Malam nan Horor

1251 Words
Tok tok tok … tok tok tok … untuk sekian kali terdengar ketukan itu lagi. “Biar ku buka pintunya Do” jawab Rey mulai terlihat kesal. “Udah ga usah Rey biar aku saja, kamu jaga Ahmad situ” jawab Edo sigap tak mau kalah. Ketika Edo membuka pintu tersebut sambil mengumpat “siapa sih malam-malam begini, disuruh masuk malah ngetuk pintu terus …” belum selesai dia ngomel, tiba-tiba apa yang dilihatnya sungguh diluar dugaan. Nihil tak ada siapapun yang ada di luar, dia coba keluar kamar memalingkan pandangan ke kiri dan kanan, hasilnya tetap sama tak ada satupun manusia yang terlihat. Buru-buru dia masuk kembali dan menutup pintu kamar tersebut. Hawa dingin seketika langsung menyelimuti tubuh Edo dan ia jadi merinding. “Kenapa Do, siapa tadi yang ketuk pintu?” tanya Rey. “Sama seperti kejadian semalam, hiiii … Aku berapa kali diketuk begitu juga, terakhir yang ada malah si Adi itu wal” kata Edo mulai menggigil ketakutan. “Ya sudah kamu tidur duluan aja wal, kita gantian biar bisa hemat tenaga buat besok lagi” kata Rey membujuk Edo. “Ok lah aku duluan ya, ntar klo ada apa-apa ikam lambaikan aja tangan” canda Edo. “Setan kam, kira lagi uji nyalikah …” kamipun tertawa bersama. Satu jam telah berlalu dan waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Edo terlihat begitu pulas ditambah lagi dengan suara ngoroknya yang saling bersahutan dengan suara kodok dan jangkrik diluar yang begitu merdu. [Mungkin dia terlalu lelah menjaga sang sahabatnya] pikir Rey dalam hati. Sambil menjaga Ahmad, Rey sempatkan mengerjakan tugas dari kampus. Namun selang beberapa menit, ada hasrat yang timbul dari dalam dirinya yang begitu kuat untuk segera beranjak ke WC. Rey ingin buang air kecil karena sedari sore memang belum ada ke toilet. Tetapi ada sedikit keraguan kala ia mau meninggalkan mereka berdua saat itu, tapi hasrat yang begitu kuat yang tidak sanggup ia tahan lagi. Dengan sangat terpaksa ia memang harus segera ke WC. Sepanjang jalan yang ia lalui menuju WC tersebut memang sudah terasa beda hawanya. Di tambah lagi hawa dingin khas kota Malang membuat merinding semua bulu kuduknya. Tapi karena hasrat tadi, terpaksa ia harus melupakan semua rasa tadi dan tetap Rey lalui juga hingga akhirnya selesai juga. Ketika keluar dari WC, dari kejauhan Rey melihat ada seseorang yang sepertinya sangat ia kenal. Dia berjalan menuju ke arah keluar kos. “Siapa itu kok jalannya begitu cepat, tapi dari pakaian dan fisiknya sepertinya aku ga asing” dalam hatinya bertanya. Segera Rey mengejar sosok itu, namun sayang sepertinya ia begitu cepat menghilang. Rey langsung kembali ke kamar Ahmad. Tapi, begitu masuk kamarnya … “Astaghfirullah!” pekiknya. Segera ia membangunkan Edo “Do bangun Do, Do bangun … ” Rey menggoncang-goncang badannya agar lekas terbangun. “Hmmmhhh … ada apa, ada apa Rey?” tanya Edo kaget. “Ahmad mana?” tanya Rey mulai panik. “Aku juga ga tau wal, kan aku tertidur tadi …” jawab Edo mulai ikut panik. “Ayo sudah kita cari sama-sama…” ajakku pada Edo. Kami berdua langsung keliling kos, seperti lagi ronda keliling. Satu persatu anak-anak dikos kami bangunkan berharap ada yang tau kemana Ahmad. Terpaksa semua penghuni kos kami ganggu malam itu. Disetiap sudut bangunan kos kami mencari si Ahmad dan hasilnya masih nihil. Timbul kecurigaan Rey pada sosok yang ia lihat sewaktu mau keluar dari WC tadi. Sudah sejam mereka mencari Ahmad, tetap belum membuahkan hasil. Akhirnya Rey coba ke kamarnya untuk mengambil sesuatu. Ketika mulai membuka pintu kamar, betapa terkejutnya aku menyaksikan kejadian tersebut. Ternyata si Ahmad sudah terbaring di kasur Rey. Sambil tangannya menggerakkan tasbih. Ia langsung mendekatinya perlahan-lahan. “Rey, ikam kah itu?” kata Ahmad pelan. “Iya Mad, aku dan anak-anak tadi mencari kam kemana-mana …” jawab Rey pelan. “Kok bisa kamu dikamarku Mad, sejak kapan? Kam sudah sehatkah?” tanya Rey lagi. Dengan mata terpejam Ahmad menjawab pertanyaan Rey “entah Mad siapa yang menggerakkan tubuh ini, aku serasa ada yang membisiki dan menggerakkan agar segera berpindah ke kamarmu, seperti melayang ringan tubuhku dan unda merasa nyaman di kamarmu ini wal” jawab Ahmad dengan sedikit tersenyum. “Aku juga tidak tahu, tapi aku merasa disebuah tempat yang sejuk dan tenang, aku kira itu dimana? Sekalinya dikamarmu Rey, maaf ya wal, aku numpang dulu di kamarmu” jawab Ahmad lagi. [Wah aneh juga ya, padahal kondisi dia tadi lemah, bagaimana dia bisa berjalan, apa dia digendong seseorang ya, tapi kok secepat itu berpindahnya] dalam hati Rey bertanya-tanya terus. “Iya Mad asal bisa buat kam lebih nyaman, ok aja kok” jawab Rey senang. “Sebentar aku panggil Edo, dia sangat khawatirkan ikam tadi…” katanya pada Ahmad. “Oya kamu juga pasti lapar kan dari kemarin cuma minum aja, sebentar ku masakin indomie ya,” kata Rey lagi dengan semangat karena melihat kondisi Ahmad ada perubahan saat itu. “Maaf wal sudah merepotkanmu” kata Ahmad masih dengan mata tertutup dan tangan menggerakkan tasbih. “Udah men, kita disini sama-sama merantau, ga punya saudara juga, AKU INGIN KITA SAMA-SAMA SAAT SUSAH & SENANG, karena kelak AKU GA TAU SIAPA YANG KELAK MENJADI JEMBATANKU DI AKHIRAT KELAK” kata Rey penuh harap. “Assalammualaikum, bener feelingku kan ikam disini mad …” tiba-tiba muncul si Edo. “Ya maaf Do sudah buat kalian pada cemas” jawab Ahmad. “Ya udah ku tinggal dulu Do, aku mau masak mie buat Ahmad” sambil ku beranjak keluar. “Ok Rey, punyaku special pake telut yak … hehehe” sahut Edo. “Ah dasar ikam aji mumpung lah” balas Rey. Pikiran Rey masih melayang-layang tentang Ahmad. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dari kejadian yang menimpa sang sahabat. Sambil melangkah menuju dapur ia terus memikirkan kejadian tadi. Tanpa terasa waktu sudah mengarah ke pukul 4 subuh. Secara tak sadar Rey dan Edo ikut tertidur dikamar Rey. Keesokan harinya ketika mereka bangun, hari sudah mulai beranjak siang. Sekitar pukul 8 pagi, untung saja hari sabtu, hari itu kebetulan jadwal libur kuliah. Di samping terlihat si Edo masih pulas dengan tidurnya. Lalu ketika Rey mengalihkan pandangan ke arah tidurnya Ahmad semalam, betapa shocknya dia. “Hah … kemana si Ahmad?” tanyanya dalam hati. “Do bangun Do, si Ahmad ngilang lagi tuh … ” Rey coba bangunkan si Edo. Rupanya karena dengar nama Ahmad, si Edo langsung terkejut bangunnya. Nyawanya belum begitu penuh terkumpul di raga Edo, dengan mata yang masih memerah ia malah berbalik tanya pada Rey “kemana Ahmad Rey?” Rey malah kesal “Ya elah, unda juga ga tau, unda baru bangun sudah ga ada disini wal, ayo dah kita cari sama-sama”. Tanpa cuci muka dan gosok gigi mereka berdua mencarinya. Dan akhirnya mereka menemukan kembali si Ahmad lagi di kamarnya. Dia sedang membersihkan kamarnya sendirian. “Wei my men sudah pada bangun nih, nyaman gruingnya lah…” sambil nyengir si Ahmad, tanpa rasa berdosa, padahal kami sudah sangat khawatir. “Kam udah sehat Mad?” tanya Rey tampak kebingungan. “Lha ikam lihat sendirikan? Sehat lah wal” sambil membusungkan dadanya. “Udah pada mandi belum? Klo belum mandi sono gih, habis tu kita cari sarapan yuk, perutku cacingnya dah pada teriak” timpal Ahmad lagi. Selama dalam perjalanan mereka mencari sarapan, bicara panjang lebar mengenai kejadian-kejadian yang dialami Ahmad, Rey dan Edo. Entah kenapa sepertinya si Ahmad seperti lupa ingatan. Dia merasa tidak mengalami sesuatu yang aneh beberapa hari yang lalu. Apa yang Rey dan Edo ceritakan dia tidak merasa tidak pernah mengalaminya. Yang dia ingat malah hanya pacarnya si Diana. Rey dan Edo agak sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Ahmad soal si Diana. Mereka berusah membujuk dia agar melupakan Diana. Kembali ahmad merasa seperti ling lung dan terdiam. Setibanya di warung Ahmad lebih banyak diamnya. Mungkin karena soal Diana lagi, pikir Rey. Ya mungkin karena obrolan mereka sewaktu dijalan tadi. Kembali timbul rasa iba Rey dan Edo melihat keadaan si Ahmad yang terus termenung tanpa gairah. Terasa beda dengan sewaktu mereka mulai berangkat dari kos tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD