02. Yasa H. Lantawi

1779 Words
Shaneen baru saja memposting foto baru di akun instagramnya. Hanya dalam beberapa menit saja sudah ada belasan ribu like dan ratusan komen. Sejak berita pernikahan Shaneen tersebar di media, pengikut sosial medianya melonjak. Tak hanya pengikut saja, bahkan jumlah like dan komenpun melonjak dua kali lipat daripada biasanya.  Foto yang Shaneen posting adalah foto dirinya saat liburan ke Bali seminggu yang lalu. Jangan tanya kenapa ia liburan ke Bali. Penyebabnya karena ia sangat tertekan oleh berita pernikahannya. Bukan beritanya, tapi pernikahannya. Shaneen tak pernah peduli pada berita apapun tentang dirinya. Ia tak peduli bagaimana cara media memberitakan dirinya.  Loly212 kak Shaneen beneran mau nikah???  Popooo ih Kak Shaneen princess ku, nggak ikhlass T.T don't leave me *cryingucci  Hareudang10 makin cantik aja yang mau nikahh  Yulistiaming ih kurus banget sih, kayak nggak dikasih makan -_-  Popooo @yulistiaming pengen gue sambel mulut lo. Ngaca gih muka lo macem aspal habis digoreng  Loly212 dasar iri dengki @yulistiaming IRI?!! BILANG BOSS  Berbagai macam komentar ada di dalam postingan itu. Shaneen sendiri tengah sibuk menikmati hembusan angin di balkon kamarnya ditemani oleh musik.  Ting!  Zura : gue ke tempat lo. Nggak usah ke sini.  Shaneen segera membalas pesan itu dengan oke. Kurang lebih setengah jam kemudian Azura datang.  "Lama banget lo. Pake apa ke sini?"  "Motor. Panas banget."  "Lo sih bebal banget gue beliin mobil nggak mau."  "No thanks. Gue punya mobil."  "Ya tapi kan pakenya gantian sama bokap lo. Gue beliin biar lo nggak perlu gantian. Jadi—"  "Gue ke sini bukan mau denger lo bahas ini. Jadi tadi gimana? Lo jadi ketemu sama Kak Yasa?"  Shaneen mengangguk. Azura hembuskan napas pelan. "Kenapa lagi?" Ia seolah tahu kalau 'ada masalah' antara dua orang yang akan menikah itu.  "Nggak ada. Dia nyebelin. Nggak jelas banget. Bikin bete."  "Kak Yasa ngapain?" Azura sangat mengenal Shaneen. Jadi dia tak akan menilai dari satu sisi. Rasanya agak 'aneh' kalau Yasa yang salah.  "Gue udah ngomong ke dia kalau gue nggak suka didesak. Gue udah bilang dari awal. Kalau dia mau pergi sama gue waktunya tuh harus full punya gue. Gue belum selesai dia udah desak nyuruh cepet-cepet."  Azura kembali menghela napas.  "Jadi?"  "Apa?"  "Urusan kalian udah kelar?"  "Nggak tau gue. Bete banget."  "Ca, lo sama Kak Yasa tuh mau nikah. Bukan mau kemping atau main masak-masakan. Nikah, Ca. Nikah."  "Iya gue tau, Ra, gue sama dia mau nikah."  "Ya terus? Sikap kalian nggak mencerminkan sama sekali kalau kalian itu mau nikah. Sikap lo lebih tepatnya."  "Loh kok jadi gue yang salah?"  "Lihat kan?"  "Apa?" Shaneen melotot.  "Lo masih keras kepala. Lo bilang ke gue kalau lo beneran mau nikah sama dia. Bukan buat main-main. Lo juga berkali-kali ngasih tau gue kalau lo cuma mau nikah sekali seumur hidup. Lo yakin mau habisin seumur hidup lo sama Kak Yasa?"  Shaneen terdiam.  "Nikah tuh nggak main-main Ca. Gue nggak bosen-bosen ngasih tau lo soal ini. Gue yang cinta mati sama pacar gue aja masih nggak berhasil. Gue nggak ngeremehin lo, Ca. Tapi sekali lagi, ini pernikahan. Nikah, Ca." Azura menarik napas dalam. "Gue tanya sama lo untuk terakhir kalinya. Ini terakhir kali gue bakal nanya. Setelah ini gue nggak bakal nanya lagi sama lo soal ini. Lo beneran mau nikah sama Kak Yasa?"  Shaneen tak langsung menjawab pertanyaan itu.  "Hm," jawabnya kemudian dengan gumaman.  "Jawab yang bener. Iya atau enggak."  "Iya."  "Kalau iya coba tunjukin, Ca. Tunjukin kalau lo beneran mau nikah. Nurunin ego lo sedikit nggak bakal bikin lo mati kejang."  "Gue berusaha, Ra. Tapi kalau gue nggak salah ngapain gue ngalah."  "Itu yang namanya hubungan, Ca. Hubungan nggak cuma soal bener dan salah. Kadang lo emang harus nurunin ego, harus ngalah."  Shaneen mencibir. "Lo sejago ini nasehatin gue, hubungan lo aja nggak work walaupun lo dah ngalah."  Azura mati di tempat.  "Ah gue lupa, kalau lo kan bukan sesekali ngalah, tapi emang selalu ngalah. Bego sih lo." Kini gantian Shaneen yang mengatai sahabatnya itu. "Lagian heran gue sama lo ya. Cowok nggak seberapa tapi mau-maunya lo bertahan mati-matian."  "Dia baik, Ca. Lo nggak kenal sama dia."  "Bagus gue nggak kenal. Liat luarnya aja udah ketahuan cowok nggak jelas. Baik dari mananya? Lo tuh dah buta karena cinta sama dia. Jadi dia mau gimana aja tetap keliatan baik di mata lo. Gue pikir-pikir sebenarnya kondisi lo lebih parah dari gue."  "Nggak gitu. Dia emang baik, Ca. Dulu dia baik."  "Dulu, kan? Tapi setelah dia lumayan sukses, lihat, dia malah nelantarin perasaan lo. Cowok emang gitu. Nggak punya otak. Modal bacotan sama janji manis doang. Makanya gue bilang sama lo, cari cowok yang bener. Cowok mau ganteng mau jelek, mau tajir mau miskin sama aja brengseknya. Jadi mending cari yang ada lebihnya sekalian. Cowok tuh rasa syukurnya minim, Ra. Bersyukur lo dapat yang baik. Sayang aja nggak ada sepupu gue yang bisa gue jodohin sama lo. Si Caden juga lebih muda. Tapi nggak tau gue kalau lo mau sama brondong."  "Ngawur."  Shaneen terkekeh. "Populasi cowok baik tuh dikit, Ra. Dan sekian persen dari yang sedikit itu ada di keluarga gue. Ya walau gatau juga sih. Buat gue mereka nggak b******k, tapi bisa aja buat orang lain mereka b******k, kan? Kayak Jerva contohnya. Dia luar biasa buat gue, gue kagumi, tapi dulu dia b******k banget ke Cristal. Jadi baik itu nggak bisa jadi jaminan, Ra. So mending cari yang banyak lebihnya aja sekalian. Dan yang paling penting, kita sebagai cewek harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Jangan mau diinjak-injak sama cowok."  "Kenapa gue ngerasa lo malah lebih patah hati daripada gue yang baru putus? Siapa yang ngancurin hati lo, hah? Lo nyimpen rahasia ya dari gue?"  Shaneen melotot. "Ih apaan. Nggak jelas lo. Ngaco."  "Ya siapa yang tau. Mana tau lo diam-diam deket sama cowok atau patah hati sama cowok, kan? Lo kan harga dirinya tinggi jadi nggak mau dilihat orang kalau lagi mode lemah."  "Ih lebay banget. Nggak ada."  Azura tertawa. "Syukurlah kalau nggak ada. Eh btw--"  Dering ponsel Shaneen memutus obrolan. Gadis itu menatap layar ponselnya. Seketika raut wajahnya berubah. Melihat dari ekspresi badmoodnya, sudah bisa ditebak siapa yang menelfon.  "Angkat. Mana tau penting."  Shaneen menjawab telfon itu dengan malas. Azura menunggu sembari memperhatikan seksama ekspresi sahabatnya itu. Shaneen terlihat semakin kesal.  "Kenapa?" tanya Azura.  "Sumpah ya ni orang nggak jelas banget. Masa dia tiba-tiba ngajakin gue dinner."  Azura tersenyum--menatap Shaneen dengan jahil. "Cie yang diajakin dinner. Tapi seneng kan lo?"  "Ih nggak banget. Gue tuh lagi nggak mau ketemu sama dia."  "Tapi tadi lo setuju."  "Ya terpaksa."  "Terpaksa apa pengen."  Shaneen memutar bola matanya malas.  "Dah sana mandi, dandan. Mau gue pilihin baju nggak?"  Azura tertawa puas melihat wajah super badmood Shaneen.  ...  Kebanyakan orang akan memilih untuk 'tampil jelek' ketika mereka tak menyukai seseorang. Tapi Shaneen berbeda. Dia memang ingin mengerjai Yasa, alias membalas dendam pada pria itu karena sudah membuatnya badmood seharian. Tapi cara Shaneen membalas dendam jelas berbeda dari kebanyakan gadis. Shaneen tak rela tampil jelek. Kecantikannya jelas tak boleh disia-siakan. Ia akan membuat Yasa tak berkutik malam ini.  Tubuh semampai itu melenggang cantik dengan aura yang kuat memasuki restoran. Shaneen mengenakan gaun warna hitam, press body, tali spaghetti, dengan panjang gaun yang tak sampai selutut. Ia terlihat sangat seksi, cantik, hot, dan elegan secara bersamaan. Shaneen benar-benar tahu bagaimana untuk tampil dominan dan menjadi pusat perhatian. Tak lupa makeup bold menghiasi wajah cantiknya.  Shaneen sudah melihat keberadaan Yasa. Seperti yang Yasa sebutkan, ia tak datang sendiri. Yasa mengajak Shaneen makan malam bersama teman-temannya. Jadi Shaneen harus membuat teman-teman Yasa terkesan, kan? Ya, dalam artian berbeda. Shaneen masih sakit hati karena kejadian tadi siang, jadi dia tak akan memaafkan Yasa dengan mudah.  Pelayan membukakan pintu untuk Shaneen. Bunyi heels Shaneen menarik perhatian semua orang yang ada di meja. Shaneen tersenyum sangat tipis sembari melangkah menghampiri Yasa. Dan rencana Shaneen berhasil, sebab kini Yasa tampak membeku di tempatnya. Mata Yasa mengikuti pergerakan Shaneen sampai gadis itu berdiri di sampingnya.  Teman-teman Yasa, terutama yang pria tampak melongo menatap Shaneen. Terpesona karena kecantikan Shaneen dan juga karena gadis itu tampil sangat seksi malam ini.  "Sorry ya telat," ujar Shaneen berbasa-basi setelah pantatnya mendarat di kursi.  "Iya nggak apa-apa," sahut teman-teman Yasa melempar senyum. Ini pertama kali mereka bertemu langsung dengan Shaneen Gomez.  "Aku Shaneen, calon istrinya Yasa," Shaneen mengenalkan dirinya.  "Ah iya. Duh siapa yang nggak kenal sama kamu," timpal salah satu teman Yasa.  "Tapi harusnya Yasa nih yang ngenalin. Masa Shaneen ngenalin diri sendiri. Gimana sih lo, Yas.."  Shaneen tersenyum lalu menoleh ke samping kirinya. Nyatanya Yasa tengah menatapnya--tajam.  "Enjoy the food.." ucap Yasa pada teman-temannya. Ia meraih tangan Shaneen dan menggenggamnya. "Kamu ikut aku." Yasa bangkit, menarik Shaneen ikut dengannya.  "Ciee mentang-mentang mau nikah." Teman-teman Yasa menggoda pria itu. Shaneen menurut tanpa perlawanan. Setidaknya tak di depan teman-teman Yasa.  "Ngapain ngajakin gue ke sini?" tanya Shaneen langsung begitu mereka sudah berada di tempat yang sepi.  "Ngapain tampil kayak gini?" tanya Yasa to the point. Yasa menyapu Shaneen dengan matanya dari atas sampai bawah.  "Like what?" tanya Shaneen balik dengan lagak polos. "Gue kenapa emang?"  "Do whatever you wanna do, Shaneen Gomez. I don't care how you dress, but not in front of my friends. You can wear anything, in front of me. Only me." Yasa menekan kalimatnya. Yasa tak pernah bicara memakai penekanan setajam ini pada Shaneen.  Shaneen menaikkan alisnya. "Kenapa?"  Yasa melangkah maju, mengikis jarak. Tapi Shaneen adalah Shaneen. Hal semacam ini tak bisa memprovokasinya.  "Jangan uji aku, Shaneen."  "Kenapa kalau gue nguji lo? Lo bakal apa?"  Yasa menyelipkan tangannya ke belakang leher Shaneen, kemudian dalam gerak cepat mendekatkan wajahnya dengan wajah Shaneen sampai bibirnya berada tepat di depan bibir Shaneen. Sedikit lagi saja Yasa memajukan wajahnya, maka bibirnya akan mendarat mulus di atas bibir Shaneen. Hembusan napasnya menerpa wajah Shaneen.  Tapi sekali lagi, hal semacam ini tak akan mampu membuat Shaneen bergetar. Ia terlihat masih sangat santai dan tenang meski Yasa nyaris menciumnya.  "Kenapa?" tanya Shaneen dengan satu sudut bibir tertarik. "Mau nyium gue kan? Kenapa stop?"  Ya, harusnya Yasa tahu kalau 'calon istrinya' ini bukan jenis perempuan-perempuan menye. Shaneen tau kelebihan dan kekuatannya. Shaneen tau apa yang dia punya.  "Kalau lo nggak berani, yaudah gue aja." Shaneen mengalungkan satu tangannya ke leher Yasa, kemudian disatukannya bibirnya dengan bibir calon suaminya itu.  1..  2..  3..  Shaneen menarik dirinya kemudian mendorong Yasa menjauh.  "Gampang kan?"  Yasa menatap lekat gadis di depannya itu. Entah apa arti tatapan itu. Shaneen melipat tangannya di d**a, membalas tatapan Yasa dengan tenang.  Dua menit berlalu..  Yasa akhirnya melepaskan jasnya, kemudian memasangkannya ke Shaneen. "Pakai atau aku bener-bener akan bikin kamu nyesel." Yasa tak berikan Shaneen waktu untuk berpikir. Ia genggam tangan Shaneen dan membawa gadis itu kembali ke dalam. Acara makan malam mereka masih belum selesai.  Sabar Yasa.  *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD