Bab 1

2018 Words
Richard kembali ke kursinya dengan ekspersi wajah yang sama. Postur yang agak dibungkukannya, jari-jarinya memainkan ujung dasi salur yang ia kenakan hari ini. Dan sesosok yang tengah berjalan kepadanya sudah sangat mengenali gelagat itu. Aroma kegagalan lagi, pikirnya. “So, apa yang terjadi dengan Jessica? Kau memiliki malam yang panas dengannya Rabu lalu?” Sayang. Balas dari tanya itu hanya helaan napas panjang. “Kurang panas? Atau dia sedang mendapat masa menstruasinya?” Senyum masih dipertahankan dokter cantik itu, seraya berharap bukan sebuah ending cerita lagi yang didengarnya kali ini. Walau itu mustahil untuk sekarang ini. “Seharusnya kau bertemu dengannya. Kau akan tak tahan dengan sikap princesnya. Entah dia itu menganggap aku ini kekasih, atau sponsor dana untuk kehidupan mewahnya. Intinya dia sangat menyebalkan.” Dokter Alice, seorang psikiater yang belakangan sering menjadi pelabuhan terakhir pria tampan nan rupawan dengan segudang permasalahan itu, jelas bisa membaca betapa Richard sangat sebal kepadanya. Dari bagaimana cara Richard membahas wanita itu dengan penuh emosi, cukup menjadi bukti kalau ia telah jatuh lagi ke dalam hubungan yang membawanya kepada akhir yang tak meyenangkan. Lagi. “Kau mengakhirinya? Berarti hubunganmu dengannya menjadi satu dari deretan hubungan tersingkatmu?” tatap Dokter Alice dalam seraya bertanya. Seolah bisa menembus ke dalam diri Richard, melihat ke dalam seonggok manusia yang terus melampiaskan permasalahan internalnya dengan cara yang paling tak waras. “Ya, begitulah. Mau bagaimana lagi? Aku tak bisa bertahan dengan wanita yang hanya menjadi lumut di hidupku. Tapi….” Richard menjeda. “Aku tahu sekarang, tipeku selain harus memiliki kecantikan, pengertian, tapi juga tidak matrealistik.” Bibir bawah sensual yang terlahir dengan bakat hebat membuat wanita terbuai itu, agak dimanyunkannya. Jauh dalam diri Richard ia merasa sangat putus asa dengan kejadian yang terus berulang dalam cerita hubungan percintaan dan wanitanya itu. Ia adalah definisi ketampanan yang peripurna. Bahkan dokter Alice berulang kali memperingatkan diri, kalau saat ini ia dituntut untuk profesional. Untuk tidak terjebak dalam pesona kharisma yang bagai pujangga penakluk wanita itu. Kaki-kaki panjang yang ia silangkan, dibalut celana formal plain, sepatu dengan brand yang menujukan betapa mahal nilai dirinya. “Ehm, kau ingin teh? Ah, tidak sepertinya kau memang butuh itu.” Dokter Alice memutuskan untuk membuatkan pasiennya itu secangkir teh, atau ia akan terus menontoni polah Richard yang membuatnya meleleh dengan sejuta pesonanya. “Terimakasih banyak dokter.” Dokter Alice hanya tersenyum seadanya sambil bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju meja bersikan teh dan pemasan di ujung ruangannya. Beberapa kali ia membenarkan jas putih kebanggaannya, untuk meredam kegugupannya ulah Richard dan kesempurnaan parasnya. Gulp. Diam-diam ujung mata Dokter Alice memperhatikan bagaimana Richard yang meloloskan dasinya dari kemeja putihnya. Yang dilanjtkannya dengan menggulung lengan kemejanya. Sungguh luar biasa menggoda. Oh, wanita mana yang tak tergoda kepada pria sepertinya! Dan lagi… wanita seperti apa yang akan cukup untuk bersanding dan bertahta di hatinya??? He is such a BIG PROBLEM! Teh chamomile yang sedikit dicampur perasaan gelisah oleh tangan pembuatnya itu akhirnya tersaji. Richard tersenyum dan mengucap terimakasihnya kembali kepada Dokter Alice. Dokter Alice lagi-lagi dibuat tergoda menyaksikan bagaimana pemilik ketampanan itu menyeruput teh buatannya. Bagaimana hidung mancungnya membaui aroma menenangkan khas chamomile, lalu mata dalam yang menyiratkan banyak misteri agak memejam, alis-alis tebalnya yang jadi sedikit mengerut, sampai kepada bibirnya menyeruput, menyisakan efek basah di sana. Tidakkah dia sedang menggodaku? Tentu tidak. Itu hanya … dirinya yang sangat mempesona. “Ah, aku tidak bisa. Kau terlalu mempesona Richard. Harus aku akui itu.” “Hah?” Reaksi spontan Richard. Keterkejutan dan raut bingung kental di wajahnya berkat ungkapan tiba-tiba dari terapisnya itu. “Aku tak heran bagaimana kau yang seperti daging segar bagi wanita yang bisa digambarkan sebagai kawanan heyna. Mereka akan sangat inginkan dirimu dengan kesempurnaan paras dan kesuksesanmu.” Dokter Alice menggigit bibir bawahnya setelah mengutarakan apa yang ada dalam isi kepalanya. Itu adalah penuturan paling jujur, tidak ia lebih-lebihkan. Pas sekali penggambarannya untuk sosok yang akan membuat banyak wanita berhasrat dan menyerahkan diri kepadanya. Well, yang pada akhirnya akan Richard buang dengan segudang alasannya. Sementara itu, Richard terlihat merenung. Ia merasa kalau dirinya kini telah disudutkan berkat kelebihan yang dimilikinya. Untuk pertama kalinya ia berpikir kharisma, yang ia sadari, telah tertanam bersama dengan aura tak terelakan dalam dirinya, terasa begitu menyesakan. Tak lantas membuatnya dengan mudah menemukan sosok yang benar-benar ia inginkan. “Tak bisakah Dokter mengutuku menjadi seorang monster, lalu membuatku terkurung di sebuah istana tua sampai tibanya seorang putri Disney datang kepadaku? Itu akan jadi cerita yang mengharukan, bukan?” Richard terkehkeh, membuat humor tak lucu untuk cerita hidupnya. Dokter Alice tersenyum samar. Sebelum kemudian ia mengeluarkan sebuah file yang harus Richard isi. “Ini adalah kuesioner yang harus kau isi. Hasilnya akan menentukan bagaimana perkembanganmu, kemudian akan membantu kita menemukan kejelasan pola yang terus berulang, yang membuat hubunganmu terus berakhir,” ucap dokter Alice seraya menyerahkan filenya. Richard mengela napas. Sejujurnya ia paling malas melakukan sesi yang menurutnya agak sedikit merepotkan itu. Namun ia menerimanya. “Okey.” “Dan satu lagi, apa kau tak keberatan untuk melakukan tes dan beberapa rangkaian hipnoterapi? Ini adalah bagian dari rangkaian dari proses terapi yang kami miliki. Biasanya masa lalu pun memiliki dampak, bahkan tak sedikit menjadi penyebab utama dari timbulnya permasalan pasien.” Richard diam untuk yang satu itu. Ia jelas tahu, bahwa dalam sesi itu masa lalunya yang bagai borok luka lama akan dikorek sedemikian rupa dan membuat rasa sakitnya timbul kembali ke permukaan. “Itu…” *** Sial. Sungguh sebuah kesialan. Richard terus mengumpat dalam hati karena ia telah melakukan kesalahan yang menurutnya terlalu memalukan untuk dilakukan seorang pengacara kondang sepertinya. “Argh! Kenapa kau bisa salah mengambil berkas?! Kau tahu itu adalah materi penting! Padahal aku bisa langsung menutup sidang dengan itu, tapi kau-“ Richard tak meneruskan kalimat yang dibakar segunung kekesalannya itu. Ia merasa paling tak berdaya melihat bagaimana ekspresi Arnold yang… ehm, menyebalkan menurutnya. Kenapa beruang besar itu bisa memiliki mata dan raut seperti anak kucing yang menyedihkan kala aku marah?! Argh! “Aku sudah menyiapkannya. Aku yakin itu adalah berkas yang benar, Mr. Richard,” balasnya, membela diri. Jangan lupakan suara Shincannya yang ia buat seimut mungkin, dan itu membuat Richard… “Aa-aahh! Mister! PIPIKUU!” erang dan teriaknya. Richard sudah ingin melakannya sedari ia belum mengomeli si gient asistennya itu, dan baru kesampaian sekarang. Mencubit dan mengacak-acak wajah Arnold adalah bentuk pelampiasan terbaik bagi Richard. Sampai kemudian seorang wanita muda terlihat berlarian menuju ke arah keduanya. Menyisakan 3 langkah lagi, namun kaki-kaki jenjangnya justru berhenti, nampak ragu untuk menghampiri. “Mi-mister, i-itu…, Ah, lepas dulu, itu-“ “Kau berharap aku lepaskan? Jangan harap! Aku bisa membuat tubuhmu kempis, sampai berubah menjadi selembar kertas!” Wanita itu terlihat kikuk mendengar percakapan dua pria, terpatnya ucapan pria berjas resmi, dengan satu lencana sebagai atibut sidang di d**a kirinya. Ia tergelitik seorang pengacara terkemuka bisa memiliki tempremen dan melampiaskannya dengan cara yang sedikit… menggemaskan. “Mi-mister, aku sungguh-sungguh, itu…, di belakangmu, ada wanita…” Arnold yang sadar akan hadir wanita asing berjarak tak jauh dari mereka, terus berupaya untuk menghentikan aksi Richard kepadanya. Atau lebih karena ia merasa bisa dibuat benar-benar seperti balon yang akan dikempiskan oleh amarah Richard. “Jangan membua-“ “Ehem,” wanita itu menyela dengan dehemannya. Dan itu cukup untuk membuat Richard menyudahi aksinya pada Arnold. Cepat kepalanya menoleh, tangannya yang semula ia gunakan untuk menindas pipi Arnold yang malang kini langsung ia gunakan untuk merapikan pakaiannya. “O-oh, hai, ehm…” Richard belum sepenuhnya kembali, kontrol dirinya masih belum berada dalam kendalinya, sampai ia tak memberikan sapaan yang benar kepada wanita manis di hadapannya. Sampai akhirnya ia menghembuskan napas yang panjang sekali. “Ah, maaf sekali kau harus melihat adegan tak pantas baru saja. Tapi jangan dipikirkan, aku hanya sedang kesal pada beruang satu itu.” Suaranya, nadanya, penuturan katanya benar-benar bagai gelombang badai pesona. Richard sudah kembali, auranya langsung memancar, dan itu membuat wanita manis dihadapannya agak silau mungkin, sampai ia hanya terpaku karenanya. “Apa ada suatu kepentingan, hingga kau menghampiriku?” tambah Richard, ramah. Tatap dan gesturenya menunjukkan sisi gentle juga hangatnya. ‘Padahal masih hari kemarin ia mambentaki dan mengamuk pada karyawan dikantor, dan sekarang ia bersikap bagai malaikat, aku merasa harus melaporkan ini pada dokternya, mungkin saja dia memiliki kepribadian ganda.’ Diam-diam dan tanpa suara Arndold menggerutukan sikap bosnya yang bagai roller coster. Meninggalkan Arnold yang sibuk mengusapi jejak-jejak hasil cubitan Richard, wanita berambut agak pirang, berwajah mungil dengan titik-titik di area hidung dan pipinya, yang menjadi daya tariknya, mungkin? Entah bibir cerinya yang mungil namun full, benar-benar sosok yang menggemaskan, nilai Richard. Namun tentu wanita seperti itu bukanlah tipenya, apalagi ia mengenakan jeans, bloush 300 ribuan, dengan tote bag, sudah bisa Richard tebak kalau ia masih seorang mahasiswa. “Aku bertanya kepadamu, Nona,” ucap Richard kembali, karena wanita dihadapannya kini malah hanya diam memandangnya. “A-ah, maaf, aku hanya-…, Ah! Tugasku, maksudku milikmu dengan milikku tertukar,” agak berbelit-belit dan rancu ia menjelaskan. Richard sampai memiringkan kepalanya, mencerna ucapannya. Sampai kemudian jari telunjuknya mengarah pada berkas yang menjadi biang tidak lancarnnya sidangnya hari ini. “Ah, jadi ini milikmu? Bagaimana ini bisa tertukar?” Richard bertanya seraya melakukan barter berkas yang rupanya tertukar itu. Wanita itu setengah membungkuk, sebelum ia mengucapkan maafnya. “Kau pasti mengalami kesulitan karena aku, bukan? Ini tertukar saat aku dengan dirinya duduk bersama menunggu di deretan kursi sana karena ada banyak media dan wartawan yang berekerumun di puntu utama.” Cukup menjelaskan, pikir Richard. Ia melirikan matanya pada sosok yang kini terlihat diliputi kemenangan, sampai senyum sumbringah tampil di wajahnya. Arnold merasa cukup untuk menutut maaf dari bosnya itu. “Ah, masih bisa kutangani, tak apa. Tapi sepertinya kau sedang mempelajari kasus Pro Bono? Kau-“ “Aku seorang mahasiswa, dan ya, praktik…ehm, jadilah aku disini sekarang, dan malah mengganggu tugas seorang advokat, aku sungguh-sungguh meminta maaf…,” dengan nada penuh sesal kalimat itu terucap. Richard menyunggingkan senyum lebarnya, ingin menunjukkan kesungguhannya bahwa ia sudah memaafkan wanita muda itu. “Tidak apa, semuanya bisa kutangani, lagi pula berkasnya sudah ada padaku sekarang.” Dan meski ia sudah berkata begitu kepadanya, wanita manis itu tetap membungkukan tubuhnya, meminta maaf kembali kepadanya. “Tidak apa, sungguh. Aku harap kita akan bertemu lagi saat kau lulus, aku pikir kau akan menjadi seseorang yang hebat.” Lihat itu! Itu adalah sesuatu yang secara natural dimiliki oleh seorang Richard. Sikap manisnya benar-benar berhasil membuat hangat hati wanita yang kini menatapnya dengan mata yang …. Terpesona. “Sampai jumpa lagi, aku harus kembali ke ruang sidang,” ucap Richard dengan melenggang pergi meninggalkan wanita itu. “Mister, kau tak meminta namanya? Nomornya? Atau janji temu di lain waktu? Kau sudah tak memiliki wanita sekarang. Dan dia sangat cantik, bukankah kau bisa memanfaatkan keadaan ini dengan membuatnya menjadi kandidat wanitamu berikutnya?” Ocehan panjang Arnold itu langsung mendapat tatap tajam dari Richard. Bahkan satu tangannya yang tengah memegang berkas itu sudah mengudara, siap untuk memberikan tamparan kepadanya. “Kau pikir aku ini seorang c***l yang hina? Tak bermoral? Kau tak dengar dia mahasiswa. Dan lagi, dia bukan tipeku, kurang mengkilap, dan terlalu polos. Mana tega aku membuatnya mendesah bagai wanita liar?” Ah… dengan terperanga suara itu lolos dari mulut Arnold. Seolah ia berhasil memahami favorit bosnya. “Jadi harus wanita liar yang menjadi kekasihmu?” tanya Arnold. Langkah kaki Richard terhenti karenanya. “Siapa bilang?” “Bukankah benar begitu? Mr. Richard tadi berkata begitu… bukan? Atau aku salah?” *** “Benar,” ucapnya dengan dilanjutkan oleh hempas napas panjangnya. “Sepertinya salah satu cara yang patut dicoba adalah mengeluarkannya dari lingkungan kawanan liar heyna. Aku harus mendorongnya untuk berada di sebuah ladang dengan biri-biri yang manis,” tambahnya. “Tapi Dokter Alice bagaimana kau melakukannya? Dia sudah terbiasa dikelilingi oleh wanita-wanita glamor dengan gaya hidup yang berkilauan. Wanita seperti itu terkenal dengan gaya hidup mewah, malam panas, dan pria mapan, tampan seperti Richard Lee sudah pasti bagian di dalamnya.” Mendengar balasan dari seorang staffnya, Dokter Alice mau tak mau didorong untuk membuat Richard keluar dari kebiasaan lamanya, dan mendapati zona yang baru. “Ini akan menjadi tantangan baginya. Pertemuan berikutnya pasti akan sangat panjang dan penuh perdebatan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD