PART 15 - IMPIAN ARKHAN.

1661 Words
PART 15 – IMPIAN ARKHAN Keluarga kecil Arkhan baru saja menyelesaikan makan malamnya. Seperti biasa, Arkhan pasti menemani Mauren di kamar sebelum tidur. Arkhan selalu menjadi pendengar yang baik. Mereka berdua akan berbincang dalam segala hal, dan Arkhan mendengarkan apapun yang keluar dari mulut putrinya. Mauren segalanya buat Arkhan.  Ada terselip rasa bahagia ketika dipanggil Daddy oleh seorang bocah kecil nan cantik ini. Mauren mampu membuat hati Arkhan yang semula beku dan hancur menjadi kembali berseri. Arkhan memandangi wajah Mauren. Gadis kecil yang menjadi putrinya dan selalu membuatnya betah untuk kembali pulang cepat ke rumah setelah berjibaku tugas di kantor. Malam ini Mauren kembali membahas tentang temannya di sekolah. “Daddy, aku tahu jika Daddy memberikan bekal Daddy pada temanku, Cantika.” Buku cerita yang Arkhan ambil dari rak buku dan hendak dibuka, mendadak di batalkan. “Cantika?” Alis Arkhan terangkat satu. Mauren mengangguk. “Daddy menolongnya ketika bekal makanan nya tumpah, dan Daddy memberikan kotak bekal makan Daddy padanya.” Arkhan mengangguk, mengingat kejadian tadi pagi di sekolah putrinya. “Kamu mengenalnya?” tanya Arkhan lagi. Mauren berdecak. “Kami sebangku Daddy! Pasti Daddy lupa, aku kan sering cerita. Gimana sih. Daddy selalu lupa sama cerita aku." Melihat Wajah Mauren yang murung, membuat Arkhan dengan gemas mengusap kepala Mauren dengan sayang, dan mencium keningnya. “Sorry, Daddy lupa. Oke, akan Daddy ingat, namanya Cantika, Cantika, Cantika.” "Daddy sudah menyebutnya tiga kali. Kali ini Daddy tidak akan lupa." “Awas kalau Daddy lupa lagi,” ancam Mauren. "Ya tadi pagi Daddy melihat bekal Cantika tumpah, itu sebabnya Daddy memberikan bekal Daddy pada Cantika. Kita harus berbuat baik pada sesama." “Oke girl, sekarang kita mau baca cerita apa?” Arkhan membuka buku cerita di tangannya, dan segera membacakan kisah yang ada di dalam buku. Hingga cerita ke lima, gadis kecil itu terlelap. “Have nice dream honey,” bisik Arkhan sambil mencium kening Mauren. Arkhan masih mengingat bagaimana dulu ia menerima bayi kecil ini di depan ruang operasi. Suci harus mengalami operasi Secar, karena posisi bayinya sungsang. “Selamat Pak Arkhan, bayi anda berjenis kelamin perempuan.” Di dampingi  papa mertua, Arkhan menerima bayi mungil nan merah itu. Yang terasa kecil dan mungil. Begitu ia raih dalam pelukan, bayi itu menggeliat dengan mulut membuka.  Tak lama matanya yang mungil terbuka, seolah menyapa si pemilik lengan yang memeluknya. Mata hitam ke biru-biruan menatap Arkhan. “Selamat datang princess.” Itulah kata yang Arkhan ucapkan. Nalurinya sebagai seorang Ayah mendadak timbul saat itu juga, saat Tuhan memberikan keadaan yang tak pernah ia sangka dalam hidupnya. Mauren, kini menjadi princess di hatinya. Arkhan baru saja keluar dari kamar Mauren, ketika melihat istrinya sedang berkemas di kamar. Tadinya ia hendak ke dapur, tapi menoleh ketika melihat pintu kamar di samping kamar Mauren terbuka. Suci terlihat sedang memasukkan beberapa potong baju ke dalam tas. “Jam berapa besok pesawatnya  berangkat?” Suci yang tengah memilih beberapa pakaian menghentikan gerakannya. “Sekitar pukul sepuluh.” “Mauren sudah tidur?” tanyanya kemudian. Arkhan mendudukkan tubuhnya di pinggir ranjang, dan menghela napas. “Dia memaksa aku menghabiskan lima judul sekaligus.”  Suci terkekeh. “Lain kali tak usah berjanji, jika kau tak bisa menepati. Dia akan selalu menagih.” Sejak sore Mauren merengek, karena Arkhan telat pulang kantor. Sudah lima hari Arkhan selalu pulang malam, karena pekerjaan yang menumpuk di kantornya.  Susah payah Suci membujuknya, untuk membacakan cerita, namun Mauren bersikukuh, Hanya ingin Daddynya yang membacakan cerita. Arkhan memandang wajah cantik istrinya. Mauren mewarisi wajah cantik istrinya, kecuali warna bola matanya yang berbeda. “Dia akan secantik dirimu jika tumbuh besar nanti.” “Aku anggap itu sebagai pujian, terima kasih.” Lalu Suci kembali memasukkan pakaiannya kembali. “Aku berharap ia lebih seberuntung diriku,” doa Suci. “Mau berapa hari di sana? Kau yakin tak ingin aku temani?” saran Arkhan. Gelengan terlihat di wajah cantik itu. “Aku bisa sendiri, seperti biasa. Tak ingin di ganggu.” Seperti orang menyerah, Arkhan mengangkat kedua tangannya. “Oke, aku menyerah.” “Tapi kalau boleh kutahu, kapan kau ajak Mauren mengunjunginya?” tanya Arkhan lagi. Setelah menghembuskan napasnya, Suci berucap. “Jika usianya sudah cukup, aku akan mengajaknya kesana. Tapi tidak dalam waktu dekat ini.” “Papamu tahu mengenai kepergianmu?” Suci mengangkat bahu. “Seperti biasa, dia hanya tahu aku bekerja. Memonitor salah satu perusahaan papa. Kebetulan besok aku akan bertemu dengan orang yang akan mendesain mall di sana.” Arkhan berdecak. “Sepertinya aku cukup beruntung, menjadi suamimu. Hartamu bahkan tak akan habis tujuh turunan,” seloroh Arkhan. “Takut kau lupa, putri kita hanya satu, Arkhan.” “Semoga Mauren kelak bisa memiliki anak banyak, untuk menghabiskan harta  papaku,” kekeh Suci. Ucapan Suci, membuat Arkhan jadi terdiam. Pernikahan mereka memang sempurna, kecuali satu. Memberikan adik untuk Mauren. Hal itu tak akan pernah terjadi. Hening sejenak. Mereka sama-sama terdiam. Hingga Arkhan berdiri. “Oke kalau gitu, aku ke ruang kerjaku dulu. Besok aku antar ke Bandara, setelah kita antar Mauren berangkat ke Sekolah.” Arkhan melangkah ke luar kamar. Sementara Suci hanya memandang sendu suaminya. Sepertinya Suci memang tak boleh terlalu berharap pada suaminya. ** Rumah yang ditempati Arkhan dan keluarga kecilnya cukup megah. Kaki Arkhan menuju ruang kerjanya. Tempat yang Arkhan tuju, setelah menidurkan putrinya. Ia membuka pintu ruang kerjanya, dan melangkah masuk. Sunyi senyap seperti biasa dirasakan jika masuk kemari. Sesunyi hatinya jika ia ingin mengingat semua masa lalunya. Lalu Arkhan memilih untuk duduk di kursi kerjanya. Tangannya terarah meraih laci ke dua. Mengeluarkan sebuah amplop. Dengan hati-hati ia merogoh isi di dalamnya. Sebuah foto. Foto dirinya sedang memeluk seorang wanita yang teramat dicintai dengan sepenuh hati. Ia ingat mengambilnya beberapa bulan setelah mereka menikah. “Ayolah Nad, kita berfoto berdua.” Nadya yang saat itu  masih bergelung selimut, menolak. Bagaimana mungkin berfoto ketika ia masih baru bangun dari tidurnya. “Gak, aku bahkan belum mandi. Wajahku pasti jelek.” Nadya bahkan menutup matanya, juga mencengkram selimut yang menutupi tubuhnya. Sementara Arkhan sudah rapi dan terlihat tampan. Nadya bahkan terbangun karena Arkhan menggodanya dengan kecupan-kecupan di sepanjang wajahnya. Arkhan merangkum wajah istrinya. “Kamu tahu. Kamu tetap cantik di mataku. Entah tengah tersenyum atau tertidur sekalipun.” "Gombal." Nadya kembali terkekeh ketika kecupan kembali di lancarkan suaminya. Hingga kecupan terlama Arkhan mendarat di kening Nadya.  “Terima kasih sudah mau menjadi penghuni hati aku.” Mendengar itu, Nadya bersemu. Dia mencintai suaminya, teramat sangat. Arkhan memperlakukannya dengan baik, memuja setiap jengkal tubuhnya, membuat Nadya merasa sangat dicintai. “Kamu janji gak akan tinggalkan aku?” Nadya menatap kedua mata suaminya. Arkhan meresapi ketika tangan lembut itu membelai pipinya. Mereka saling menatap dengan penuh cinta. “Aku bisa gila jika aku kehilangan kamu, Nadya. Kamu hidup aku, sekarang dan selamanya,” bisik Arkhan kala itu. Ia memang tidak berbohong. Cintanya pada Nadya tak pernah berkurang. Tetap disimpan dalam hati sampai kapanpun.  Dan terbukti, ketika ia kembali ke rumah kontrakanya, ia mendapati jika Nadya pergi entah kemana. Bahkan tidak meninggalkan pesan yang mampu membuatnya emosi tingkat tinggi. Bukankah ia sudah menyuruh Nadya menantinya? Tapi mengapa istrinya pergi tanpa pesan? Hampir ia kembali membuat perusahaan papanya bangkrut karena begitu kehilangan Nadya. Ia tak bisa menerima kenyataan jika istrinya pergi begitu saja. Berita perginya Nadya, berita Mamanya terkena penyakit lever, juga hampir karamnya perusahaan sang papa, membuat Arkhan kembali menenggak minuman keras.  Arkhan kembali berubah menjadi sosok yang dulu. Seakan dengan begitu, Arkhan mampu melupakan sosok Nadya. Atau mungkin, saat dia terlelap ia ingin bertemu Nadya walau hanya dalam mimpi. Bahkan Arkhan melupakan jika ia juga memiliki seorang istri bernama Suci Prameswari. Wanita yang ia nikahi karena kemauan mamanya. Sepulang dari honeymoonnya, Arkhan dikejutkan oleh kabar dari orang suruhannya jika Nadya pergi bersama seorang lelaki, dan bodohnya mereka tidak bisa melacak kemanapun Nadya pergi.  Berbulan-bulan Arkhan menanti kabar tentang Nadya, juga siapapun lelaki yang membawa istrinya pergi. Arkhan sempat tidak percaya Nadya pergi begitu saja meninggalkam dirinya. Hingga Arkhan mendapatkan sebuah bukti Foto Nadya tengah berdua bersama seorang lelaki entah siapa. Foto yang menunjukkan istrinya dan seorang lelaki baru keluar dari klinik bersalin. Dengan wajah tersenyum bahagia, sebelum masuk ke dalam sebuah mobil. Hati Arkhan tercabik.  Segitu bahagiakah Nadya pergi dari sisinya? Melupakan cinta diantara mereka? Siapa lelaki itu? Wajahnya tak terlihat jelas. Dan mengapa mereka keluar dari klinik bersalin. Apa Nadya mengandung? Apa itu buah cintanya bersama Nadya, atau  bukan? Mengapa Nadya mudah berpaling darinya? Bukankah mereka saling mencintai? Apakah karena lelaki itu orang berada? Sementara Arkhan hanya memberikan Nadya kehidupan pas-pasan. Andai Nadya mau bersabar. Arkhan bahkan sanggup membelikan apapun juga. Bahkan Arkhan tengah berusaha berjuang untuk mencapai impian mereka berdua. “Aku ingin kita hidup berdua selamanya, bersama anak-anak kita kelak, hingga kita menutup mata. Itu impianku bersamamu Nadya.” Arkhan masih ingat  bagaimana ia mengatakan hal itu pada istrinya. Arkhan mengusap kembali foto itu. “Bahkan aku belum mengatakan padamu, bagaimana bisa aku menikah lagi dengan Suci ketika aku  sudah menjadi suamimu.” Siapa sangka satu minggu yang lalu mereka berjumpa kembali. Haruskah ia mencari tahu lagi, bagaimana kehidupan Nadya kini? Sanggupkah ia merasakan sakit, ketika mengetahui jika mantan istrinya bahkan sudah berbahagia? Sementara Arkhan masih bergelung akan cintanya pada Nadya? Nadya  Faranisa, masih terlihat cantik. Tiada yang berubah, sama seperti cintanya pada wanita itu. Bagaimana bisa Arkhan tidak mengenal sifat Nadya yang sesungguhnya? Wanita yang ia anggap setia, ternyata mampu mendua? Hanya karena sering di tinggal pergi.  Padahal Arkhan sedang merencanakan  mimpi untuk mereka berdua. Jika semua urusannya selesai, ia akan membawa Nadya kehadapan Mamanya. Apa daya, semua hancur karena Nadya pergi dengan laki-laki lain. Ingin rasanya Arkhan menghancurkan lelaki itu. Ia yakin ia sanggup melakukannya. Tapi kembali lagi mengingat Nadya. Tidak, ia tak akan membuat wanita itu menderita hanya karena dendamnya. Arkhan mengusap wajahnya. Cinta dan sakit hatinya bercampur menjadi satu di dalam dadda. Aku gak bisa diam saja Nadya. Bahkan kini, aku tahu jarak kita tak berjauhan. Aku pastikan aku akan segera mengetahui dimanapun kamu berada.  Semoga suka ya. Love Herni. Jakarta 18 juni 2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD