Kado untuk Bastian

1007 Words
Petaka Malam Tahun Baru Bab 5 : Kado Untuk Bastian Ada suara tangisan bayi di tepi telinga yang membuat tidurku jadi terusik. Akan tetapi, saat membuka mata dan mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar, suara itu malah tak terdengar lagi. Apakah bayi titu hidup kembali? Kutatap tajam kotak di pojok kamar yang sudah terbungkus rapi layaknya kado di hari ulang tahun. Ah, kado itu akan kuberikan kepada Bastian, sebagai ucapan selamat tahun baru. Hahaha ... aku merasa sangat lucu, tawa ini seakan tak bisa kuhentikan. Bastian, tunggu kadomu datang! Hahaa ... aku semakin cekikikan. Membayangkan ekspresi terkejutnya nanti, membuat hati semakin tergelitik. Entah kenapa, hal ini sangat lucu menurutku? Apakah aku sudah mulai gila? Aku tertegun sejenak, lalu menghentikan tawa dan kembali fokus kepada rencana. Apa aku sudah gila? Aku merasa aneh pada diri ini, dan berusaha menghentikan tawa juga senyum yang seolah tak bisa kukontrol. Kuraih toples biskuit di atas nakas lalu memakannya, aku lapar. Lalu menenggak beberapa botol s**u uht yang sengaja sudah kusiapkan dari kemarin. Tubuh ini mulai merasa segar, namun setelah meminum s**u itu aku malah ingin pipis. Aduh, bagaimana ini? Aku meringis ngeri dan takut jika malah darah lagi yang keluar. Sebaiknya kutahan saja dulu. Aku meraih ponsel lalu melihat waktu, ternyata sudah pukul 15.30, pantas saja aku sudah lapar. Keedarkan pandangan ke atas meja, lalu beranjak bangun dan meraih kotak roti dan selainya, kembali kueksekusi segala makanan itu dan memakannya dengan lahab. Pukul 19.30, aku sudah bersiap pergi walau melangkahkan kaki saja masih terasa risi. Aku harus kuat dan tak boleh cengeng. Dengan sambil berpegangan di dinding dan membawa bungkusan kado, aku melangkah perlahan lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju pintu. Di depan rumah kost, taxi yang kupesan sudah menunggu. Bergegas aku masuk ke dalamnya lalu menyuruhnya untuk jalan. Setengah jam perjalanan dan tak jauh dari rumah baru Bastian, aku sudah meminta untuk diturunkan. Aku melangkah perlahan dan menatap tajam ke arah rumah bertingkat dua itu. Eh, mobil Bastian kebetulan sedang terparkir di depan pagar, sangat pas sekali. Mobil sport merah yang memang terbuka itu sepertinya baru saja tiba, mungkin pemiliknya hanya mampir sebentar saja. Segera kuletakkan bungkusan kado itu di kursi kemudi, lalu melangkah menjauh. Kulambaikan tangan pada abang tukang ojek dan minta diantar ke warung makan. Setelah kenyang, aku kembali mencari taxi untuk pulang ke rumah kost. Semoga Bastian senang dengan kado yang kuberikan. Aku menahan tawa lalu turun dari taxi. Sesampainya di kamar kost, segera kubuka pakaian ala ninja ini yang tadinya hanya terlihat mata saja itu. kubawa pakaian itu ke kamar mandi lalu membakarnya menjadi abu. Semua jejak dan bukti telah kumusnahkan. Besok aku akan pindah rumah kost dan memulai hidup baru. Rivana telah hidup kembali, bukan Rivana yang bucin, tapi Rivana yang tangguh dan butuh siapa pun, calon pengacara kondang. **** Beberapa hari kemudian. Kini aku sudah terbaring di kamar kost yang baru dan kali ini memilih tempat kost yang tak jauh dari calon tempat magang. Minggu depan, aku baru akan ke kampus untuk melengkapi persayaratan magang yang masih kurang kemarin karena keburu acara lahiran. Ugh, aku benci. Kuraih ponsel dan membuka aplikasi koran online. Aku ingin tahu, apakah Bastian melaporkan ke Polosi penemuan bayi tak bernyawa itu. Berita Penemuan mayat bayi dalam kotak kado : Siang tadi telah ditemukan mayat bayi laki-laki yang dibungkus seperti kado. DV yang mendapatkan kado itu terletak di dalam mobilnya, mengira telah mendapatkan suprise dapat sang pacar. Akan tetapi, saat membuka bingkisan itu, bukan kado istimewa yang ditemukan melainkan sesosok mayat bayi di dalam plastik. Hingga detik ini masih dilakukan pengusutan, siapa pelaku pembuangan bayi itu. Saudara DV dan pacarnya TR, saat ini masih menjadi saksi. Aku tersnyum miring setelah membaca berita itu. Rasanya sangat puas. Ini baru awal Bastian, akan lebih banyak kejutan lagi tentunya untuk kamu. Aku memang sengaja tak melaporkannya ke Polisi karena hukuman penjara itu masih kurang cukup untuk membalas semua yang telah ia perbuat kepadaku. Kuraih ponsel lalu kembali memikirkan rencana untuk magang. Sebaiknya magang kutunda saja dulu, ada baiknya menyelesaikan skripsi. Apalagi judul yang kuajukan sudah mendapatkan ACC. Semangat, Riva. Kuambil laptop lalu memulai mengetik bab awal skiripsi yang kutargetkan harus selesai dalam waktu tiga bulan dan rencananya, sambil menunggu jadwal sidang akhir nanti, baru akan kumanfaatkan untuk magang sebab akan butuh waktu sebulan untuk antri sidang skripsi. Hari terus berlalu, semangatku semakin full untuk secepatnya menyelasaikan skripsi ini. Apalagi Pak Jimmy sang dosen pembimbing selalu mendukungku, dia sangat baik. Oh iya, sebelum tidur, aktivitas rutin juga harus kulakukan yaitu menelepon Bastian dengan nomor baru lalu mendengar mendengarkan rekaman tangis seorang bayi. Kadang juga, aku mengirimkan video boneka yang kutusuk-tusuk hingga mengeluarkan darah. Tempo hari juga aku pernah mengirimkan kembali bingkisan yang berisikan boneka seperti bayi yang tentunya sudah kusiram dengan darah ayah dan tetap dengan tulisan “happy new years.” Aku takkan membiarkan dia bernapas dengan tenang. “Aagghh!!!” Terdengar suara jeritan Bastian dari arah ponsel yang disertai nada ‘tut-tut’ panggilan terputus. Hahaa ... aku tertawa puas. Setelah menerornya, segera kukeluarkan kartu sim lalu mematahkannya. Besok-besok akan kugunakan kartu yang lain lagi. Terima hukumanmu, Bastian sayang. Dengan sambil tersenyum sendiri, aku mulai berbaring dengan memeluk gulingku lalu memejamkan mata. *** “Oweee ...oweee ... oweee .... “ Suara bising tangisan bayi terdengar di dekat telinga. Aku membuka mata cepat, lalu bangkit dari tempat tidur dan mancari sumber suara. Tangisan semakin kencang, hingga aku harus menutup telinga agar tak pekak. Langkahku kini berhenti di depan kamar mandi. Eh, ini kamar kostku yang dulu. Kenapa aku ada di sini? Aku celingukan namun tangan kanan malah memutar knop pintu. “Agghhh!!!” jeritku hiteris saat melihat sesosok bayi bersimbah darah di lantai kamar mandi. Aku segera terduduk di atas tempat tidur dengan napas yang tersengal-sengal. Kuusap wajah yang penuh keringat, ternyata aku sedang bermimpi. Syukurlah, kuraih gelas air putih di atas meja dan menenggaknya hingga tak bersisa. Sampai kapan mimpi ini akan terus meneror hidupku? Dia, bayi tak berguna itu selalu hadir di dalam mimpi. Kenapa ia menerorku? Kenapa tak meneror enam orang bapaknya itu saja? Kukepalkan tangan dengan geram. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD