Housemates With The Boss - 12

1231 Words
Aliran air shower yang mengucur membasahi tubuh Danu nan berotot. d**a bidangnya terlihat jelas dengan bagian pinggang yang mengerucut. Otot lengannya juga kentara saat dia mengusap rambutnya yang masih berbusa. Danu menikmati sensasi aliran air hangat yang membasahi tubuhnya itu. Setelah selesai dia pun keluar dan menatap kamar apartemen peninggalan Riyan itu dengan helaan napas pelan. “Padahal rencananya aku hanya akan menyambung sewa tempat ini,” bisiknya kemudian. Danu kemudian segera berpakaian. Rambutnya masih menitikkan air karena tidak dikeringkan dengan benar. Biasanya, ketika masih menempati kediaman orang tuanya, akan ada staf khusus yang mengurus masalah styling rambutnya. Setelah mandi, Danu akan duduk menikmati secangkir kopi, sedangkan para staf akan sibuk mengeringkan rambutnya, mencarikan sepatu, mencarikan outfit dan lain sebagainya. Tapi sekarang … Danu harus melakukan semuanya sendiri. Dia bahkan belum genap dua minggu pergi dari rumah, tapi Danu sudah merasa kesulitan yang teramat sangat. Setelah selesai, Danu kembali menuju area parkiran dan segera meluncur pergi dengan mobil kesayangannya. Sore ini ia sudah mempunyai janji untuk melihat sebuah rumah yang akan ia tempati. Ditemani lagu My Oasis dari Sam Smith, mobil itu terus melaju menembus jalanan Ibukota yang padat dan ramai. Sepanjang perjalanan menuju tempat itu Danu kembali berpikir. Apa sebaiknya dia kembali saja ke singgasananya? Ia hanya perlu meminta maaf pada sang papa dan semua akan selesai. Danu juga bisa menginap di hotel setiap harinya untuk menghindari wanita dan anaknya yang menjengkelkan itu. Tapi … Itu jelas sangat bertentangan dengan prinsipnya. Danu meremas stir mobilnya lebih kuat seraya mengangguk. “Yah … aku tidak boleh menyerah. Aku adalah Danu Wijaya Hadiningrat yang selalu memegang teguh apa-apa yang sudah dikatakannya.” . . . . Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya Danu tiba di tempat tujuan. Ia mematikan petunjuk navigasi, kemudian turun dari mobil. Di depannya kini terlihat sebuah rumah mungil yang bersih dan indah. Bagian depan rumah itu ditumbuhi oleh bonsai yang di potong rapi. Di bagian kanannya terdapat sebuah atap kanopi yang akan menjadi tempat parkir. Rumah minimalis itu mempunyai banyak jendela kaca di bagian depannya. Estetik, adalah satu kata yang bisa menggambar rumah dengan cat berwarna monokrom itu. “Not bad,” bisik Danu pelan. Kedatangan Danu langsung disambut oleh seorang perempuan dengan perhiasan emas yang terjuntai-juntai di tubuhnya. Kalung emasnya terlihat sangat besar sekali. Danu bahkan cemas leher perempuan itu akan keseleo karena beratnya. Gelang yang melingkar di kedua pergelangan tangannya juga tak kalah amazing. Cincin-cincin di jari gembrotnya itu menyilaukan mata. Danu meneguk ludah. Perempuan yang memiliki badan tambun, dengan make up menor di tambah tatanan rambut yang disanggul besar itu terlihat seperti emas berjalan. “Kamu Danu, ya?” sapa wanita itu ceria. Danu mengangguk. “Iya, Buk … saya Danu.” Tiba-tiba wanita itu melotot. “A-apa … k-kamu memanggil saya Ibuk?” Deg. Danu terkejut. Lantas dia harus memanggil apa? Nenek? “Panggil saya Tante … Tante Stasya!” ucapnya sambil menjulurkan tangan. Danu meneguk ludah, tapi kemudian dia menjabat tangan itu. Tante Stasya itu pun terkikik pelan dan meremas tangan Danu dengan sangat erat. Danu tersenyum canggung dan berusaha menarik tangannya, tapi genggaman tangan tante Stasya cukup erat hingga Danu harus mengeluarkan tenaga eksta untuk melepaskan tangannya. “Ups … sorry! Tangan tante memang suka kapalan kalo sedang menjabat tangan lelaki ganteng,” ucapnya. “Hahahahahaha ….” Danu tertawa cemas, lalu kemudian menatap tajam. Tatapan mematikan itu sukses membuat tante Stasya meneguk ludah. Sikap centilnya segera menghilang, berganti dengan wakah serius lagi sopan. “K-kalau begitu ayo kita masuk untuk melihat rumahnya,” ucap tante Stasya kemudian. . . . Suasana dalam rumah itu sangat rapi dan cukup lengkap. Segala fasilitas sudah di sediakan. Ada sofa minimalis dan televisi di ruang tamu. Di bagian dapur juga sudah disediakan mesin cuci, kulkas dan juga kompor listrik. Danu pun tak ketinggalan mengecek kamar mandinya. Air mengalir lancar dan juga yang paling terpenting bagi Danu adalah ‘bersih’. Danu adalah tipikal yang sedikit terobsesi dengan kebersihan. Danu terbiasa hidup teratur, disiplin, bersih dan juga beretika. Gaya hidupnya itu pun akan selalu ia bawa di mana pun dia bernaung. “Jadi sebelumnya rumah ini belum ada yang menempati?” tanya Danu setelah memerhatikan semua furniture dan kondisi bangunan yang terlihat baru. “Benar syekali,” jawab tante Stasya. “Ini adalah properti saya yang baru selesai dibangun. Jadi kamu akan menjadi penghuni perdana di rumah ini.” Danu tersenyum senang. Semua cukup menarik. Sepertinya dia akan betah tinggal di rumah itu. “Sekarang kita lihat kamarnya, ya,” ucap tante Stasya. Danu sudah tak sabar. Sang empunya kontrakan kemudian membuka pintu itu. Danu segera melenggang masuk untuk melihat. Dan astaga … Kamar itu cukup membuat ia terpesona. Ukuran kamar itu lumayan luas. Di dalamnya terdapat sebuah kasur sigle bad ukuran 90 kali 200. Selain itu juga di sediakan lemari pakaian, rak gantung, meja nakas dan juga sebuah meja kerja minimalis lengkap dengan kursinya. Danu mengangguk senang. Dia merasa beruntung menemukan rumah sebagus itu dengan harga yang cukup miring. “Bagaimana? Kamu suka, kan?” tanya tante Stasya. “Ya, saya nyaman dengan rumah ini.” Tante Stasya tersenyum penuh arti. “Dan satu lagi … kamu di sini bebas untuk membawa tamu siapa saja.” Eh. Danu mengernyit bingung. “M-maksudnya.” “Saya bukan orang yang berpikiran sempit. Bukan juga berpikiran kuno,” jawab tante Stasya. “Saya masih tidak mengerti.” “Maksudnya kamu bahkan boleh membawa pacar kamu ke sini,” bisik tante Stasya. Deg. Danu melotot kaget. Seketika dia merasa gerah. Danu buru-buru keluar dari kamar itu sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Kenapa akhir-akhir ini dia selalu menjumpai manusia-manusia super unik yang meresahkan? “Terima kasih banyak, Tante … saya akan menjaga rumah ini dengan baik,” ucap Danu kemudian. Tante Stasya memukul pundak Danu dengan segenap tenaganya hingga Danu tersentak. “Hahahaha … kamu bisa saja. Jadi kapan kamu akan pindah ke sini?” “Sekarang juga!” Tante Stasya mengangguk pelan. Tatapan Danu beralih pada sebuah pintu kamar yang berada tepat di sebelah pintu kamarnya. Danu hendak menyentuh gagang pintu itu, tapi tangan semok tante Stasya langsung mencegatnya. “No … no … no … kamu tidak boleh masuk ke sana Sayang.” Danu menatap bingung. “Loh … memangnya kenapa?” “Kamar itu juga sudah mempunyai pemiliknya.” Deg. “P-pemiliknya?” Tante Stasya mengangguk. “Iya.” “S-sebentar … jadi maksudnya rumah ini bukan hanya saya yang menempatinya?” tanya Danu dengan wajah syok. “Kamu akan mempunyai yang namanya teman serumah atau istilah kerennya housemate,” jawab tante Stasya. Danu melotot. Padahal ia sudah membayangkan betapa senangnya hidup seorang diri di rumah itu. “T-tunggu ... kenapa kamu kelihatan tidak suka?” tanya tante Stasya. Danu meneguk ludah. “S-saya pikir rumah ini hanya akan ditempati oleh saya sendiri saja!” “Jadi kamu ingin menempatinya sendiri?” Danu mengangguk cepat. “Iya! Saya tidak membutuhkan yang namanya housemate.” Tante Stasya menyeringai. “Bisa saja, kalau kamu memang mau menempati rumah ini seorang diri.” “B-benarkah?” tanya Danu. “Of course … kamu hanya perlu menambah biaya sewanya dua kali lipat.” Danu terhuyung. Dia ingin melakukannya, tapi uang di dompetnya tidak merestui. Alhasil dia hanya bisa tersenyum pelan, kemudian baru berkata. “Saya rasa … tinggal dengan housemate akan menjadi pengalaman yang cukup menyenangkan ….” . . . Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD