3. Pertemuan kembali

1014 Words
Dino duduk di meja kerjanya dengan mengerjakan tugasnya serius. Meja kerja yang rapi lengkap dengan beberapa alat ukur dan buku-buku rumus fisika dan kimia. Hari ini pekerjaannya sangat banyak, tapi belum setengah hari kepalanya sudah sangat pusing. Dino memijat pelipisnya berharap bisa mengurangi pusing yang dia derita. Dino masih teringat perkara kapal kemarin, dia masih belum menemukan siapa yang sudah membuat jebakan batman ini. Dan pertanyaan, kenapa harus dia? Terus berputar di otaknya tanpa menemukan jawaban. Sudah berulang kali kejadian ini terjadi. Terorr peledakan bom, hewan-hewan percobaannya yang mati tanpa sebab juga penelitiannya yang sudah berhasil selalu diakui orang lain. Dino merasa tidak punya musuh sebelumnya, tapi siapa gerangan yang mencoba mencari gara-gara dengannya. Bahkan alarm bawah tanah rumah Dino pernah berbunyi nyaring, Dino menemukan titik nuklir yang sengaja diletakkan di sana. Anehnya, itu terlihat jelas menyerang personalnya seolah memang ada mata-mata yang selama ini mengawasinya. Namun siapa gerangan, Dino belum dapat memastikan.  Dino membuka komputernya, dia mencari berita tentang peledakan kapal kemarin, tapi satu media pun tidak ada yang memuat beritanya. Dino berpikir, pastilah di balik kejadian kemarin ada orang licik yang punya kenalan orang-orang penting. Bahkan polisi saja tidak ada yang mengusut. Atau mungkin mafia yang ingin menguasai dunia kimia penuh rumus ini? Tapi untuk apa? Dino bukan salah satu orang yang berpengaruh untuk dunia.  “Ah, sialan!” maki Dino menggenggam bolpinnya dengan erat. Amarah sudah berada di puncak kepala Dino. Tidak mungkin ini kejadian tanpa sengaja, sudah pasti ini terencana dengan matang. Kejahatan mereka pun tidak pernah terendus kepolisian setempat.  Tok tok tok! “Masuk!” titah Dino. Dino mendongakkan kepalanya, Dino lantas berdiri saat mengetahui yang datang adalah Sekretaris CEO “Prof, Mr Nick memanggil anda untuk ke ruangannya!” Dino menganggukkan kepalanya. Setelah memberesi meja kerjanya, pria itu segera menemui atasannya. Di sepanjang koridor, Dino hanya bisa mengelus dadanya berharap dia tidak melakukan kesalahan hingga CEO harus repot-repot memanggilnya. Dino dipersilahkan masuk oleh Sekretaris CEO, Dino mengucapkan terimakasih dengan sopan. Nickolas duduk di meja kerjanya, saat mendapati Dino lantas dia menyuruhnya duduk. “Mohon maaf, Sir. Anda memanggil saya?” “Iya, silahkan duduk!” Dino duduk dengan anteng sembari melihat Nickolas mencari sesuatu yang berserakan di meja kerjanya. “Dino, saya menemukan seseorang yang cocok untuk kamu. Dia bisa menjadi rekan kerjamus. Saya melihat juga dia lulusan University of Texas, sama seperti dirimu,” jelas Nickolas. “Siapa, Sir?” “Lihat ini!” Dino menerima berkas bersampul biru. Saat membukanya, perasaan Dino sudah tidak enak. Dan benar tebakannya, foto seorang perempuan yang ingin membuatnya memakannya hidup-hidup. Nama Sivana Sausena juga tertera jelas di sana. Manusia yang paling Dino benci adalah Sivana, mantan mahasiswinya yang tidak pernah berpikir dengan otak. Tempurung tanpa otak, itulah yang bisa menggambarkan Sivana menurut Dino. Dino tidak menyukai Sivana bukan tanpa alasan, melainkan Dino muak dengan gadis itu yang kuliah hanya untuk main-main. Mengandalkan orangtuanya yang kaya, Sivana selalu memanipulasi nilai. Hanya Dino yang tidak sudi saat disuap dengan banyak uang sekalipun. Belajar ya belajar, tidak boleh curang dengan nilai. “Maaf, Sir. Anda mau memberiku orang seperti ini?” tanya Dino tidak percaya. Nickolas mengangguk. “Apa ada yang salah?” “Tidak. Maksud saya, apakah tidak ada orang lain?” “Transkip nilainya yang tertinggi. Dan dia mau ditempatkan di sini, yang padahal kalau dia di Amerika, banyak yang menerimanya. Saya rasa prinsip hidupnya sama seperti kamu,” jelas Nickolas. Dino mengeram tertahan. Transkip apanya, sialann? Jerit batin Dino. Dino tau betul Sivana hanya orang bodooh yang suka menyuap dengan uang. Dan Dino yakin seratus persen kalau transkip nilai gadis itu hanya manipulasi dan akal-akalan otak licik Sivana.  Dino ingin menolak, tapi apa daya kalau CEO sudah berkehendak. Setelah selesai berbincang membicarakan anak baru bernama Sivana itu, Dino dipersilahkan kembali ke ruangannya. Demi apapun Dino tidak ingin lagi bertemu wanita itu. Dino yakin, wanita itu tidak akan pernah mau menjadi rekannya. Yang ada, hanya akan menjadi penghambatnya dengan otak tak berisinya. Dino juga yakin kalau Sivana hanya datang untuk merusuh.  "Apa yang bisa gadis bodohh itu lakukan, huh?" tanya Dino. Bukan Dino juga kalau tidak meremehkan Sivana. Kalau Dino sudah mengecap salah satu orang, sulit bagi Dino untuk mengubah penilaiannya.  Dino menuju ruangannya. Namun, langkahnya dihadang oleh seseorang. Dino meneliti penampilan wanita itu dari atas sampai bawah. “Masih ingat saya, Tuan?” tanya wanita itu. “Maaf, saya tidak mengingat orang tidak penting seperti Anda!” jawab Dino. Sivana tersenyum, Dino tetap sama dengan mulut pedasnya. Wanita itu melihat Dino yang berjalan menjauhinya. Dino sama sekali tidak menolehkan kepalanya lagi. Bagi Dino, tidak penting mengingat orang-orang yang tidak pernah berjasa pada hidupnya.  “Oke, pertemuan pertama setelah sekian tahun, terjadi dengan buruk,” ucap Sivana terkekeh seorang diri. “Selamat datang di kegilaan Sivana Sausena. Profesor Dino tidak lebih dari kadal kecil yang bisa diinjak kapan saja.” tambah perempuan itu lagi dengan tersenyum licik.  Sivana tidak akan melepas Dino begitu saja. Mau memakai cara aapun dia tetap akan mengalahkan Dino. Sivana gadis berambisi, baginya tidak akan ada yang bisa mengalahkan dirinya.  Sedangkan Dino segera memasuki ruangannya, pria itu merenung di ruangannya seakan memikirkan sesuatu. Dino seperti sangat familiar dengan perempuan yang dia temui. Sekeika ingatan masa lalu memasuki pikiran Dino, di mana dia saat menjadi dosen di universitar of texas.  "Gadis licik itu, mau bermain-main rupanya," ucap Dino mengetuk-ketukkan jemarinya di meja.  Dino bertekad dia tidak akan kalah dengan Sivana. Dino merasa kedatangan Sivana untuk kali ini bukan membawa hal yang baik, tapi malah membawa keburukan.  "Sampai sejauh mana kamu akan main-main denganku, SIvana?" tanya Dino meremas bolpinnya sampai berbunyi 'kretek saking kuatnya.  "Mari kita lihat, aku atau mahasiswi bodoh sepertimu yang akan menang?" sinis Dino dalam hati. Iyta, sekarang Dino ingat betul kalau foto yang ditunjukkan CEO tadi sama persis seperti gadis yang dia temyui tengah menghadangnya tadi.  "Kali ini kalau kamu memperlihatkan bendera perang, aku akan menyambutnya dengan senang hati!" tegas Dino penuh ketakatan. Mungkin Sivana bekerja di sini untuk menjadi temannya, tapi Dino yakin kalau sebenarnya Sivana hanya ingin menjadi rival. Untuk gadis seambisi Sivana, tidak mungkin jauh-jauh dari Amerika hanya untuk bekerja di Singapura. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD