PG - 01

1077 Words
            “Kau bukan tipeku.”             “Kamu terlalu jelek.”             “Kamu terlalu jalang.”             “Kamu terlalu agresif.”             Beberapa wanita yang baru ditolak oleh Gaven barusan mengepalkan tangannya, dan berjalan menjauh dari hadapan Gaven. Ya, Gaven selalu menolak-menolak wanita-wanita yang menembak dirinya, dan bahkan diantara semuanya ada yang mengajak Gaven untuk tidur bersama.             Sorry saja. Gaven tidak seperi kembarannya yang suka main jalang, dan menolak Fhiona—yang cantiknya luar biasa dan juga baik. Seharusnya Gavin sadar, kalau Fhiona itu gadis yang sudah pas untuk Gavin. Tapi, dengan bodohnya Gavin menolak Fhiona mentah-mentah.             “Kak, kau tidak kasihan pada mereka? Mereka mau menangis kau tolak seperti itu.”             Gaven melihat pada adik perempuannya—yang cantiknya luar biasa seperti Mamanya. Gaven berjalan mendekati adiknya itu dan memeluknya sambil mencium pipi adiknya itu.             “Mereka terlalu murahamn Del. Aku tidak tertarik dengan w************n seperti itu,” ucap Gaven, dan mengajak adiknya untuk duduk.             Edelisha menggeleng mendengar ucapan kakaknya itu. Memang kakaknya ini tidak suka bermain jalang, beda dengan abangnya—yang hobi bermain jalang dan berganti wanita setiap malam. Padahal abangnya sudah bertunangan dengan Fhiona.             “Kenapa? Abang suka dengan para wanita jalang. Bukannya kalian kembar, kenapa kalian tidak menyukai hal yang sama itu?” tanya Edelisha penasaran.             Gaven yang mendengar pertanyaan adiknya tersenyum dan mengacak rambut adiknya itu. Tidak semua saudara kembar mneyukai hal yang sama. Apalagi masalah melakukan seks bebas. Gaven sebagai pria yang menjaga keperjakaannya sampai dia menemukan gadis yang pas untuknya.             Pas cantiknya.             Pas hatinya.             Pas seksinya.             Pokoknya pas semuanya. Gaven akan mencari tipe wanita yang menurutnya mampu mengetarkan hatinya saat pertama kali melihat gadis itu. Gaven harus mencari gadis seperti itu.             “Tidak semuanya kami harus sama. Wajah kami saja tidak sama, apalagi sifat kami. Dia itu bastard! Sedangkan aku seorang malaikat.” Gaven memuji dirinya sendiri. Memang benar saudara kembarnya adalah seorang b******n. Suka main hati wanita. Dan memberi harapan palsu pada wanita.             Edelisha yang mendengar perkataan kakaknya mencibir dan merasa kakaknya ini terlampau narsis. Padahal kedua bersaudara kembar itu memiliki sifat yang sama. Sifat iblis mereka. Mereka selalu membuat orang naik darah dengan kelakuan mereka.             “Malaikat? Cih, aku tidak sudi mengiakan, kalau kakak adalah seorang malaikat. Kakak memang tidak seperti abang yang suka main perempuan. Tapi, sifat kalian sama. Sama-sama menyebalkan.”             Gaven yang mendengar ucapan adiknya tertawa kencang. Memang benar yang dikatakan adiknya ini, kalau dirinya dan Gavin menyebalkan. Dan sering membuat orang-orang disekitar mereka sebal dengan kelakuan mereka berdua.             “Kau tidak pulang? Nanti Mama mencarimu, kalau kau malah main ke sini dan bukannya langsung pulang.” Gaven tidak mau menjadi sasaran empuk Mamanya, akibat ulah adiknya tidak langsung pulangs setelah sekolah. Dan malah main ke kafe Gaven dan nongkrong dengan santainya.             Edelisha yang mendengar ucapan kakaknya mendelik. Dirinya tidak mau langsung pulang, mau melihat drama kakaknya menolak wanita berapa banyak hari ini. Tadi dirinya sudah menolaj empat wanita. Dan keempat wanita itu mau menangis. Ntah karena malu atau karena sedih ditolak oleh Gaven.             Padahal mereka semuanya cantik. Kakaknya saja yang buta mengatakan mereka jelek. Terkadang Edelisha merasa kasihan dengan wanita-wanita yang ditolak itu. Mereka dengan percaya dirinya menyatakan perasaan duluan terhadap seorang pria dan rela menyerahkan tubuh mereka.             Coba tadi Gavin yang berada di posisi Gaven. Maka Gavin tidak akan menolak wanita-wanita itu dan malah menerimanya. Walaupun menerimanya hanya semalam. Karena semalam Gavin akan menikmati tubuh para wanita-wanita itu.             “Mas Gaven.”             Gaven dan Edelisha melihat pada gadis yang tampak malu kucing dan menundukkan kepalanya. Edelisha yang melihat ini, langsung tertarik dengan apa yang dilakukan oleh gadis ini selanjutnya. Melihat gadis ini yang tampak malu-malu dan memegang setangkai bunga mawar di tangannya.                   Apakah gadis ini korban selanjutnya?             “Ya, kamu mau apa?” tanya Gaven dengan nada sok datarnya.             Edelisha yang mendengar nada datar kakaknya mencibir. Padahal Gaven itu tidak pantas berkata dengan nada datar seperti itu. Bukan Gaven sekali. Yang mana mulut Gaven seperti lambeh turah,             “Hem… Mas Gaven sudah punya pacar?” tanya gadis itu dengan tetap masih dengan nada malu-malunya.             Gaven mengangkat sebelah alisnya dan pura-pura bingung. Gaven itu tipe pria tak punya hati, awalnya memberi harapan dan akhirnya menolak juga. Memang b******n tengik.             “Belum. Memangnya kenapa?” tanya Gaven mengubah nadanya lebih lembut sedikit. Ingat. Hanya sedikit. Nggak perlu banyak. Nanti gadis yang akan menyatakan perasaan padanya ini malah pingsan saat ditolak.             Gadis itu semakin percaya diri dalam hatinya. Kalau Gaven akan menerima dirinya. Melihat Gaven yang berkata sangat lembut padanya. Teman-temannya nanti pasti merasa iri pada dirinya, karena dirinya berhasil mendapatkan Gaven—kembaran Gavin yang luar biasa tampan. Double G memang sangat tampan, membuat wanita tergila-gila pada mereka berdua.             “Aku. Aku mau bilang, kalau aku suka sama Mas Gaven.” Gadis itu langsung menunduk dan tersenyum-senyum tidak jelas dengan menggoyangkan tubuhnya seperti orang kena sawan.             Gaven bergidik ngeri melihat gadis itu, dan gadis semacam ini yang akan menjadi kekasihnya. Kiamat dunianya. Dari wajah memang gadis ini cantik. Tapi, nggak cantik amat. Biasa saja bagi Gaven.             “Kamu suka sama aku?” tanya Gaven dengan masih mempertahankan nada lembutnya.             Gadis itu mengangguk berulang kali. Dia memang menyukai Gaven. Siapa yang tidak menyukai Gaven—lelaki yang tampan dan kaya. Pasti nanti dirinya kalau menjadi kekasih Gaven, hidupnya akan senang dengan dibelikan ini itu oleh Gaven.             “Iya. Aku bukan suka lagi, tapi, udah cinta banget sama Mas Gaven.”             Gaven yang mendengar ucapan gadis itu ingin muntah rasanya. Cinta katanya. palingan cinta sama uangnya saja. Semua gadis yang menyatakan perasaan padanya hanya ingin uangnya saja. Mereka tidak tulus pada Gaven.             “Kamu serius dengan apa yang kamu katakana?”             “Iya, aku serius. Mas maukan jadi  pacar aku?” tanya gadis itu sudah yakin akan diterima oleh Gaven.             Namun, sayangnya, Gaven bukannya menerima gadis ini, malah dengan kejamnya Gaven mengeluarkan kata-kata yang membuat gadis di depannya ini sakit hati dan menanggung malu, karena dilihat banyak orang.             “Kamu mau jadi pacar aku? Dalam mimpi kamu. Kamu seharusnya sadar, kalau kamu bukan tipe aku. Kamu nggak cantik banget. Dan kamu tipe matre! Belum apa-apa kamu udah lihat jam rolex mahl yang ada di tangan gue! Nggak usah berharap! Enyah lo kampret!” Gaven menunjuk pintu keluar kafe-nya dan membuat gadis itu langsung keluar dengan air mata yang sudah berlinang di pipinya.             Edelisha yang melihat kekejaman kakaknya hanya bisa diam dan tersenyum. Keluarganya memang tidak ada yang waras. Ayahnya yang suka modusin ibunya, ibunya yang mau saja dimodusin, abangnya yang suka main jalang, kakaknya yang suka nolak wanita, dan dirinya? Yang pastinya dia paling waras. Palingan Edelisha cuman minta uang sama ayahnya, untuk membeli tas branded harga ratusan juta setiap minggunya.             “Lo emang hebat bang. Hebat banget kejamnya!”             Gaven yang mendengar ucapan adiknya mengangguk. “Makasih pujiaannya.”             *olc*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD