PART 4 - MENGENALNYA.

1899 Words
PART 4 – MENGENALNYA. Nadya Faranisa merupakan sosok seorang gadis yang sangat cerdas. Sejak duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama, Nadya sudah satu sekolah dengan Gavin. “Kira-kira kamu mau lanjut ke SMK apa SMA?“ tanya Gavin. Mereka berdua sedang berada dikantin sekolah. “Aku mau masuk SMK. Kamu?” Nady balik bertanya. “Sama,” jawab Gavin. “Ambil jurusan apa?” Gavin kembali bertanya. “Akuntansi," jawab Nadya. “Sama.” Lagi-lagi Gavin menjawab enteng. Naday menghentikan makannya. “Kamu ikuti aku masuk SMK?” “Ya gaklah.” “Emang cita-cita kamu apa?” Nadya menatap lelaki di depannya sambil menyedot minumannya. “Aku mau bangun Mall.” Lirikan aneh terlihat di mata Nadya. “Bangun Mall itu pekerjaan arsitek.” Gavin terkekeh. “Yang gambar perencanaan gedung dan Mall memang pekerjaan arsitek.” “Aku mau jadi bosnya, yang bayar gaji mereka.” Nadya berdecak. Bisa aja menjawabnya. “Kamu sendiri apa cita-citamu?” Gavin menupukkan lengannya di atas meja. “Aku mau kerja di bank,” jawab Nadya bangga. “Pilihan kedua?” Alis Gavin terangkat satu. “Maksudnya?” Nadya tak mengerti. “Selain kerja di Bank? Yah, siapa tahu aja kan kamu gagal." Nadya mencebik. Itu sih mendoakan yang tidak-tidak namanya. Lalu ia tersenyum penuh arti. “Mau jadi istri dari orang yang naro duit banyak di bank.” Dan mereka pun tergelak berdua. Mereka tak pernah berjanji untuk masuk sekolah yang sama. Nyatanya mereka kembali bertemu di SMK 240. Sama-sama mengambil jurusan Akuntansi. Karena keduanya memiliki otak sama encer, mereka kerap bersaing peringkat. Dan seolah takdir selalu mempertemukan Nadya dan Gavin, mereka sekelas selama tiga tahun di SMK 240 Gavin selalu menjadi ketua kelas. Dan Nadya selalu menjadi teman baiknya, juga musuh dalam meraih titel siswa teladan. Nadya dan Gavin juga sering memperebutkan posisi juara satu sejak mereka sama-sama duduk di kelas satu SMK. Hanya saja, perbedaanya Gavin berasal dari keluarga yang ekonominya di atas Nadya. Jadi ketika lulus sekolah, di saat teman-temannya sibuk mencari pilihan universitas termasuk Gavin, Nadya memilih untuk bekerja. Sejak itu Nadya menarik diri dari ruang lingkup teman-temannya. Ia sudah tidak memiliki waktu lagi untuk sekedar bertemu dan berkunjung. Ia sudah tidak memiliki ibu. Karena sejak ia masih SMP sang bunda sudah berpulang karena sakit. Ia hanya memiliki Ayah. Awalnya Nadya bekerja pada perusahaan jasa. Selama tiga tahun ia bekerja di sana. Namun suatu hari perusahaan itu kolaps. Hingga tutup. Tepat saat sang Ayah juga kena phk karena sering sakit-sakitan. Nadya berasal dari keluarga yang pas-pasan, dan rumah yang ia huni bersama orang tuanya juga rumah kontrakan. Hingga akhirnya ia menerima pekerjaan menjadi pelayan di sebuah kantin universitas. Sulitnya lapangan pekerjaan untuk lulusan SMK, membuat Nadya menerima pekerjaan tersebut. Itulah awalnya, Nadya memastikan jika ia sudah jatuh cinta dengan seorang lelaki yang bernama Arkhan Pranaja. Ia tak pernah menduga setelah lama tidak melihat sosok Arkhan, Tuhan mempertemukan mereka dalam kondisi yang sama sekali Nadya tak pernah duga. Nadya baru saja membersihkan meja untuk para pelanggan kantin, tempatnya bekerja. Setiap hari Nadya datang lebih dulu untuk bersih-bersih, sebelum kantin itu buka. Ia tinggal menyapu lantainya saja. Tengah ia menyapu, datang segerombolan mahasiswa. “Hey Mbak, mana makanannya?” teriak salah satu dari empat orang mahasiswa itu. Nadya menoleh, ia mengenali mereka. Anak-anak orang kaya yang sering berbuat ulah. Memangnya mereka tidak melihat kantin ini masih tutup? Pikir Nadya. Rasa kesal mendadak menderanya. Ia paling malas melayani orang yang tidak memiliki tata krama, sekalipun mereka anak orang berada. “Maaf, kami baru buka. Ibu kantinnya belum mulai masak.” BRAKK Nadya tersentak. Serbet di tangannya bahkan terlepas. Ia paling tak tahan mendengar bentakan. Amarah Nadya mulai naik. Ini yang ia tidak sukai dari mereka yang hanya mengandalkan harta orang tua. Tidak memiliki sikap empati terhadap manusia yang memiliki perekonomian di bawah rata-rata. “Cepat bawa daftar menunya kemari! Kita semua lapar, dan mau makan! Gak usah takut, gue bayar semua!” teriak anak yang lain. Karena kesal, Nadya menghampiri ke empatnya. “Mending mas-nya makan di tempat lain saja. Percuma mau marah atau ngomel gak akan ada makanan! Mau saya kasih air comberan buat mulut kalian yang main perintah kaya bos gitu?” Keluar sudah kata-kata kasar dari mulut Nadya. Orang kasar harus dibalas kasar kan? Salah satu dari empat orang itu mengangkat alisnya. Ia berdiri, namun Nadya tetap berdiri di tempatnya. Ia bersidakep, seolah menunjukkan ia tidak takut pada mereka. Ia paling tidak suka dengan anak-anak yang tidak memiliki rasa sopan-santun terhadap sesama. Mereka pikir mereka bisa membeli semuanya dengan uang? “Wow, lo berani perintah kita?” Nadya berdecak. Memang siapa yang takut? “Kenapa ngga?” tantangnya. Tiba-tiba lelaki di depan Nadya reflek memegang dagu Nadya dengan kencang, dan membuat wajah gadis itu menengadah keatas. “Ternyata selain galak, kamu cantik juga ya.” Tanpa Nadya duga lelaki itu mengecup kilat bibirnya. Karena terkejut, reflek Nadya menampar lelaki itu hingga membuat wajahnya bertoleh ke kanan. Nadya dengan raut wajah emosinya karena lelaki berandalan ini telah berlaku kurang ajar. Sementara sang lelaki, wajahnya kini merah, karena baru kali ini ia di tampar seorang gadis pelayan restoran. Tangannya mengepal. Ia tidak suka direndahkan begini. Tangan lelaki itu terangkat hendak membalas perlakuan Nadya. Yang bisa Nadya lakukan hanya menutup mata. Namun, sepersekian detik, ia tidak merasakan apa-apa. Hingga ia membuka matanya kembali. Seorang lelaki menjulang di sampingnya, menahan telapak tangan yang sudah mengudara itu. “Perlakukan wanita dengan baik, karena kamu di lahirkan dari rahim seorang wanita.” Tiga orang lelaki yang sejak tadi duduk hanya menonton, langsung berdiri. Sementara satu lagi yang tangannya sedang di cekal, langsung menghempaskan tangannya begitu saja, demi melihat siapa lelaki yang menolong wanita pelayan kantin ini. “Ingat, aku gak mau melihat kalian muncul di kantin ini lagi, kecuali kalian mau aku laporkan pada satpam depan karena membuat keributan.” Mendengar ancaman itu, ke-empatnya segera melangkah pergi. Nadya menghela napas. Tapi ia kembali tersentak, ketika melihat siapa yang menolongnya. Arkhan. “Kamu gak apa-apa?” Nadya terpana. Pasalnya lelaki yang kini berdiri di depannya adalah lelaki yang dulu sama-sama satu sekolah, yang terkenal dingin dan pendiam. Arkhan Pranaja. Lelaki pindahan dari sekolah lain tepat enam bulan sebelum lulus-lulusan. Nadya mengingat bagaimana Marisa heboh mengatakan ada siswa baru di kelas sebelah. “Nad, lo tahu gak ada kabar bagus nih?” Nadya baru saja menyimpan tasnya di laci meja “Kelas sebelah ada murid baru, lho. Gilaaa gantengnya.” Kening Nadya mengernyit. “Murid baru? Bukannya sebentar lagi kita sudah mau lulus ya?” Marisa mengangkat bahu. “Tahu juga deh. Suka-suka dia sih hehehe.” Sejak itu nama Arkhan terkenal. Lelaki tampan dengan wajah dingin, nyaris tak memiliki teman di sekolah itu. Bahkan terkadang menyendiri di taman, entah sedang apa. Ingin rasanya Nadya ikut menemani. Lelaki itu serasa sedang memiliki banyak masalah. Namun, ia tak mau mengambil resiko akan terjadi gosip tentangnya. Nadya si gadis baik-baik, masa iya harus digosipkan mendekati seorang lelaki. Tapi kini, lelaki yang berdiri di hadapan Nadya, bukanlah Arkhan yang dingin dan pendiam. Wajahnya bahkan ramah sekali. “Arkhan?” bisik Nadya tak sadar, jika mulutnya telah lancang menyebut satu nama. Mendengar suara Nadya, lelaki itu mengernyit bingung. “Kamu kenal sama aku?” Mendapat pertanyaan itu, wajah Nadya bersemu. Ia kelepasan bicara. Aduh, malu sekali. “Kita pernah ketemu ya, di mana? Maaf aku lupa?” Arkhan tersenyum tak enak hati. Apalagi melihat wanita di depannya ini bukannya menjawab tapi menunduk seperti tersipu. “Mmm ... aku ....” Nadya menggembungkan mulutnya. Ia beneran malu sekali. Lalu ia melihat telapak tangan terulur di depannya. “Kita kenalan lagi ya. Mungkin aku lupa. Nama aku Arkhan Pranaja.” Nadya mengerjap. Beneran mereka kenalan lagi? Ia masih ragu. Tapi ketika melihat kesungguhan Arkhan, ia meraih telapak tangan itu. “Nadya. Nadya Faranisa.” “Nama yang cantik. Secantik orangnya,” goda Arkhan. Membuat Nadya makin tersipu. “Oh ya, kamu gak apa-apa tadi?” Di tanya begitu Nadya baru sadar. Ia lantas menyeka bibirnya. Lalu seakan tak cukup, ia meraih tissue dan mengusap bibirnya. Ia mendadak jijik mengingat lelaki tadi mengecup bibirnya. Ciuman pertama Nadya, begitu menjijikan. Astaga, ia pikir kekasih pertamanya yang akan memberikan first kissnya, ini malah anak begajulan begitu. Nasib-nasib. Arkhan yang melihat tingkah Nadya, kembali tersenyum. “Baru pertama kali ya?” godanya. “Apa?” Nadya tak percaya. Arkhan menunjuk bibirnya sendiri. Nadya baru merasa paham. “Kamu gak usah khawatir, kayanya tadi cuma kena dikit kok.” Nadya menunduk. Sudah dicium paksa, di depan Arkhan lagi. “Mau aku bantu hilangkan gak?’ goda Arkhan lagi, yang tampaknya tak di mengerti oleh Nadya. “Hilangkah dengan apa?” tanya Nadya polos. “Dengan bibir aku?” Astaga. Nadya refleks memukul Arkhan dengan serbet di tangannya. “Apaan sih,” gerutunya. Wajahnya makin bersemu. “Sorry, aku cuma bercanda kok.” Arkhan terkekeh. Arkhan memang tadi hanya niat melewati kantin. Tapi melihat seorang wanita yang dikeroyok, ia tidak bisa tinggal diam. Apalagi ia melihat wanita mungil ini berani menantang anak muda yang baru saja menjadi mahasiswa di universitas ini. Itu sebabnya ketika ia melihat telapak tangan yang hendak membalas perlakuan gadis mungil ini, Arkhan maju. Dan ternyata ia tak sia-sia. Jika yang ditolongnya ternyata seorang gadis berparas cantik dan manis. Walau ia heran, gadis ini mengenalnya. Ia saja tidak pernah ingat, kapan bertemu gadis bernama Nadya ini. Nadya menyerahkan secangkir teh manis hangat buat Arkhan. “Hari ini gratis, sebagai ucapan terima kasih karena kamu sudah bantuin aku tadi.” Ibu pemilik kantin masih belum tiba, jadi Nadya bisa memberikan minuman gratis pada Arkhan. “Kayanya kurang deh kalau cuma teh manis saja.” Nadya mengangkat satu alisnya. “Kamu mau makan?” Gelengan terlihat. “Temani aku minum.” Nadya mengangkat bahunya. “Oke, khusus untuk hari ini saja.” “Cuma sehari aja nih temani nya?” Arkhan serasa tak rela. Nadya mengangguk. “Hari biasa aku sibuk. Gak enak sama ibu pemilik kantin kalau aku gak melayani pelanggan yang lain." “Kantin ini bukan milikmu?” tanya Arkhan. Nadya terkekeh. “Aku cuma kerja di sini. Sebagai pelayan.” Walaupun berusaha untuk cuek, nyatanya dadda Nadya berdebar bisa duduk satu meja dengan Arkhan. Ia baru tahu jika lelaki ini kuliah di sini. Padahal sudah hampir setahun ia bekerja di kantin ini. Arkhan menyeruput gelasnya. “Kamu mau jujur, pernah ketemu dimana sama aku?” Wajah Nadya kembali memerah. “Kita pernah satu sekolah di SMK 240. Kamu lupa ya?” bisik Nadya tak enak hati. Arkhan menyipitkan mata. Ia memang tidak lama sekolah di sana, karena hanya sebagai siswa pindahan saja. Lalu ia mengangguk. “Aku gak nyangka kamu masih ingat sama aku. Karena aku bahkan gak ngenalin kamu.” Mendadak rasa gugup menyerang Nadya. “Mmmm ... karena aku sering melihat kamu termenung di taman belakang sekolah.” Nadya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ketahuan sekali jadinya jika Nadya sering memperhatikan Arkah. Arkhan menatap intens wanita di hadapannya. “Jadi, kamu sering ya perhatiin aku dulu.” Tuhkan! Ketahuan banget aku jadinya! “Tapi aku suka kok.” Hah! Maksudnya apa ya? Senyum mengembang di sudut bibir Arkhan. “Aku suka ada cewek secantik kamu yang mau bela-bela in inget sama aku.” Mendadak Nadya merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Sementara Arkhan masih dengan senyum mengulum. Kenapa dulu dia tak pernah melihat gadis ini saat sekolah? Semoga suka ya. Love Herni. Jakarta 2 Juni 2021 Banyakin komen, biar aku up ya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD