PART 6 - KESUNGGUHAN ARKHAN.

1629 Words
PART 6 – KESUNGGUHAN ARKHAN. Cinta tak pernah memilih, kemana ia akan melesatkan anak panahnya. Jadi ketika Arkhan dan Nadya semakin dekat, rasa itu semakin tumbuh.  Setelah mereka dekat selama enam bulan, mereka mengikrarkan diri menjadi sepasang kekasih. Arkhan ternyata sosok lelaki yang baik dan perhatian. Mereka saling mencintai Bagi Nadya bukan hal sulit mencintai Arkhan. Selain ia tampan dan baik, lelaki ini sungguh pekerja keras. Arkhan selalu menceritakan pekerjaannya yang selalu menyita waktu. Itu sebabnya mereka kerap berpisah. Seminggu bertemu satu kali, sudah cukup buat Nadya melepas rasa rindunya pada Arkhan. Ia tak mau banyak menuntut, karena mengetahui kekasihnya bekerja untuk masa depan mereka berdua. Apalagi jika mau jujur, sejak sekolah Nadya sudah mulai tertarik pada sosok Arkhan. Dan buat Arkhan, Nadya adalah dunianya. Tempat ia melepaskan beban berat dalam hidupnya. Hanya dengan menatap bola mata nan lentik dan menikmati senyum indah Nadya, membuat Arkhan lebih bersemangat dalam menjalani hari-harinya.   Kedekatan mereka mendapat lampu hijau dari Ayah Nadya. Arkhan jadi sering berkunjung ke kantin. Atau mereka berangkat bersama. Bedanya Arkhan tinggal mengurus sisa masa akhir kuliahnya, dan Nadya bekerja.  Tak lupa ketika pulang pun, Arkhan harus memastikan Nadya sampai dengan selamat sampai rumah. Itu terjadi jika Arkhan tidak mendapat tugas keluar kota dari kantornya. Nadya memaklumi jika kekasihnya kerap sibuk sampai lupa memberi kabar. “Maaf, aku bekerja sampai lembur,” ucap Arkhan penuh penyesalan karena seminggu ini dia kembali sibuk. Nadya terenyuh. Ia meraih telapak tangan kekasihnya. "Jangan bekerja terlalu keras. Aku gak mau kamu jatuh sakit," pesan Nadya. Senyum terbit di bibir Arkhan mendapatkan perhatian dari sang kekasih. "Aku bekerja untuk masa depan kita." "Tapi aku gak mau sampai kamu melupakan aku demi mengejar harta. Selama kamu terus disampingku, itu sudah cukup untukku." “Kamu mau kan nunggu aku kerja dulu, nabung dulu. Nanti aku pasti akan lamar kamu.” Arkhan tak melepaskan sedikitpun tatapannya dari wajah sang kekasih. Ketika mereka pisah, Arkhan memaku habis wajah Nadya dalam ingatan, agar bisa mengurangi rasa rindunya. “Kamu gak malu nikah sama aku. Aku cuma wanita lulusan SMK, sedang kamu sarjana. Apa kata keluarga om kamu nanti?”  Timbul keraguan dalam diri Nadya. Mengingat ia hanya pelayan sebuah kantin di sebuah  Universitas,  sementara Arkhan berstatus Mahasiswa. Bahkan sudah mau lulus dan bekerja di sebuah perusahaan. Arkhan tersenyum. “Aku akan bicara sama keluarga om aku. Aku yakin mereka pasti memberi izin.” Nadya mengeryit. “Kamu yakin?” tanya Nadya tak percaya. “Sangat yakin.” Ketegasan terdengar dari suara Arkhan. Selama ini, apa yang Arkhan inginkan selalu didapatkan. Dulu ia mungkin nakal, dan membuat kedua orang tuanya merasa gagal mendidiknya. Kini, ia sudah bisa membuktikan jika ia bisa menjadi anak yang bisa dibanggakan. Jadi Arkhan yakin keluarganya tak akan melarang hubungannya dengan Nadya. Nadya wanita yang memiliki perangai yang baik. Tidak seperti teman-temannya dulu. Begajulan dan menganut pergaulan bebas. “Aku janji kita pasti akan seperti ini  terus, selamanya,” janji Arkhan. "Kamu janji?" Mata mereka saling menatap mesra. Arkhan menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinga Nadya. "Sejak dulu, aku tidak pernah memiliki mimpi apapun, Nadya." Karena aku memiliki segalanya. Tinggal menyebutkan apa saja mauku, aku sudah mendapatkannya. Arkhan menggenggam telapak tangan kekasihnya, menjalin jemari mereka berdua. "Sekarang, aku memiliki impian." "Boleh kutahu apa impianmu itu?" Nadya menatap manik kecoklatan yang sejak tadi memakunya dalam tatapan mesra, dan mampu membuat perasaannya menghangat. "Aku ingin selamanya bersamamu." Nadya tersipu. Arkhan sungguh pintar membuatnya semakin tersipu. "Aku memiliki impian jika kita berdua hidup bahagia selamanya. Kamu akan di rumah bersama putra-putri kita, menunggu aku setiap pulang kerja. Selalu menyambutku dengan keriuhan buah cinta kita. Aku yang selalu mengeluh tentang pekerjaanku dan kamu yang mengeluh tentang anak-anak kita nantinya." Dan mereka berdua tersenyum. Membayangkan mereka memiliki impian yang sama.  Cinta yang sama terus bersama hingga akhir hayat. ** Malam belumlah terlalu larut, ketika Arkhan melangkah memasuki rumah besar nan megah itu. Rumah yang pernah ia datangi dulu  bersama Mamanya. Rumah Om Prabu, adik dari Almarhum Papanya. Ia terus melangkah ke ruang tamu. Tatapannya tertoleh ke arah kanan. Melihat satu set sofa besar yang teronggok di ruang tengah, yang pernah menjadi saksi berubahnya seorang Arkhan Pranaja. Malam itu, selepas pemakaman  Papanya, Pranaja Adiguna. Mamanya yang bernama Citra Maria membawanya ke mari. Ke rumah Om Prabu. “Mbak sudah gak bisa didik keponakanmu ini, Prabu. Mbak menyerah.” tangis Citra masih terdengar terisak. Bahkan wajahnya masih sembab.  Tangisan kehilangan seorang suami yang berpulang karena penyakit leukimia dan karena kekesalan akibat kelakuan putra semata wayangnya. Saat Citra berjuang mengobati penyakit suaminya, justru anak lelakinya ditahan di kantor polisi. Karena berkelahi di Bar, dan sering membuat onar dengan mabuk-mabukan.  Arkhan akui, ia memang nakal. Mungkin bentuk protes karena merasa terabaikan. Orang tuanya sibuk pulang pergi  Jakarta-Singapura. Ia merasa dikucilkan hanya ditemani pembantu di rumah. Padahal itu hanya bentuk protes dari rasa tidak sukanya karena terabaikan. Ia memang berkelahi di bar malam itu dan berakhir di kepolisian. Bukan tanpa sebab. Arkhan membela temannya yang dikeroyok karena wanita. Hanya bentuk solidaritas teman semata. Hingga akhirnya sesuatu menamparnya, ketika sang Mama kembali dengan membawa peti mati sang Papa. Jadi orang tuanya selama ini bukan sibuk melupakannya, tapi karena harus bolak balik mengurus penyakit Papanya. Mengapa ia tidak di beritahu kondisi yang sebenarnya? Bahkan malam itu Arkhan hanya bisa menatap kepergian Mamanya ketika meninggalkan dirinya di rumah Om Prabu. Citra sudah terlanjur kecewa dengan putranya.  Prabu sang paman, menghembuskan napas. Ia mengusap bahu Arkhan. “Kamu sama Om di sini, Arkhan. Om akan masukkan kamu ke sekolah dekat sini. Tolong kasihani Mamamu. Dia kini sendiri mengurus usaha peninggalan papamu. Kamu anak lelaki satu-satunya. Tidakkah kamu ingin membahagiakan Mamamu? Hanya kamu yang ia miliki saat ini."  Prabu menasehati Arkhan habis-habisan.  Elsa, putrinya hanya bisa menatap sendu ke arah sepupunya. Ia tahu Arkhan menahan rasa dalam dadanya yang siap meledak. Malam itu untuk pertama kalinya Arkhan menangis tergugu di kamarnya. Menyesali semua kenakalannya. Bahkan ia belum sempat meminta maaf pada Almarhum papanya. Sejak saat itu Arkhan berjanji akan berubah. Tidak ada lagi Arkhan si anak pembangkang. Ia bahkan menuruti apapun perintah Omnya. Bahkan ketika kuliah, Arkhan bertekad akan bersungguh-sungguh. Ia ingin menunjukkan pada sang Mama. Jika ia bisa di banggakan. Ia ingin berdiri di kakinya sendiri. Sekalipun Om Prabu memberikan kemudahan dalam materi. Arkhan sudah mulai menggunakan ilmunya dengan bekerja, walah hanya sebuah perusahaan kecil. Hingga saat itu tiba. Saat ia lulus dengan IPK terbaik. Ia menemui sang Mama di rumahnya. Citra Maria tak menyangka, anak lelakinya yang nyaris membuatnya gantung diri, kini berdiri gagah dan berhasil menunjukkan jika ia telah berubah. “Mama bangga sama kamu Arkhan.” Citra menghapus air matanya. “Bukan hanya Mama, Papa kamu pasti bangga sama kamu Nak.” Citra membelai wajah putranya. Arkhan memeluk tubuh Citra. “Maafkan aku Ma. Maafkan kesalahan aku selama ini,” isaknya di bahu sang Mama. Hari ini Arkhan berdamai dengan Citra. Citra berulang kali bersyukur, usahanya menjadikan Arkhan penerus untuk kelangsungan perusahaan peninggalan suaminya, sebentar lagi terlaksana. Mereka makan malam berdua, memperingati pertemuan mereka yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Ma, aku mau bicara.” Arkhan terlihat menyuap makanan dengan semangat. Ia ingin segera memberitahu perihal Nadya pada sang Mama. “Tunggu, Mama dulu yang bicara.” Citra memotong pembicaraan sang putra. Ia menatap mata putranya dengan berseri-seri. “Kamu masih ingat gak sama sahabat papamu yang  bernama Om  Abil Maulana?” Arkhan mengangguk. Tentu ia masih ingat. “Om Abil memiliki seorang putri ....” “Ma, sebentar.” Azka memotong pembicaraan Citra. Ia seakan sudah meraba akan kemana pembicaraan Citra, namun ia masih bersabar. “Mama ingin menikahkan kamu sama putri Om Abil. Anaknya cantik dan ....” “Aku sudah punya calon Ma.” Ucapan  Arkhan yang memotong pembicaraan membuat Citra tersentak. “Apa?” “Aku sudah memiliki kekasih, dan akan segera aku bawa ke hadapan Mama.” Tatapan keduanya saling memaku.  Baru beberapa jam mereka berdamai. Haruskah Citra kembali bersitegang dengan sang putra? Mengingat Arkhan selalu susah diatur sejak dulu. Ia sudah melihat putranya berubah, ia tak ingin Arkhan seperti dahulu hanya karena mereka kembali bertentangan.  Citra memutar otak. Lalu senyumnya tersungging. “Oke, siapa dia?” tanyanya penasaran. “Nadya Faranisa. Teman sekolah aku.” Arkhan masih menatap wajah Citra. Mencari apakah Mamanya memberi restu atau tidak. “Siapa dia? Maksud Mama, pendidikannya dan latar belakang kehidupannya?” Terdengar helaan napas panjang dari Arkhan. “Nadya anak seorang lelaki biasa mah. Bukan dari kalangan seperti kita. Bahkan ia hanya tamat SMK. Dan kini ia bekerja sebagai pelayan di universitas tempat aku kuliah. Kening Citra langsung berdenyut. Gadis seorang pelayan? Jadi menyerahkan putranya dalam bimbingan Prabu membuat hasil yang baik dan buruk. Hasil baiknya, Arkhan berubah menjadi anak yang ia inginkan, dan buruknya Prabu membebaskan Arkhan bergaul. Ingatkan Citra untuk memarahi adiknya nanti. “Mama merestui kami bukan?” Dengan perasaan takut, Arkhan bicara. Citra berdehem. “Mama mau cerita, bisa?” Ketika melihat Arkhan mengangguk, Citra bangkit.  Kebetulan mereka sudah menyelesaikan makan malam. “Kita pergi ke ruang kerja papa ya,” ajaknya. Arkhan mengikuti Citra menuju ruang kerja Alm. Papanya.  Citra membuka pintu ruang kerja suaminya, yang kini ia gunakan. Sebelum putranya siap menjadi penerus, Citra menggantikan sementara pimpinan di perusahaan. “Selama kamu belum siap menjadi penerus, Mama yang melanjutkan usaha papamu. Mama tidak begitu mengerti bisnis, Arkhan. Hingga Mama banyak ditipu klien dan banyak beberapa karyawan yang korupsi.” Citra duduk di kursi kerjanya sambil memijat keningnya. “Mama terbelit hutang bank, Arkhan. Dan jumlahnya tidak sedikit. Kita butuh investor baru. Dan Abil menawarkan menjadi investor tetap di perusahaan.” Arkhan menyimak. “Abil hanya memiliki satu putri, dan ia tidak menikah lagi semenjak di tinggal istrinya. Itu sebabnya ia mengharapkan sekali kamu mau menjaga putrinya, sekaligus meneruskan perusahaannya.” Arkhan menunduk. “Tapi aku mencintai Nadya, Ma.”  Semoga suka ya. Love Herni Jakarta 6  Juni 2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD