Bab 2

2447 Words
HAPPY READING   ***   Armand memandang Amber, wanita itu berjalan membawa paperbag yang berisi sepatunya yang putus.  Kini mereka melankah bersama menelusuri kota. “Kamu sudah ke Grand Place?” “Belum,” ucap Armand, mereka menelusuri jalan. “Mau ke sana?” “Boleh.” Akhirnya Amber menemani Armand menuju ke Grand Place. Setidaknya dengan melangkah seperti ini Armand tidak merasakan sendirian. Ia melihat gerak-gerik Amber, wanita itu jenis wanita yang kalem dan terlihat anggun. Mengingatkannya pada putri-putri kerajaan masa kini. Wanita itu tahu bagaimana cara berpakaian dan berbicara yang baik. Ia yakin bahwa wanita itu memiliki wawasan yang luas dan bisa diajak diskusi. Beberapa menit kemudian mereka tiba di Grand Place. Grand Place itu adalah sebuah alun-alun yang terkenal karena sebuah balai kota yang memiliki gaya arsitektur gildehuizen, unik dengan atap atau pelana, pilaster,  batu yang terukir indah dan dekorasinya terbuat dari emas. “Mau aku fotoin nggak?” Tanya Armand kepada Amber tepat di depan Grand Place. Amber mellirik Armand dan tersenyum, “Boleh,” ucap Amber. Amber menyerahkan ponselnya. Karena dari kemarin ia sendiri, hingga sulit untuk mengabadikan moment di depan gedung itu. Ia kemarin hanya bisa berselfie saja. Armand menatap Amber, wanita itu tersenyum tepat di depan gedung tua. Lihatlah antara gedung dan Amber sebuah perpaduan yang sempurna. Wanita itu tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek. Ia melihat ada beberapa orang yang sedang melakukan hal yang sama. Ia memandang Amber, wanita itu ternyata fotogenik, mengingatkannya kepada Anya, yang selalu  berfoto dengan hasil menawan. Wanita yang tahu foto yang bagus, kebanyakan sudah tahu angle terbaik pada dirinya. Wanita itu sebenarnya tidak tersenyum, dia hanya menarik bibir  sedikit. Armand yakin bahwa wanita itu pasti sering melakukan ini. Ia percaya bahwa wanita itu pasti sering berlatih dan berpose di cermin. Beberapa kali Armand mengambil gambar pada bidik kamera secara fokus. Amber mendekati Armand, lalu Armand menyerahkan ponselnya kepada Amber. Amber melihat ke arah layar ponsel. Hasil bidikan Armand sangat baik, ia tidak sia-sia mengajak Armand keliling kota jika pria itu memiliki bakat menjadi fotografernya di Brussel. “Mau aku fotoin juga nggak?” Tanya Amber ia menatap Armand. “Boleh,” ucap Armand, ia menyerahkan ponselnya kepada Amber. Armand berdiri di depan gedung tua itu, dan Amber membidiknya beberapa kali. Jujur pria itu tampan dan pria itu sepertinya memiliki segalanya. Segalanya yang dimaksud bahwa, ia menduga Armand bukan pria sembarangan, pria itu pasti pria kaya raya yang kesepian, bukan karyawan biasa yang beberapa jam lalu dia ucapkan. Lihat saja pakaian yang dia kenakan memiliki merek Calvin Klein. Merek Calvin Klein pakaian yang sering dibeli oleh pria kaya raya. Bahkan survey membuktikan 3900 pria diseluruh dunia memiliki gaji 150.000  pertahun atau sekitar 2 milyar kebanyakan mengenakan merek Calvin Klein. Ia tidak tahu pasti celana jins yang digunakan pria itu merek apa. Dan tatapan Amber beralih ke jam jangan yang digunakan Armand, Pria itu  menggunakan merek Mont Blanc. Merek Mont Blanc yang ia ketahui  termasuk jam yang banyak orang di cari pria mapan di selurh dunia. Karena desain dangan kasual dan elegan. Amber tahu bahwa pria itu menggunakan jam kasual karena sedang dalam keadaan berpergian  agar tidak terlalu kaku. Ia seorang wanita yang bergelut di dunia fashion, ia tahu semua merek-merek ternama di dunia ini. Jam tangan Armand betul kisaran harganya berkisar 70-400 juta, atau bisa membeli sebuah mobil. Itu merupakan harga fantastis menurutnya, ia harus memproduksi  seribu baju untuk mendapatkan  sebuah jam tangan Armand, dan butuh berbulan-bulan lamanya untuk menghabisi stock tersebut. Amber mendekati Armand dan memperlihatkan hasilnya bidikannya. Armand tersenyum, ia mengambil ponselnya dari tangan Amber. “Mau foto bareng?” Amber sekali menatap Armand, ia menggigit bibir bawah dan mempertimbangkannya sekian detik. Pria seperti Armand bukanlah pria buruk menurutnya, bahkan pria itu terlihat tampan. Sebagai  pria yang menolongnya tadi, ia tidak akan menolak. Amber merasakan aroma parfume akuatik yang manis seperti rockrose, patchouli, dan cedarwood dari tubuh Armand. Harum parfume yang segar bukan menyengat, bahkan dibawah terik matahari dan berjalan kaki sepanjang hari, parfume itu tetap awet oleh penggunanya. Parfume itu merupakan parfume kualitas terbaik dikelasnya. “Boleh,” ucap Amber tenang. Armand mengulurkan tangannya ke depan, ia melirik Amber yang berada tepat disampingnya. Sehingga Armand merasakan aroma parfume dari tubuh Amber, perpaduan antara blackcurrant, pear, dan orange blossom, membuatnya fresh. Jujur ia menyukai aroma parfume dari tubuh Amber karena kesegarannya. Armand membidik kameranya beberapa kali. “Thank you,” ucap Armand, ia melihat hasil jepretannya.  Setelah itu mereka melangkah menulusuri kota, ia melihat orang berlalu–lalang. Ia tahu bahwa Grand Place ini merupakan salah satu tujuan wisata yang wajib dikunjungi di Brussel. Banyak yang bilang bahwa ini adalah alun-alun terindah di Eropa. “Harusnya kita datang ke sini malam hari,” Amber sambil melihat gedung-gedung tua yang ada di tepi jalan. “Kenapa?” Armand memasukan ponsel di saku celananya. “Pada malam hari biasanya ada pertunjukan lampu di gedung-gedung ini,” Amber menunjuk bangunan tua. “Katanya memancarkan lampu warna-warni diiringi musik, gitu.” Armand melirik jam melingkar ditangannya menunjukan pukul 16.20, “Jam berapa mulainya?” Tanya Armand menatap Amber. “Mungkin jam 7 malam.” “I see.” “Bagaimana kalau kita tunggu aja.” Amber menatap Armand, “Balik hotel dulu deh, mandi. Keringetan soalnya, hotel juga nggak jauh kan dari sini,” ucap Amber. Armand membuka ponselnya, ia melihat google maps, melihat jarak mereka, “Enggak, jauh sih masih sekitar sini. Kalau jalan kali palingan hanya 20 menit, hanya lurus aja. Tapi kayaknya kita beda arah hotelnya. Kamu ke sana dan aku ke sana,” Tunjuk Armand. “Kamu udah makan Stoemp nggak?” Tanya Amber. “Belum. Itu makanan khas sini kan?” “Iya, aku tadi nyobain makan breakfast buffet gitu. Pingin nyobain restoran pinggir jalan.” “Bagaimana rasanya?” “Lumayan, makannya pakai sosis panggang.” “Kayak mashed potatoes gitu kan,” ucap Armand. “Iya agak mirip sih, kalau mashed potatoes itu  terbuat dari kentang yang direbus ditumbuk pakek mentega, s**u, garam dan lada.  Sedangkan Stoemp itu terbuat dari kentang yang ditumbuk yang kemudian dicampur dengan daging dan sayuran, seperti wartel dan daun bawang. Bedanya juga nih, kalau stoemp itu masaknya dengan cara dipanggang dan mashed potatoes direbus. I prefer stoemp to mashed potatoes.” Armand memandang Amber cukup serius, Wanita itu menjelaskan makanan secara detail, “Kamu suka masak?” “Lumayan, kenapa?” Tanya Amber. “Karena kamu menjelaskannya secara detail.” “Aku suka masak western karena simple. Kalau masakan Asia, terlalu banyak bumbu, jadi kadang aku gagal memasaknya,” Amber terkekeh. “Tapi aku suka masakan western.” “Really?” “Yes.” Amber menarik nafas, ia mencoba berpikir sejenak melirik Armand, “Makanan Belgia itu ya seperti masakan Eropa lainnya, kayak Perancis, Jerman, Belanda. Setahu aku makanan Belgia itu lebih berkualitas dibanding dengan Perancis. Makanan di sini disajikan dalam porsi besar, dan kamu akan merasa kenyang,” Amber tertawa. “Kamu mau masakin aku?” Tanya Armand. “Masak di mana?” “Ya di flat atau sewa apartemen yang ada kitchennya.” “Sewa apartemen denganmu?” “Iya, selama keliling Eropa. Hanya kita berdua di sini, kita bisa memesan apartemen yang memiliki dua kamar.” “Oh God.” “Kamu tenang saja aku tidak akan mengganggu ruang pribadi kamu. Anggap saja kita liburan bersama.” “Come on, aku pingin mencicipi masakan kamu.” “Kalau udah tinggal bersama seperti itu bukan hanya mencicipi masakan saja menurut aku.” Armand mengerutkan dahi, karena kata mencicipi itu sudah membuatnya sedikit ambigu, dan pikirannya sudah traveling menuju organ intim wanita, “Mencicipi apa menurut kamu?” Tanya Armand cukup serius. Amber menelan ludah, ia tidak bisa berkata-kata, bagaimana menjelaskan kepada Armand, “Lupakan saja, kata-kataku tadi. Aku hanya tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” Armand paham yang dimaksud Amber, “Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, itu bukan hal yang salah. Kita dua orang dewasa jika menginginkan bukan sesuatu yang buruk menurut aku.” “Itu hal yang menyenangkan, apalagi sedang liburan berdua seperti ini”. “Aku niatnya me time Armand, menghabiskan masa-masa …,” Amber menghentikan ucapannya ia menatap Armand. Ia lalu menutup wajahnya dengan tangan, ia tidak sanggup menjelaskannya. “Masa-masa apa?” “Masa-masa liburan,” ucap Amber pada akhirnya. “So, tidak mau sewa flat atau apartemen bersamaku?” “Aku pikirkan nanti.” “Oke” ucap Armand, mereka menghentikan langkahnya. Saling berpandangan satu sama lain sekian detik. Tatapan itu sulit di artikan. “Kita ketemu di sini jam 6 nanti,” ucap Armand. Amber mengangguk, ia memandang Armand, “Iya.” ***   Beberapa saat kemudian, Amber membuka koper ia mengambil open back dress berwarna hitam. Pakaian Mandjha memang selalu identik menampikan sisi feminin pada wanita seperti ini. Walau ia tahu bahwa pasarannya bukan kebanyakan kalangan masyarakat Indonesia yang, namun banyak  juga peminatnya. Ia tidak takut pasangannya surut, buktinya banyak sekali artis, selebgram menyukai jenis pakaian yang ia produksi seperti ini. Dress yang ia kenakan ini memiliki desain yang cukup unik yang belakangnya  memperlihatkan  seluruh bagian punggung, tanpa menggunakan  tali maupun kain tipis. Ia menggunakan bra tidak bertali agar bisa memamerkan punggungnya yang terbuka di hadapan Armand ketika di restoran nanti. Apakah ia seperti w*************a menggunakan pakaian ini? Mungkin rasa tidak, karena mereka sedang di Eropa, apa salahnya menggunakan pakaian seperti ini. Ia juga nanti akan menumpuknya dengan jas hitam karena udara malam cukup dingin di Brussel. Ia akan menggunakan taxi ke grand place agar cepat sampai, menemui Armand. Amber menatap penampilannya di cermin, dress itu sangat pas ditubuhnya. Ia mengikat rambut panjangnya seperti ekor kuda dan menyemprot hairspray di bagian tengah agar rambutnya tetap rapi walau kena terpaan angin. Amber melihat ponselnya berdering, ia melihat ke arah layar ponsel, “Naomi Calling”. Ternyata dari saudaranya. Amber melihat jam digital pada layar ponsel menunjukan pukul 17.30 menit. Amber menggeser tombol hijau pada layar, ia menatap ke arah camera. “Iya mba” ucap Amber memandang sang kakak di sana, wanita muda berstatus single parent itu tersenyum memandangnya. “Halo cantik” ucap Naomi menatap sang adik. Amber tersenyum mendengar kata cantik yang disematkan pada dirinya, “Mana Kayla?” tanya Amber. “Kok ditanyain Kayla, kan yang nelfon mba” Amber lalu tertawa, ia dan mba Naomi mempunyai kehidupan masing-masing, jadi jarang sekali mereka bertemu. Apalagi Naomi memiliki segudang kesibukan dikantor dan mengurus Kayla yang sudah bersekolah. “Dek, kata mama kamu di Brussel?” Naomi menatap sang adik sedang mengenakan makeup. “Iya mba ini lagi di Brussel, liburan, capek banget soalnya kerja mulu” Amber terkekeh. “Dewa nggak ikut?” tanya Naomi, Saat ini Amber menjalin hubungan dengan pria bernama Dewa. Pria yang sudah beberapa bulan dipacarinya. Lalu Dewa ingin menjalin hubungan cukup serius dengannya. Dewa yang ia kenal memiliki kepribadian yang baik dan dari keluarga terpandang. Dewa memiliki usaha showroom mobil diberbagai kota, dia yang sangat mapan, dan loyal. Dewa dan Amber sudah menjalin hubungan cukup serius dan bahkan sudah bertunangan beberapa Minggu yang lalu. “Enggak mba, masih sibuk ngurusin rumah baru untuk kita tempatin nanti. Sekalian ngawasin tukang yang kerja, Dewa juga buka showroom baru di Semarang jadi bolak balik Jakarta-Semarang”. “Kata Dewa, dia nggak mau tinggal di apartemen setelah nikah. Maunya rumah tapak gitu” Amber menjelaskan kepada Naomi, memang seperti itulah kenyataanya. “Katanya liburan aja nggak apa-apa, asal kasih tau mau ke mana. Nikmati masa-masa single aku, jadi Dewa nggak mau ganggu. Dewa masih rutin kok nelfon mba” Naomi menatap Amber cukup serius, dan mempercayai ucapan sang adik, “Itu kamu cantik-cantik mau ke mana?”. “Ya jalan-jalan aja, mau beli waffle, makan malam. Envy  tau liat warga sini cantik-cantik” Amber terkekeh. “Awas loh ya kamu macam-macam” ucap Naomi memperingati sang adik. Amber hanya tertawa, “Ya nggak lah mba, Amber nggak kayak gitu” . Naomi tahu bahwa Amber itu bukan jenis wanita binal yang liar. Amber itu tipe wanita kalem, dewasa dan keibuan. Oleh sebab itu, pria  yang baru mengenalnya langsung bisa membuat pria itu jatuh hati. Bahkan ia mengakui bahwa Amber memiliki pesona cukup kuat, walau hanya diam. Mengingatkannya kepada putri Leonor versi dewasa. Amber tidak berlebihan dalam berbusana maupun berhias. Wanita itu selalu tampil flawless. Dia terlihat seperti wanita bangsawan, tenang dan membuat hati pria damai apalagi memiliki bakat memasak dan tangan sangat terampil dalam mensketsa pakaian hasil rancanganya. Bahkan ia mengakui bahwa Amber memiliki bakat yang diinginkan seluruh wanita di dunia ini. Dan pria yang mendapatkannya sangat berbangga. Amber sangat layak diperjuangkan oleh pria-pria mapan diluar sana. Bukan seperti adik bungsunya Lily yang super manja, bahkan usaha yang digeluti Lily masih jalan ditempat, walau ia target Lily adalah marketplace bukan offline seperti ia dan Amber. “Ya nggak lah mba, tadi aku udah kasih tau Dewa. Katanya have fun aja”  ucap Amber. Naomi melihat Kayla sedang melangkah mendekatinya. “Ini ada Kayla, mau ngomong nggak?” tanya Naomi, ia memeluk Kayla dan mendekap putrinya. “Halo aunty” ucap Kayla, menatap tantenya di layar ponsel. Amber tersenyum melihat keponakannya di sana, gadis kecil itu mengenakan kaos frozen dan celana pendek berbahan lembut. “Hai baby aunty sayang, aunty lagi jalan-jalan mau oleh-oleh nggak?” tanya Amber, ia sesekali menatap jam, sudah menunjukan pukul 17.45 menit. Inginnya segera mengakhiri itu, karena ia sudah berjanji bertemu dengan Armand jam 18.00. “Mau aunty”. “Mau apa?” tanya Amber. “Mau Frozen”. Amber lalu tertawa mendengar Frozen di ucapkan pada keponakannya yang cantik itu, ia pernah menemani Kayla menonton film itu setiap mereka bertemu. Ia bahkan sudah tahu bagaimana jalan cerita dongeng Disney. Lagu Let it Go sudah ia hafal luar kepala dan melekat diingatannya hingga saat ini. “Oke nanti Aunty beliin Kayla Frozen, mau berapa?”. “Mau dua”. “Siap, princess aunty”. Setelah berbicara seperti itu kepada Amber, Kayla lalu berlari keluar dari kamar, karena sudah dipanggil mba nya untuk makan. “Kapan kamu pulang dek?” tanya Naomi kepada Amber. “Mungkin Minggu depan mba, mau keliling dulu ke Eropa. Mau ke Amsterdam, Praha, Ghent, Bruges” Amber menyebutkan kota-kota yang ingin ia datangi. “Yaudah, pokok kamu hati-hati, kalau kemana-mana pakek taxi aja, jangan jalan kaki”. “Iya mba”. “Have fun ya sayang”. “Iya mba”. Amber lalu mematikan sambungan telfonnya, ia mengambil sepatu flat berwarna senada. Ia tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi. Amber menarik nafas, jam sudah menunjukan pukul 18.01 menit. Mungkin menggunakan taxi ke Grand Place, yang hanya memakan waktu beberapa menit saja. Amber memasukan lipstick dan eyebrow ke dalam tas nya. Ia lalu keluar dari pintu kamar menuju lift.   ***              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD