02. Renata

1707 Words
Tyo dan Yasmin sedang berdiri di koridor lantai lima Shangri-La Hotel Paris. Menghadap ke pintu kamar yang akan mereka tempati masing-masing. "Kamu bisa istirahat dulu hari ini, besok baru kita mulai urusan pekerjaan." Ujar Tyo menekan card key untuk membuka pintu kamar hotelnya. "Baik, Pak." Yasmin menjawab dan ikut membuka kamarnya sendiri. Tyo berjalan memasuki kamar luxury room itu. Kamar yang tepat menghadap ke menara Eiffel, ikon khas dari kota Paris. Bahkan dari jendela dan balkon kamarnya, Tyo dapat langsung menikmati pandangan indah menara itu. Tyo dan Yasmin pergi ke Prancis kali ini untuk urusan bisnis perusahaan mereka. Kerjasama dengan perkebunan anggur terbesar di Prancis, Alcase. Tyo sengaja memilih Alcase sebagai produsen yang memasok anggur segar dengan kualitas super untuk perusahaanya. Sebagai bahan baku dari produk baru dalam industri makanan dan minuman yang sedang dijalankan oleh perusahaan Sampoerna. Diluar industri rokok dan tembakau yang sudah lama menjadi komoditas andalan mereka. Kamar mandi adalah tujuan pertama yang Tyo datangi. Dia mengguyur tubuhnya dengan air hangat untuk membersihkan diri dan meredakan rasa lelahnya karena perjalanan jauh Surabaya-Paris. Meski mereka memakai penerbangan kelas eksekutif, tetap saja kalau harus terbang di atas pesawat selama kurang lebih dua puluh jam rasanya pasti sangat melelahkan. Setelah menyelesaikan ritual mandinya Tyo memakai bath robe dan kembali kamarnya. Walaupun suasana di luar sana masih terang benderang di siang hari, tapi Tyo sudah berencana untuk tidur. Merebahkan punggungnya untuk mengembalikan stamina sebelum besok harus kembali berurusan dengan urusan pekerjaan. Tak lama kemudian dia sudah terlelap ke alam mimpi. Sore harinya, Tyo terbangun saat matahari sudah hampir kembali ke ufuk barat. Menciptakan suasana langit senja kemerahan yang indah dengan latar belakang menara Eiffel yang nampak dari jendela kamar. Rupanya tidur siangnku cukup nyenyak dan lama juga, mungkin sekitar tiga sampai empat jam. Sensasi rasa lapar adalah hal kedua yang dirasakan Tyo setelah rasa lelahnya terobati. Alhasil Tyo memutuskan untuk berjalan-jalan sambil sekalian mencari makanan. Sengaja dia tidak memesan dari room service, karena sekalian ingin lihat-lihat suasana kota Paris di sore hari. Sambil cuci mata melihat pemandangan kota yang sudah terkenal dengan suasana romantisnya ini. Tyo berjalan santai dari hotel menyusuri Boulevar ke arah menara Eiffel. Mencari cafe atau restoran yang sekiranya menjual makanan yang sesuai dengan selera lidahnya. Namun hampir semua cafe dan restoran yang dilewatinya hanya menawarkan menu-menu masakan lokal yang bahkan Tyo tidak bisa membacanya dengan benar namanya. Spelling bahasa Perancis memang belibet banget. "Gak ada ya warung pecel tumpang atau masakan Padang di Paris?" Gerutu Tyo setelah berjalan cukup jauh, namun gagal menemukan satu pun tempat makan yang sesuai dengan keinginannya. Pada akhirnya Tyo memutuskan untuk mengunjungi Asian Restoran di ujung jalan. Paling tidak masakan Asia tidak akan memakai bahan roti dan keju seperti masakan Eropa. Tyo mengambil duduk di salah satu kursi dan memesan salah satu varian nasi goreng. Makanan standart yang biasa dan selalu ada di Asian Restoran. Bodoh amat meski sudah jauh-jauh ke Paris tapi makannya tetap saja nasi. Namanya juga orang Jawa, kalau gak makan nasi bukan makan namanya. Tyo memperhatikan keadaan di sekelilingnya sambil menyantap nasi goreng. Tamu restoran tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pasangan Ras Mongoloid, dan beberapa Ras Arabic. Lalu yang tepat berada di meja dekat tempat Tyo, duduklah seorang gadis cantik yang tidak jelas Ras-nya dalam sekali lihat. Gadis itu duduk seorang diri, hanya ditemani oleh secangkir kopi dan sepiring cemilan dimsum. Tyo mengamati gadis itu lebih lekat lagi. Dia memiliki wajah yang sangat cantik dan memanjakan mata, perpaduan antara wajah timur dan barat, Asia dan Eropa atau Amerika. Entah darimana asalnya, yang pasti menghasilkan suatu kombinasi yang sangat enak elok dan memukau. Apalagi kalau gadis itu sedang tersenyum, yah gadis itu sesekali tersenyum kecil sambil terus menggambar sesuatu di bukunya. Seakan terhipnotis akan kecantikan gadis itu, Tyo tak dapat mengalihkan pandangan sedetikpun darinya. Memang terkesan sangat tidak sopan untuk terus memandangi seorang wanita terang-terangan seperti ini. Tapi Tyo tidak perduli atau ambil pusing, toh gak kenal juga kan? Kemudian Indra pendengaran Tyo menangkap sebuah senandung lirih, nyanyian sendu yang terdengar menyayat hati. Dapat dilihatnya juga kedua bibir sang gadis yang terbuka dan menutup sesuai dengan alunan nada. Membuatnya tersadar bahwa dialah yang sedang bersenandung sendu. Tyo memasang telinganya dengan lebih seksama, penasaran dengan suara gadis itu. Apakah suaranya juga akan seindah wajahnya? Betapa kagetnya Tyo saat dapat mendengar dengan jelas dan mendapati lirik lagu yang dinyanyikan sangat tidak asing di telinganya. Lagu berbahasa Indonesia karya Melly Goeslaw yang berjudul Bunda. Lha kok dia bisa nyanyi lagu Indonesia? Lancar banget lagi logatnya dan bahasanya. Jangan-jangan dia ini orang Indonesia juga? Karena semakin penasaran, Tyo memutuskan untuk mengambil tindakan. Dia mengangkat piring dan gelasnya, membawanya berpindah ke meja gadis itu. Mengambil duduk di salah satu kursi kosong tepat di hadapan sang gadis bahkan tanpa ijin dan permisi. "Hai, kenalin namaku Tyo." Tyo menyapa gadis itu saat sudah duduk berhadapan. Sok kenal sok dekat? Memang! Dan itu adalah salah satu jurus ampuh yang sudah biasa dilakukan Tyo untuk menggaet seorang wanita. Wanita mana yang akan dapat menolak untuk didekati oleh seorang Prasetyo Sampoerna? Si gadis cantik mengalihkan pandangan dari kertas yang sejak tadi dicoret-coret olehnya. Kertas yang ternyata adalah sebuah buku sketsa, dan dia sedang menggambar sesuatu bentukan seperti desain baju wanita. Si cantik jelita memandang ke arah Tyo untuk sesaat, lalu kembali memfokuskan pandangan kembali ke arah bukunya. Meneruskan pekerjaannya semula, menggambar dan terus bersenandung kecil. Seakan Tyo hanya merupakan angin lalu yang tak layak untuk mendapatkan perhatian darinya. "Asyeem, malah dicuekin!" Umpat Tyo kesal dalam hati. Merasa tidak terima karena seumur hidupnya tak pernah ada seorang wanita pun yang berani memperlakukan dia seperti itu. "Sendirian aja nih? Saya boleh donk buat duduk disini?" Tyo melancarkan jurus keduanya. Penasaran ingin bisa mendapatkan perhatikan dari gadis itu pada dirinya. Jangan panggil aku Tyo Sampoerna kalau gak bisa bikin kamu melihat kepadaku! Gadis itu menghentikan senandungnya. Terdiam sambil memberikan pandangan tajam yang sangat menusuk kepada Tyo. Pandangan singkat yang seolah dapat mengatakan 'get out off my way'. "Ada kenangan ya tentang lagu tadi? Lagunya Melli yang berjudul bunda kan?" Tyo pantang menyerah untuk melanjutkan pendekatan kepada si gadis cantik. Malah semakin tertantang dan penasaran saja rasanya. "Bonjour." Akhirnya gadis itu mau memberikan respon, membuka mulutnya untuk balik menyapa Tyo. "Mampus bule ternyata!" Celetuk Tyo spontan, kebingungan mendengar sapaan dalam bahasa Perancis yang diucapkan oleh gadis itu. Bukannya tadi lancar ngomong bahasa ya? Kok sekarang jadi bule begini? "Bonjour!" Jawab Tyo dalam bahasa Perancis juga tak mau kalah. Ok, kamu jual aku beli, kamu sok bule Perancis aku ladenin apa maumu. Gadis itu menganggukkan kepalanya dengan sopan, lalu kembali terdiam. Dia juga lanjut berkutat pula dengan pensil dan kertas di hadapannya. "Abis ini ngomong apa lagi ya bahasa perancis?" Tyo semakin kebingungan menggaruk kepalnya yang tidak gatal. "Sebentar ya, aku tanyain Mbah Google dulu." Tyo sudah mengeluarkan gawai pipihnya dan membuka situs search engine terfavorit itu. Mencari kata-kata dan kalimat untuk percakapan standar dalam bahasa Perancis. "Comment allez-vous?" Tanya Tyo dengan percaya diri setelah menemukan apa yang dicarinya dari Mbah Google. Percakapan untuk menanyakan kabar. "Je vais bien, merci." Jawab si gadis singkat untuk menjawab pertanyaan Tyo. Menyatakan bahwa dirinya baik-baik saja. "Nah lo dia bilang apa tadi? Mersi? Mersi itu artinya makasih kan yak? Iya deh, iya sama-sama." Tyo sudah semakin frustasi karena tidak bisa untuk berkomunikasi dengan si gadis cantik. Gadis itu mau tak mau jadi tersenyum mendengar celetukan-celetukan konyol yang spontan dari Tyo. Karena saking penasarannya, dia mendongakkan kepala sejenak, mengamati wajah dan penampilan pria aneh yang duduk di hadapannya itu. Senyuman ringan tersungging di bibir sang gadis setelah mengamati Tyo dengan lebih seksama. "Pakai English aja ya ... Jangan bahasa Perancis. Lidahku keseleo nih kalau lama-lama ngomong bahasa Perancis." Tyo sudah memohon dengan pasrah. Si gadis sudah tak tahan lagi untuk terkikik demi mendengar celetukan pasrah Tyo kali ini. Namun dia tetap tak mau menjawab ucapan Tyo, melainkan hanya tersenyum-senyum geli sambil memandang ke segala arah. Weleh, kok aku di cuekin? Wah, pelanggaran ini. Berani-beraninya kamu tidak menghiraukan seorang Prasetyo Sampoerna! Awas kamu ya! Tyo semakin gemas saja dengan tingkah gadis yang ada di hadapannya itu. Akan tetapi harga dirinya sebagai seorang playboy membuatnya tak mau kalah sedikitpun dari seorang wanita. Tyo berdeham kecil untuk memperbaiki performanya. Memasang wajah sok cool sambil meneruskan suapan nasi gorengnya yang belum habis. Sekalian mengulur waktu untuk berpikir juga, bagaimana cara untuk bisa membuat si gadis tunduk kepadanya. "Maybe you had to leave in order to really miss a place. Maybe you had to travel to figure out how beloved your starting point was." Ujar Tyo setelah menghabiskan sepiring nasi goreng plus minuman dinginnya. Merasa tiba-tiba cerdas setelah otaknya mendapat asupan makanan. Entah mengapa Tyo merasa gadis di hadapannya ini sedang bersedih, mungkin dia kangen kampung halamannya. "Mungkin kita harus pergi agar bisa merasakan kerinduan terhadap suatu tempat. Mungkin kita harus berkelana untuk menyadari betapa berharganya tempat kita berasal." Tyo menambahkan ucapannya dengan mengartikan kata-kata bahasa Inggris tadi ke bahasa Indonesia. Ucapan Tyo itu ternyata mampu menghentikan si gadis dari kegiatan menggambarnya. Kemudian dia melemparkan pandangan tajam kepada Tyo dan bertanya. "What do you know about me?" Tyo tersenyum menanggapi ucapan itu. Senang sekali karena berhasil mendapat perhatian dari si gadis cantik. Ternyata benar, bahwa gadis ini sedang kesepian meski dia sendiri enggan mengakuinya. "Kamu kangen rumah kan? Kamu kangen Indonesia?" Tyo balik bertanya. "Sok tahu!" Akhirnya gadis itu mau membalas Tyo dengan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun singkat dan terkesan ketus. "London adalah kota para pria, dengan kekuatan di udaranya. Paris adalah kota para wanita dengan bunga-bunga di tamannya. Sangat menyenangkan untuk bermimpi di Venesia, dan menakjubkan untuk menuntut ilmu di Roma. Tapi jika menyangkut masalah kehidupan, tak ada tempat yang senyaman rumah kita sendiri." Tyo kembali mengatakan suatu pepatah tentang kerinduan akan rumah. Gadis itu terdiam, membisu dengan kedua matanya yang mulai terlihat berkaca-kaca. Nampak jelas seberkas kerinduan di wajah cantik itu. Mungkin sudah cukup lama dia tidak pulang ke kampung halamannya. Tidak pulang ke negara asalnya, Indonesia. "Apa mau kamu sebenarnya?" Tanya gadis itu setelah cukup lama terdiam. "Gak ada. Aku cuma pengen kenalan sama kamu." Tyo tersenyum lebar dan menyodorkan tangannya dengan dramatis. "Namaku Prasetyo, Tyo." Untuk sesaat gadis itu terlihat ragu-ragu sebelum akhirnya menyambut uluran tangan kanan Tyo dan balas menjabatnya. "Renata, Rena." gadis itu juga menyebutkan namanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD