DP 09. Misi Gea

3382 Words
Wanita bernama Gea itu bisa memperlihatkan diri, juga menghilang agar manusia biasa tidak ada yang melihatnya. Jadi, Gea bisa berada di sisi Rani sepanjang waktu, bahkan mengikutinya ke dalam kelas. Delisha dan Rani yang duduk bersebelahan bisa melihat Gea, sehingga mereka merasa sangat terganggu. Saat jam istirahat, Delisha dan Rani duduk berjauhan di kantin, tetapi mereka mengobrol melalui aplikasi chat. Delisha: [Jadi, Miss Gea akan berjaga di sisimu terus menerus?] Rani: [Sepertinya. Wanita itu mengatur segalanya bahkan hal terkecil di rumahku. Kasihan Papaku dibuat tertekan olehnya.] Delisha: [Really? Aku kira Mister D mengatur segalanya.] Rani: [Dia dikirim oleh otoritas yang lebih tinggi. Ada bos lagi di atas Papaku] Delisha: [Apa sebenarnya pekerjaan ayahmu?] Rani: [Ia seorang pengusaha, tapi Papa terlibat suatu masalah di masa lalunya, jadi 'mereka' membuat Papa bekerja pada 'mereka'. Menangkap siluman atau jin jahat yang meresahkan manusia.] Delisha terpana membaca pesan itu. Mister D seorang pahlawan super? Wow! Amazing! Delisha menurunkan ponselnya sebentar untuk menggulir bola mata sementara ia berpikir. Tidak mengherankan status Mister D begitu rahasia dan tidak menunjukkan diri di khalayak ramai. Bukankah itu seperti idola impianmu, Delisha? Kyaaahh, keren sekali! Ah, lupakan! Lupakan! Ini beda kasus. Ini kehidupan sungguhan, bukan khayalan. Delisha cepat-cepat menggeleng agar pikirannya kembali lurus. Ia chat lagi Rani. Delisha: [Jadi, Papa kalian pergi lagi menjalankan pekerjaannya?] Rani: [Begitulah. Miss Gea mengawasi kami untuk memastikan Papa menyelesaikan pekerjaannya. Dahulu tidak perlu seperti ini karena ada Mama. (╥﹏╥)] Delisha jadi ragu untuk mengetik lagi, tetapi ia ingin menghibur Rani. Jadi, ia mengirim pesan. Delisha: [Hei, bukankah itu hal yang bagus? Jadi, Miss Gea bisa jadi pengganti ibu kalian.] Muka Rani langsung meringis membaca pesan itu. Bergegas ia mengetik. Rani: [Aku tidak akan pernah menerima wanita itu sebagai pengganti ibuku. Ibuku menyayangi kami semua, ia bahkan tidak pernah marah sampai menyakiti kami dan Papa. Tapi wanita itu bahkan tidak segan menyakitiku untuk mengancam Papa.] Delisha terbelalak. Delisha: [Dia menyakitimu??] Rani: [Iya. Ia memasukkan tangannya ke dalam tubuhku sampai badanku rasanya meriang. Aku masih belum lepas dari trauma itu.] "Oh my God!" perangah Delisha, terbelalak membaca cerita Rani. Ia ingin membalas lagi, tetapi di kejauhan dilihatnya Miss Gea menepuk tangan Rani sehingga ponselnya terjatuh. Rani gelagapan memungut ponselnya di bawah meja makan, sementara Gea bersedekap dengan sebelah kaki menggeretak sepatu hak tingginya. "Kau membicarakan aku dengan seseorang, Rani? Itu bukan perilaku yang bagus untuk seorang gadis muda," tuding Gea. "Bukan urusanmu!" gerutu Rani sembari menghapus chat lalu menutup ponselnya. "Ya, itu urusanku karena kau membahas aku!" sahut Gea yang mendelik tajam ke arah Delisha. Delisha tidak berkelit dari tatapan itu. Ia balas menatap dengan napas menggebu-gebu. Sebagaimana Rani dan adik-adiknya melindunginya dari gangguan makhluk halus, seharusnya ia juga membela mereka sebagai temannya. Gea menyengir mencemooh, lalu ia kembali mengintimidasi Rani. "Cepat selesaikan makanmu! Jam istirahat sebentar lagi habis. Kau mau beralasan biar telat masuk kelas? Dasar anak Devdas Star Tailes. Manja!" Kelas masuk lagi mata pelajaran selanjutnya. Gea semakin merajalela membuat Rani dan Delisha tidak nyaman. Gea berpatroli di antara kedua anak itu, seolah ia pengawas ujian yang memastikan keduanya tidak mencontek. Delisha jadi sebal bukan main. Saat pulang sekolah, Delisha mengira Rani, Aaryan, dan Chander masuk penitipan. Ternyata mereka dibawa pulang karena sudah ada Gea yang akan mengurus anak-anak itu. Delisha merasa kecewa, ditambah dilihatnya Aaryan dan Chander yang biasanya ceria serta banyak gerak, kali itu lesu tak bersemangat, terpaksa masuk ke dalam mobil lalu pulang tanpa menoleh atau melambai padanya. Delisha jadi geram. Ditambah pesannya untuk Rani tidak dibaca juga, membuat Delisha yakin ponsel Rani dikuasai wanita itu atau Rani diawasi sangat ketat. Delisha merasa panas dalam dadanya. Perbuatan Miss Gea rasanya sudah seperti ibu tiri saja. Delisha bergegas menemui ayahnya di ruangan Direktur sekolah. Delisha memburu ke meja kerja Richard. "Daddy, Daddy, apa kau lihat asisten pribadi Mister D yang baru? Yang hari ini mengantar anak-anak Mister D ke sekolah?" "Apa? Asisten baru? Bukan Tuan Vijay lagi?" Delisha menggeleng. "Tuan Vijay hanya jadi sopir hari ini. Miss Gea yang mengatur segalanya." "Tunggu dulu, Delly. Apa masalahnya dengan Miss Gea ini? Jika dia bekerja untuk Mister D, maka itu urusan Mister D, bukan kita." Mulut Delisha terkatup rapat sebentar guna menata kata-kata agar ayahnya percaya padanya. Kemudian ia menjelaskan, "Cara Miss Gea memperlakukan Rani dan si kembar sangat tidak wajar, Daddy. Rani bahkan mengatakan Miss Gea menyakitinya dan mengancam ayahnya." Terpikir seorang Devdas Star Tailes bisa diancam oleh seorang asisten sangat tidak masuk akal bagi Richard. "Tunggu dulu, sayang. Siapa Miss Gea ini sebenarnya?" "Dia bukan manusia, Dad, tapi jika Daddy ingin mengeceknya, coba lihat di rekaman CCTV." Richard menuruti saran Delisha. Ia akses data kamera keamanan sekolah terutama di bagian halaman depan tepat ketika anak-anak Mister D datang. Ada seorang wanita berpakaian sekretaris seksi menggiring anak-anak itu. Wanita yang sangat cantik, meskipun tidak bisa dikatakan wajahnya ramah, apalagi keibuan. Wajahnya cocok sebagai pembunuh berdarah dingin. Ketika giliran anak-anak masuk kelas, Gea tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak, membuat Richard tersentak. "Nah, lihat 'kan Daddy? Wanita itu sebangsa jin yang sangat sakti, Dad. Dia berbahaya. Daddy harus melakukan sesuatu demi keselamatan anak-anak itu. Setidaknya di lingkungan sekolah kita." Richard tidak segera menjawab. Keningnya berkerut dalam memikirkan kemungkinan makhluk demikian bisa berada dalam keluarga Devdas. Rasanya ia tahu satu orang terkait hal itu, yaitu Xelios. Richard lalu meminta Delisha meninggalkan ruangannya. "Aku akan bicara hal serius pada Tuan Xelios, Delisha, jadi tinggalkan aku sendiri. Aku akan mengabarkan padamu hasilnya setelah kami berdiskusi." "Baiklah, Dad. Aku mengandalkanmu," kata Delisha. Ia kecup pipi ayahnya lalu keluar dari ruang kerja itu. Richard mengecek Delisha benar-benar menjauh dari ruangannya sehingga ia bisa menelepon Xelios Xin dan bicara leluasa. "Xelios, apa Nona Gea orang Anda?" "Ah, ya, ia memang orangku. Ada apa? Kenapa? Apa dia menimbulkan masalah?" sahut Xelios terdengar sangat santai. Ia tengah berada di kediamannya, sebuah vila di pegunungan Himalaya. Duduk di sofa berselonjor sambil menikmati segelas anggur dan hangatnya perapian. "Dia membuat anak-anak terganggu. Bisakah Anda katakan pada bawahan Anda itu agar membiarkan anak-anak bersekolah dengan nyaman dan wajar?" "Oh, astaga, dia jadi overacting menerapkan disiplinnya ya? Baiklah, baiklah, akan aku suruh Gea mengawasi mereka dari jauh saja. Err ..., begini, kau tentu tahu pekerjaan sampingan Devdas padaku. Itu membuat anak-anaknya dan otomatis juga anakmu bakalan jadi sasaran empuk penjahat. Jadi, aku kirim Gea ke sana untuk menjaga mereka." "Oh, baik sekali kamu, Xelios," sahut Richard tanpa rasa senang sama sekali. "Kau yakin tidak ada maksud terselubung di balik itu?" "Apa yang kau bicarakan, Richard? Ahahaha, tentu aku punya maksud tertentu. Delisha adalah aset berharga, juga anak-anak itu. Mereka harus dijaga." Richard memutar bola matanya. "Terima kasih sudah menanggapi keluhanku. Pembicaraan ini berakhir sampai di sini, Xelios. Bye!" Ia putus panggilan itu dengan cara yang dingin. Xelios mendesah panjang setelah Richard selesai. Dua pria sudah mengeluhkan Gea, membuat Xelios tak habis pikir apa masalah para pria itu sehingga jadi sangat sensitif terhadap Gea. Segera ia telepon wanita itu dan Gea langsung menjawab tanpa ia sempat menunggu. "Ya, Master. Ada apa?" "Richard Lee baru saja meneleponku. Anaknya mengeluhkan soal kamu. Tolonglah, mulai besok jangan terlalu menarik perhatian lagi. Aku tahu kau sangat ingin unjuk kehebatanmu di depan orang-orang, tetapi kali ini kita harus melakukannya perlahan-lahan dan berhati-hati." "Baiklah, Master, tetapi untuk Nona Delisha saya tidak akan segan padanya karena saya harus mempercepat cakranya terbuka, agar tujuan Master cepat tercapai, yaitu memanggil Master Zourdan turun ke bumi." Xelios malah berdesis. "Sssht, kau bicara seperti itu, bagaimana kalau didengar orang lain? Kalau Devdas tahu, gagallah rencana kita." Terdengar Gea tertawa meremehkan. "Pria itu sedang terjebak dalam angan-angannya sendiri. Dia pikir terbukanya cakra itu karena dirinya, padahal tanpa dia pun jika saatnya tiba, cakra itu akan terbuka seluruhnya. Dari mana ini semua bermula, maka di sana jualah ini semua akan berakhir. Delisha akan kembali ke tangan pemiliknya asal muasal. Master kita, Master Zourdan." "Betul sekali, Gea," sahut Xelios lirih. Kemudian ia memutus panggilan telepon itu. Xelios bertelungkup di lengan sofa, menatap bola kaca diorama pemandangan pegunungan Himalaya yang terletak di atas meja samping. Xelios membolak-balik diorama itu sehingga tampak saljunya berguguran. Ia bergumam dalam lamunannya. "Saatnya akan tiba, sayangku. Segera setelah nyawa Delisha di tangan Zourdan, kita akan terbebas dari kutukan ini. Alice ... cintaku ...." [Karena ini menjelang akhir seri Play In Darkness, Sisil akan pertemukan musuh utama dan biang kerok penderitaan Devdas, Imdad, dan Rajputana, yaitu Zourdan.] Zourdan seorang maestro di mana ia memainkan pion-pion yang bertujuan mencapai kesuksesannya sebagai petugas eselon tingkat atas. Seperti diketahui, wujud manusia adalah wujud terendah kaum malaikat. Semakin tercapai prestasinya, bertambah pula kesaktiannya. Tanda kesaktiannya adalah berubah bentuk wujudnya semakin agung. Bukan lagi berwujud manusia, melainkan simbolis, bisa berupa cincin cakram, segitiga, kepala tiga, trisula, atau sebuah mata raksasa yang jika berkedip maka bisa menghancurkan sebuah galaksi. Jumlah pejabat sejenis itu sangat sedikit, bahkan bisa jadi hanya satu-satunya. Itulah yang diinginkan Zourdan. Kekuatan tanpa tandingan. Alice mengkhianati Zourdan. Karena marah, ia perangkap Alice sebagai Shambala yang menjaga tangga surga di puncak Himalaya. Di sana, Shambala atau Alice dalam wujud astral bertugas mengumpulkan jiwa tersesat, semacam lembaga sosial pengungsi bagi Zourdan. Kadang-kadang Alice turun ke pemukiman dan membaur untuk sekadar minum-minum di bar lokal. Di tempat seperti itu, kadang Xelios berjumpa dengan Alice, tetapi wanita itu tidak mengenalnya sama sekali. Setelah mengetahui kekuatan Delisha, Xelios mulai mencari tahu alur benang merahnya dan ternyata Zourdan menawarkan akan memunahkan perjanjian mereka, sehingga Xelios dan Alice dapat hidup normal asalkan ia mendapatkan nyawa Delisha. Ia berdiskusi dengan Kimberly soal itu, tetapi wanita itu tidak menanggapinya serius. Zourdan hanya penipu, katanya, persis seperti anggapan Alice. Xelios sabar menunggu hingga Delisha membesarkan anak-anaknya. Angin kematian seharusnya menangkap Delisha, tetapi semua kacau gara-gara cincin kutukan. [Di sini peran Akshay yang bekerja untuk kepentingan Erion] Xelios menyadari ia dan Devdas dalam posisi yang sama, tetapi pria itu seharusnya menyerah saja. Devdas punya anak-anaknya, dibandingkan dengan dirinya yang kesepian ini, bukankah Devdas terlalu serakah jika ingin memiliki Delisha yang kedua kali? *** Gea tidak peduli dengan semua latar belakang kehidupan Devdas dan Delisha. Tugasnya hanya mengabdi pada Xelios dan menjalankan perintahnya. Jadi, ia hanya ingin menyenangkan Master-nya. Setahu Gea, Xelios dan Alice sepasang kekasih yang memegang emblem The Lord dan The Lady karena perjanjian mereka dengan Zourdan dan emblem itu harus disatukan agar berfungsi maksimal. Gea bertengger di pohon yang sangat tinggi. Wanita itu menyeringai menikmati tontonan Devdas baku hantam dengan siluman penghuni gelang batu giok berwujud ular betina warna hijau. Siluman itu berasal dari Cina. Siluman betina yang dandanannya bersanggul macam putri Cina. Siluman itu menyamar sebagai wanita cantik, menggoda pria lalu memakan mereka. Sambil menahan kepala siluman itu dan badannya dililit, Devdas berpikir apakah siluman gelang semacam ini buatan Erion? Karena jika iya, maka benar dugaannya, Erion tukang perhiasan. Ia pukuli kepala wanita itu tanpa mempedulikan kemarahan makhluk tersebut. Devdas tidak buru-buru menghabisinya karena bersama siluman itu lebih menyenangkan daripada bersama Gea. Begitu mati, siluman ini selesai. Tidak seperti Gea. Mati satu tumbuh seribu. Hhhh .... Gea melirik bulan sudah tinggi. Ia bosan menunggu Devdas tak kunjung selesai juga. Jadi, Gea melompat ke tengah pergumulan, muncul tepat di wajah siluman itu, menadah pukulan Devdas. Seketika mata Devdas terbeliak menyaksikan Gea menjadi dua lagi. "Sialan!" maki Devdas. "Huahahah, makanya jangan melamun, Tuan Devdas. Kau jadi ceroboh," cemooh Gea. Kedua Gea mengempit leher siluman ular hijau itu dan mempersilakan Devdas menarik kantong racun dalam mulutnya. "Ssssbberengzzeksss!" desis siluman ular hijau. "Kelak zzz kakakku zzz akan membalas dendam pada kalian! Zzzz." Dengan berat hati Devdas mencekoki rongga mulut siluman itu dengan tangannya. Ia tarik keluar kantong bisa ular hingga lepas dari urat-uratnya. Mata siluman itu terbalik lalu terkulai lemas tak bernyawa lagi. Tangannya penuh lendir asam, serta memegang kantong kenyal mukosa berlendir, Devdas jijik sekali. Ia masukkan kantong itu ke dalam gelas kaca lalu ingin menyerahkannya pada Gea, akan tetapi kedua Gea malah mengeluarkan pisau menguliti siluman ular tadi. "Harga jualnya sangat bagus dan ditunggu-tunggu kolektor fashion. Kulit ular ini akan jadi barang yang paling dicari," gelegar Gea sambil tertawa -tawa penuh kepuasan. Devdas mendengkus jenuh. Akhirnya ia duduk di pohon menunggu Gea sambil memegang gelas berisi racun ular. Bosan menunggu, Devdas pandangi racun ular itu dan terniat meminumnya. Iseng ia bertanya pada Gea. "Kalau bisa ular ini, apa gunanya?" "Bervariasi. Mulai untuk obat-obatan, kosmetik para jin, serta senjata beracun." "Kosmetik?" "Iya, jika ada jin air ingin menghilangkan kerutan di wajahnya, ia bisa menggunakan bisa ular itu sebagai masker wajah." "Astaga ...," desah Devdas, tetapi kemudian ia mengeluarkan jurnal Delisha dan membuat catatan baru di lembarannya. Devdas tersenyum sambil menulis. Delisha pasti akan menyukai ini, batinnya. Dua Gea menguliti si ular dan juga memotong-motong dagingnya. Kemudian salah satu Gea membawa semua hasil jarahan dari siluman ular itu, sementara Gea 1 dan Devdas kembali ke mansion di Chicago. Dini hari memasuki rumahnya, Devdas menyempatkan menengok anak-anak di kamar mereka, akan tetapi ia terkejut tidak menemukan si kembar di kamarnya. Ia ke kamar Rani, ternyata ketiga anaknya tidur bersama. Devdas terenyuh. Suasana rumah pasti tidak nyaman bagi mereka sehingga memilih berkumpul. Devdas pun akhirnya turut bergabung di kamar itu setelah ia membersihkan diri. Ketiga anaknya terbangun ketika ia naik ke ranjang, bergegas merangkulnya. "Papa sudah pulang? Papa, we miss you ... Huk hu hu huuu." Ketiganya menangis sesenggukan. "Ssshh, sudah, sudah .... Ayo kita tidur lagi. Besok kalian masih sekolah, 'kan?" Devdas usap rambut mereka sambil membujuk anak-anak itu. Ketiganya mengangguk. "Iya, Pa, karena dengan ke sekolah kami bisa melihat Delisha-ji. Kalau main di sini lagi, rasanya tidak mungkin. Huk hu huuu...." "Hhhh ...." Devdas mengembus napas panjang. Ingin rasanya ia terbang menjemput Delisha ke rumahnya, tetapi ia tahu itu tidak mungkin. Devdas diam saja lalu berbaring berusaha tidur. Anak-anak terlekap ke dadanya, mengantuk tetapi menangis sehingga mereka tertidur dengan linangan air mata. Setelah ketiganya terlelap, Devdas pun meneteskan air matanya. Dulu ia pernah berkata bahwa selisih waktu di antara mereka tidak akan jadi masalah, ia akan menunggu. Namun, sekarang selisih itu terasa menyesakkan d**a. Devdas berbisik pada udara malam. "Cintaku, hidupku, kegembiraanku, kapan kita akan bersama lagi? Aku sudah sangat rindu ...." Tidak ada jawaban didapatnya. Devdas pun tertidur bersama para pelipur lara, buah hatinya dengan sang terkasih. *** Sangat tepat jika Delisha menyebut sang ayah punya trust issue, karena tidak ada satu hal pun akan dipercaya Richard Lee, baik itu ucapan, kabar, orang, bahkan ucapan sang putri. Ia akan mengecek ulang segala sesuatu dan memikirkan segala kemungkinan yang bakal terjadi serta menimbang untung ruginya. Bukan untung rugi dalam bentuk materi, tetapi yang mana yang berdampak rusak lebih minim, nasib baik jika malah beruntung. Intinya, jangan berharap banyak pada orang lain dan itulah yang persis dilakukannya terhadap janji Xelios Xin. Orang-orang Xelios Xin adalah umat yang paling tidak dapat dipercaya. Jika tidak, mana mungkin ia dibekali emblem berkekuatan khusus. Keputusan Kimberly mempercayakan emblemnya pada Delisha, bisa jadi karena itu yang terbaik dan yang seharusnya mengambil kembali emblem itu adalah Kimberly sendiri, bukan orang lain. Dan bukankah putrinya selalu menjadi incaran makhluk astral? (Ia tidak akan tahu hal ini jika bukan karena pengalaman kehidupan Delisha bersama Imdad/Devdas) Lalu Xelios menugaskan seorang jin untuk menjaga putrinya? Bukankah itu seperti menyuruh kucing menjaga ikan? Richard akan lebih yakin mempercayakan putrinya pada Devdas daripada Xelios. Setidaknya ia tahu Devdas tulus mencintai putrinya dan ingin melindunginya dengan berbagai cara yang tidak membuat Delisha terganggu. Jadi, ketika menjelang malam, Richard mengirim pesan pada Devdas agar menemuinya di flat. Devdas sedang beristirahat di rumahnya karena belum ada misi. Ia diam di kamar memikirkan cara mengenyahkan Gea. Wanita itu ada di rumahnya sedang sibuk mengatur pekerjaan rumah putra-putrinya bagai ibu tiri sekaligus pengawas ketertiban sekolah. Devdas membaca pesan itu dan segera menyembunyikan ponselnya sebelum dipergoki Gea. Wanita itu belum tahu ia punya cincin penghilang. Devdas kenakan cincin itu lalu pergi dari rumahnya tanpa diketahui siapa pun. Kediaman Richard Lee selalu terasa hangat menyambutnya karena ada Delisha di sana. Siberian menjauhkan makhluk halus dari sekitar Delisha sehingga gadis itu merasa nyaman dan kepercayaan dirinya meningkat. Hal itu mempengaruhi aura yang dipancarkan Delisha. Devdas berharap keadaan selalu stabil bagi gadis itu. Devdas masuk ke lantai dua melalui jendela yang dibukanya dengan mudah menggunakan kekuatan Nigrum Mortem. Angin malam berembus ke dalam ruangan menerbangkan kertas-kertas di hadapan Richard Lee menjadi salam kedatangan Devdas. Rahang Richard Lee mengeras, bersuara dingin menyapa Devdas. "Cepat sekali kau tiba, Dev." "Tentu saja, Ayah. Aku tidak akan membuang-buang waktu jika menyangkut Delisha," sahut Devdas dengan suara tak kalah dinginnya seraya ia menampakkan diri pada Richard. Di ruang bawah, Delisha menyiapkan makan malam ditemani Siberian yang seliweran dekat kakinya. Anjing itu mendongak lalu menyalak riang ke arah langit-langit. Delisha bicara pada Siberian sambil mengaduk makaroni rebus. "Ada apa, Sibe? Kau tidak sabaran ingin memanggil Daddy? Tunggu ya, makanannya belum siap. Kita panggil Daddy jika semuanya sudah beres." Siberian kembali mengelilingi Delisha. Devdas berdiri saja di tengah ruangan kerja lantai dua flat itu. Lebih mudah baginya jika harus pergi tiba-tiba. "Aku siap mendengarkan. Apa yang ingin kau sampaikan, Ayah?" "Tentang asisten pribadi barumu. Wanita yang bernama Gea. Ia bangsa jin, bukan?" "Iya. Apa Delisha memberitahumu soal dia?" "Hmm. Di antara semua jenis makhluk demikian, aku harus mengatakan bahwa aku hanya mempercayaimu." "Oh." Devdas terenyuh mendengar hal itu. Ia nyaris tersenyum lepas dari wajah membekunya. "Kau memang harus mempercayaiku, Ayah." "Soal Gea ini, kau tidak mempercayainya sama sekali, bukan?" "Tentu saja tidak, Ayah. Aku telah mendapat pelajaran berharga soal kepercayaan ini. Tidak peduli betapa setianya mereka mengakui, mereka suka memutar-mutar situasi dan perkataan." "Kalau begitu kita sefrekuensi," timpal Richard. "Aku dengar dia mengincar emblem yang disimpan Delisha. Bagaimana menurutmu jika ia mengambilnya secara paksa? Aku tidak pernah menyaksikan langsung sistem dunia kalian, tetapi nalarku mengatakan jika ia melakukannya, itu berpotensi membuka cakra Delisha. Menurutku, secara alam bawah sadar Delisha akan melakukan proteksi terhadap dirinya sendiri jika mendapat ancaman. Hal-hal yang menginisiasi terbukanya dimensi lain pasti akan memicu pertahanan diri itu." "Betul sekali, Ayah. Aku juga berpikir demikian. Masalahnya aku belum menemukan cara mengatasi makhluk seperti Gea. Dia jenis yang bisa mereplikasi diri jika dimusnahkan." "Tapi kau yakin pasti ada caranya, 'kan?" "Iya, yakin, tetapi aku tidak ingin kentara agar Gea tidak mewaspadaiku. Delisha selalu menasihatiku agar selalu merendah untuk meminimalkan musuh-musuhku." "Terdengar putriku sangat bijaksana, eh?" "Dia terlalu rendah hati, sampai aku sering berpikir orang lain akan memanfaatkannya saja. Jika ia tidak punya kelainan penglihatannya, entah berapa banyak orang yang akan menjebaknya." Richard mengangguk-angguk setuju, karena itu ia ingin Delisha bisa bela diri agar punya ketegasan bersikap. Delisha selesai menyajikan Mac and Cheese di piring makan. Ia berlari kecil menuju lantai dua diiringi Siberian. Pancaran energinya mendekat dirasakan Devdas. "Dia sedang kemari," ujar Devdas. Richard bersiaga. Ia merapikan kertas-kertas yang berserakan. "Ingat kataku tadi, cari cara mengatasi Gea." "Baik, Ayah!" Devdas menghilang dengan mengenakan cincinnya. "Daddy!" seru Delisha saat pintu ruang kerja ayahnya terbuka. Ia semringah lalu seketika wajahnya menyelidik curiga sekeliling ruangan itu. Ia lihat ayahnya memungut kertas yang berserakan meskipun hanya ada beberapa lembar. "Kenapa lagi, Dad? Apa ada seseorang masuk ke ruangan ini? Kenapa Daddy membuka jendela di cuaca seperti sekarang?" Siberian duduk di tengah ruangan dan menyalak-nyalak minta perhatian Devdas. Pria itu mematung tanpa berani bernapas. "Aku ingin melihat pemandangan langit malam," alasan Richard. "Aku rasa mataku sudah cepat lelah belakangan ini, jadi perlu penyegaran." Ooh, Daddy mulai tua, batin Delisha. Ia melintasi ruangan hendak menutup jendela, akan tetapi terhenti seketika dan mengendus aroma udara sekitarnya. Kenapa aromanya terasa familier? Delisha menanyai ayahnya. "Dad, apa kau menggunakan parfum baru atau pengharum ruangan?" Delisha menoleh ke Richard dalam posisi wajah dan tubuhnya saat itu menyapu badan Devdas yang transparan. Rasa hangat mengusap dalam da.da Devdas, membuat Devdas terhenyak oleh rasa tenang yang dirindukannya. Richard agak kebingungan jadinya. "Engg, tidak, sayang. Kenapa?" Delisha kembali menuju jendela dan menutupnya. "Tidak kenapa-kenapa, Dad. Aku mencium aroma yang hangat seperti rempah wangi dan musk. Bau-bau seperti yang pernah kuendus jika bersama anak-anak Mister D dan di rumahnya. Apakah itu semacam wewangian India? Aromanya menyenangkan." Richard tercenung menyadari itu aroma kolonye Devdas, sehingga matanya menyipit mencurigai pria itu, jangan-jangan sedang menggrepe-grepe putrinya saat tidak terlihat. "Ayo kita keluar, Delly, aku sudah tidak sabar ingin makan malam," ujar Richard serupa menggerutu. "Ya, Dad!" seru Delisha bersemangat menggandeng ayahnya keluar ruangan. Setelah ruangan itu tertutup rapat, Devdas pergi dari kediaman itu. Ia melesat ke tempat yang sangat jauh, yaitu Istana Langit Raja Erion. Apa yang dilakukannya di sana? Kita cek episode berikutnya. *** Bersambung... Follow my insta.gram sisilianovel
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD