, jadi aku rasa tujuanmu tercapai. Saatnya mengurangi jumlahmu," ujar Gyo. Devdas melirik penuh minat pada Gyo. Jadi, Gyo datang untuk memusnahkan sebagian Gea? Ia ingin tahu caranya. Maksudnya, jika pun Gyo datang hanya untuk membawa pergi mereka, Devdas sudah cukup senang. Tidak disangka Devdas, kepala Gyo membesar seperti balon, beserta lidah memanjang, memelesat cepat bak sebuah cambuk melilit leher Gea dan menariknya dari cengkeraman Devdas. Devdas ternganga sedangkan Gea menggerundel, "Sialan!" Kepala besar Gyo mendongak lalu rahangnya terbuka sangat lebar dan ia menjatuhkan Gea ke dalam mulutnya. Gyo mengunyah Gea sampai lumat lalu menelannya. "Apa-apaan...?!" Devdas menatap ngeri dan jijik sekaligus. Selesai memakan Gea, kepala Gyo mengecil lagi ke ukuran normal. Lidahnya menjilat sudut bibir yang ada bercak darah Gea. Dengan santainya Gyo berkata, "Cara memusnahkan Gea adalah dengan memakannya sekali teguk, Tuan." Devdas bergidik. Sebenci apa pun ia pada Gea, ia tidak akan memakannya. Ia tidak sudi dan wanita itu terlalu najis baginya. Gyo memakan dua Gea lagi sehingga tersisa satu Gea dan wanita itu bungkam dengan mulut merengut. Devdas melepaskannya. Gea berdiri mendelik Gyo, rasanya ingin balas memakan saudaranya itu. Selesai makan, Gyo bersendawa kekenyangan, kemudian bicara dengan santainya. "Saya datang kemari untuk menyampaikan sebuah misi, Tuan. Klan vampir dan klan serigala mulai sering tawuran lagi. Jadi, Anda harus menghentikan mereka atau perkelahian itu akan menjadi-jadi dan semakin mencolok di komunitas manusia." Bola mata Devdas bergulir. "Memangnya masalah apa lagi yang mereka ributkan?" Ia menggerutu. "Tampaknya karena para vampir mulai banyak yang berjalan-jalan di siang hari, serta pil tambah darah mereka, membuat kaum mereka jadi gampang bersosialisasi. Beberapa dari mereka punya jabatan penting, seperti Fairouz Khan, mulai masuk ke kancah politik. Klan serigala merasa terintimidasi. Mereka curiga orang-orang seperti Khan's memiliki kemampuan hipnotis dan menggunakan itu untuk mempengaruhi manusia." Devdas bersikap skeptis terhadap hal itu. "Biar kutebak. Lawan mereka adalah kelompok Kapoor." "Betul sekali, Tuan." Beh, dua orang itu lagi. Bukankah mereka teman lama? Devdas mendengkus, "Bisakah aku menelepon mereka saja? Aku akan ajak mereka minum-minum. Aku yakin setelah itu semuanya beres." "Seandainya segampang itu, Tuan. Masalahnya mereka sudah berkumpul di pegunungan Kashmir dan akan memulai pertempuran." "Jadi, aku harus pergi ke sana? Melerai mereka seperti aku orang tua mereka?" sindir Devdas. Xelios seharusnya lebih cocok melakukan itu. Katanya pria itu pemersatu umat ... Atau apalah! "Ehm, Tuan Xelios juga memperhatikan jiwa kebapakan Tuan sangat terasah. Jadi, kami percaya Tuan bisa menyelesaikan ini dengan cara yang bijak." "Hhh ...." Devdas mengembus napas panjang. Kemudian ia pikir secepatnya ia pergi ke sana, maka urusan akan semakin cepat selesai, jadi ia bisa kembali ke rumah secepatnya dan menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak-anaknya... serta mengawasi Delisha. "Qoysan, ambilkan mantelku!" seru Devdas. Secepat kilat jin itu menghilang lalu muncul lagi dengan merentangkan mantel keluar Devdas yang terbuat dari bahan kulit warna hitam. Qoysan memasangkan mantel itu. Devdas berpakaian sambil menelepon Vijay. "Aku pergi bersama semua orang karena ada urusan penting. Anak-anak bisa pulang ke rumah dengan tenang. Mereka kupercayakan padamu, Vijay." "Baik, Tuan!" sahut Vijay. Lalu panggilan selesai. Devdas merapatkan kancing-kancing mantelnya lalu menegapkan badan. "Ayo kita pergi!" ujarnya. Devdas, Qoysan, Gyo, dan Gea 1, melesat pergi dari mansion. Rumah sunyi senyap untuk sesaat. Di saat tidak ada siapa pun melihatnya, Gea 2 (yang dulu membawa daging siluman ular) masuk ke dalam rumah itu sambil senyum-senyum puas. Ia bersembunyi di sudut gelap rumah itu dan tidak terdeteksi. Vijay yang kembali dari mengantar anak-anak, celingak-celinguk dalam rumah untuk mengecek keberadaan tuannya serta Nona Gea, karena saat ditinggalkan tadi mereka sedang berdebat. Melihat ruang makan berantakan bekas perkelahian, Vijay mendesah lelah untuk beberapa saat. Bukan soal berantakannya yang ia permasalahkan, tetapi ia sedih kedamaian di rumah itu terusik oleh kehadiran perempuan seperti Gea. Memang, hanya Nyonya Delisha yang cocok mengurus rumah tangga bersama Tuan Devdas. Vijay menelepon beberapa anak buah untuk membereskan berantakan tersebut dan memperbaiki perabot dan bagian bangunan yang rusak. Para pesuruh itu berdatangan. Vijay mengawasi pekerjaan mereka sambil mengurus pekerjaan melalui gawai. Sore hari, rumah itu pun rapi seperti sedia kala. Vijay berangkat menjemput anak-anak dari sekolah mereka. Sesampainya di halaman sekolah, Aaryan, Chander, dan Rani bermuka masam menggerutu sambil berjalan ke mobil. Delisha yang mengiringi mereka, merasa prihatin. "Yah, kami malas sekali kembali ke rumah. Bagaimana jika Papa tidak ada dan Miss Gea membuat ulah lagi? Kami tidak bisa tidur semalaman. Wanita itu membuat rumah kami jadi seperti rumah teror." Vijay menyahut menghibur anak-anak itu. "Tidak usah khawatir, anak-anak. Miss Gea sedang pergi bersama ayah kalian. Rumah bebas dari wanita itu." Aaryan, Chander, dan Rani, bahkan Qoy'an bersemangat mendengarnya. "Sungguh? Dia benar-benar tidak ada?" "Iya. Ayah kalian langsung yang bilang padaku." "Wuaaah. Hebat! Horee!" Anak-anak bersorak seolah itu hari kemerdekaan mereka. Aaryan dan Chander menarik-narik tangan Delisha sambil berseru riang. "Delisha-ji, bagaimana kalau main ke rumah kami dan kita membuat kue bersama-sama lagi?" Delisha tertegun. Anak-anak itu menatapnya berseri-seri membuat hatinya tersentuh dan tidak ingin mengecewakan mereka. Dia kikuk menjawab ajakan anak-anak itu. "E-entahlah, Aaryan, Chander... aku pikir ayahku tidak akan mengizinkan karena ... ini masih hari sekolah ...." Rani mendekat dan mencoba membujuk Delisha juga. "Cobalah tanya dulu pada Mister Richard, siapa tahu beliau memberi izin." "Emm, baiklah ... Akan aku tanyakan." Delisha lalu bergegas ke dalam sekolah menemui ayahnya. Sampai di sini dulu bab ini. Ntar lanjut lagi yaa *** Bersambung... Follow my insta.gram Sisilianovel
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD