Eps 2

711 Words
Tiba-tiba terdengar suara.... "Mbah... Cecil lapar...", Teriak Cecil anak mbak Hani, kakak iparku. "Sarapan apa bu hari ini?", Tanya mbak Hani dengan sikap sombongnya. "Ini sayur asem sama ikan asin.", Jawab mertuaku. "Sayur asem sama ikan asin? Haduuuh makanan orang kampung kayak gini... Sekali-sekali ayam goreng atau seafood gitu lho...", Ucap mbak Hani sambil mengambil nasi. "Seafood mahal mbak. Lagian tau makanan orang kampung kok ya masih ambil nasi.", Ucapku ketus. "Heh ngomong apa kamu? Kamu ngga suka ya aku ikutan makan disini. Aku bisa aja nih makan direstoran mahal tapi kalau jam segini kan masih tutup." "Ga ada yang bilang ngga suka kan mbak. Mbak sendiri yang bilang kalau ini makanan orang kampung kok masih aja dimakan. Lagian kan ada tuh restoran yang jam 6 udah buka buat sarapan para orang-orang kaya." "Dina kamu ngga sopan ya ngomong gitu sama mbakmu. Burhan ajari itu istrimu biar sopan sama yang lebih tua. Pagi-pagi kok ribut masalah makanan. Bikin rejeki seret aja.", Ucap mertuaku. "Ya makanya mbak, ibu, sama Siska ngga usah komentar kenapa sih? Masih untung Dina mau masak sama ngurus rumah. Masih aja diprotes.", Ucap suamiku "Burhan kamu kok belain istrimu sih. Kita ini keluarga lho. Dia orang luar bisa-bisanya buat kamu berani sama ibu sama mbak." "Dia istriku mba. Kalau aku lihat dia salah ya pasti aku tegur, tapi kalau engga ya engga." "Terserah kamu lah. Udah ngga mood aku makan. Yuk Cecil kita makan diluar aja." Ucap mbak Hani. "Tapi mah, Cecil udah laper. Cecil juga pengen ini sayurnya", rengek Cecil. Mbak Hani pun pergi sendiri tak tau mau kemana dia. Sedangkan Cecil aku suapi. Dia makan dengan lahap. ***** Setelah sarapan, mas Burhan pergi ke kantor, Siska ke kampus, ibu katanya mau ke butik ngajak Cecil. Sedangkan aku, membereskan bekas makan mereka semua, belanja kepasar, nyapu ngepel, cuci baju. Bukannya aku mengeluh dengan itu semua. Tapi ketika tindakan kita tak dianggap seperti terasa berat dan malas untuk mengerjakannya. Ingin rasanya aku memeluk ibuku. Walau hidup dengan sangat sederhana dan apa adanya, tapi terasa nyaman dan tanpa beban. Inginku menceritakan keluh kesahku, tapi aku merasa kasihan kalau nantinya ibuku jadi kepikiran. Semua ini aku anggap ujian semoga nantinya aku dan suamiku diangkat derajatnya oleh Yang Maha Kuasa. Tujuanku kini hanya ingin mengabdi kepada seseorang yang telah mengucapkan janji suci sehidup semati dihadapan kakak lelakiku, pengganti ayahku. Ya... Aku dua bersaudara. Kakaku hidup di Jakarta. Dia sudah menikah dan mempunyai seorang anak yang seusia dengan Cecil. Dia merantau ke Jakarta. Setiap bulan selalu mengirim ibu uang, tapi tak pernah ibu menggunakannya. Kata beliau 'biarlah untuk tabungan kakakmu nanti, ibu masih bisa cari uang. Kalau sudah tidak bisa baru pakai itu' Sungguh berbeda dengan mertuaku ini. Mertuaku senang hidup yang enak, tapi tidak pernah memikirkan masa depannya. Dengan siapa beliau tua nanti atau bagaimana beliau hidup tua. Usahanya memang berjalan tapi untuk investasi hari tua beliau tak ada. Tak pernah memikirkannya. Beliau hanya lulusan smp jadi mungkin tak pernah terfikirkan oleh beliau. Yang ada hanya untuk foya-foya, beli tas mahal karena malu tersaingi temannya. Padahal sudah bukan lagi waktunya untuk itu. ***** Bu Semi, mertuaku, pulang sekitar jam 10. Beliau langsung ke kamar mandi. Beliau memang suka kebersihan. Setelah bepergian langsung membersihkan badan. Ketika mertuaku ada dikamar mandi, tiba-tiba terdengar suara yang cukup mengagetkanku. Braaaak.... Aku langsung berlari ke kamarmandi. Aku berusaha mengetuk pintu. Tapi sama sekali tak ada sahutan. Akhirnya aku memanggil tetangga untuk membantu membuka pintu kamar mandi. "Pak... Pak Sholeh... Tolong pak...", Ucapku panik. "Ada apa mbak Dina? Tenang mbak, ada apa?" "Ibu pak. Ibu dikamar mandi tiba-tiba ada suara kayak jatuh gitu pak. Takutnya kenapa-kenapa sama ibu Pak. Saya gedor-gedor juga ga ada sahutan." Aku dan Pak Sholeh juga beberapa warga yang kebetulan ada disekitar langsung menuju kamar mandi. Beberapa warga inisiatif mendobrak pintu. Seketika pintu terbuka. Ibu mertuaku terkapar di kamar mandi tak sadarkan diri. Aku langsung membawa ibu ke rumahsakit dan menelepon mas Burhan. ***** Sampai dirumah sakit, ibu langsung ditangani di UGD. Aku menunggu diluar sembari menunggu mas Burhan. Tak lama mas Burhan menghampiri dengan raut wajah khawatir. Dokter yang menangani ibu akhirnya keluar. "Keluarga Bu Parti", panggil dokter. "Iya dok. Saya anaknya. Bagaimana keadaan ibu saya dok? Beliau baik-baik saja kan dok?", Sambar suamiku. "Tenang pak. Ibu anda baik-baik saja. Hanya saja...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD