Awal Dari Sebuah Kehancuran ~~

1088 Words
Hari ini hari tersibuk bagi Kiran karena dirinya harus bertukar shift dengan temannya yang sedang sakit. Tubuhnya mulai terasa sangat pegal, tetapi rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat Rio tersenyum di depan pintu restaurant sambil menatap dirinya. Kiran balas tersenyum. Pria itu lantas berdiri setengah bersandar pada mobilnya sambil memegang sebuah ponsel. Bella yang sedang satu shift dengan Kiran tersenyum menggoda melihat Kiran yang tak melepaskan pandangannya dari kekasihnya itu. "Liat pacar lo, bikin gue cuci mata tiap hari, Kiran." Bisik Bella menggoda. Kiran menoyor pipi Bella dengan pelan, "punya gue!" balas Kiran. Melihat restaurant yang sudah sepi, Kiran pun menaruh afron yang di pakainya di atas meja, "Aku nemuin Rio dulu sebentar," ijin Kiran pada Bella. Setibanya di luar restaurant, Kiran sedikit berlari menghampiri Rio dengan seulas senyum bahagia di wajahnya. "Ah, kangen banget aku hari ini sama kamu, Ki." "Apaan sih, Rio? Tiap hari juga ketemu." Rio terus tersenyum sambil menatap wajah Kiran. "Love you, Kiran Teona." Mendengar pernyataan Rio, membuat wajah Kiran seketika merona. Ya .... Rio paling senang mengungkapkan bagaimana perasaannya secara terang-terangan walau di depan umum sekalipun. Selama berpacaran dengan Rio, dirinya selalu dibuatnya melambung tinggi. Jelas terlihat, jika Rio begitu mencintai Kiran. Ketika jam sudah menunjukkan tepat pukul sepuluh malam, Kiran bergegas masuk ke dalam restaurant kembali dan mengganti pakaiannya di loker. Wanita itu hendak keluar hendak menghampiri Rio yang sedang menunggunya di dalam mobil. Namun saat dirinya baru saja melangkahkan kaki keluar dari ruang loker, ia melihat Bella sedang dihimpit pada dinding oleh seorang pria yang dikenal sebagai kekasih Bella yang sering Bella ceritakan. Kiran menghampiri Bella secepat mungkin. "Apa-apaan ini?" Bentak Kiran. Dika melirik pada Kiran dengan tatapan tak peduli dan kembali menatap Bella dengan tatapan kesal. "Bukan urusan lo!" jawab Dika. "Lo kaya gini namanya udah kekerasan, gue gak bisa tinggal diam gitu aja," ujar Kiran dengan nada sedikit tinggi. Dika mendengkus seraya tersenyum sinis, lalu melepas himpitan tangannya pada Bella dan berjalan mendekati Kiran. Menyadari Dika mulai diselimuti amarah, Kiran perlahan berjalan mundur, sedangkan Dika terus berjalan maju mendekati dirinya, hingga tanpa terasa Kiran sudah tiba di ujung bangunan, menabrak tiang penyangga. "Lo cuma berani sama perempuan? Pengecut!" Sindir Kiran berusaha melawan rasa takutnya. Bella yang melihat itu segera berlari dan menarik Dika dari belakang agar menjauh dari Kiran, tetapi usahanya sia-sia. Tak habis akal, Bella dengan cepat menggigit punggung Dika hingga Dika meringis kesakitan dan melepaskan Kiran. Dika beralih menghampiri Bella setelah melepaskan Kiran, dan sayangnya kaki Bella tersandung kursi di depannya dan terjatuh di tengah-tengah restaurant. Bella yang kesulitan bangkit memilih merangkak secara perlahan, tetapi tetap tertangkap oleh Dika. "Serahkan uang kamu sayang, aku membutuhkannya. Aku akan mengembalikan berkali-kali lipat jika aku menang dalam taruhan itu," pinta Dika. "Tapi aku butuh buat pengobatan ibu, Dika. Mengertilah," jawab Bella memohon. "Aku hanya meminjam satu minggu, sayang. Aku akan mengembalikannya dua kali lipat." Bella menggeleng. "Jangan Dika, aku mohon." Dika yang sudah digelapkan mata oleh judi dan terobsesi dengan kemenangan, tak sadar dan menampar Bella sangat kencang. Kiran yang melihat langsung kejadian itu langsung mendekat dan mencengkram baju Dika dengan kuat. "Lo bener-bener udah gila ya, dasar pengecut!!" Bentak Kiran kesal. Dika menepis tangan Kiran dan mendorong Kiran dengan sekuat tenaga. Namun, tubuh kecil Kiran kalah dengan tubuh kekar Dika dan dalam sekejap Kiran terhempas hingga kepala belakangnya membentur keras pada besi pilar penyangga bangunan. Seketika pandangan Kiran meremang, pendengarannya pun berdenging dan ia tak dapat mendengar suara apapun saat ini. Wanita itu memegang kepalanya yang terasa sangat sakit dan berputar dengan kedua tangan. "Kiran!!" seru Bella berhambur lari menghampiri Kiran, sedangkan Dika yang merasa takut, segera pergi keluar dari restaurant. Kiran memegang erat lengan Bella, berusaha memfokuskan penglihatan dan pendengarannya hingga akhirnya kembali normal. Napas Kiran terengah-engah, dan menatap Bella dengan wajah terkejut. "Lo gak apa-apa, Ki? Gue panggilin Rio iya?" tanya Bella dengan khawatir. Kiran tersenyum untuk menutupi rasa sakitnya. "Gue baik-baik aja Bel, lo gak usah khawatir. Dan gue mau titip pesen sama lo, jangan sampe Rio tau apa yang terjadi barusan," pinta Kiran. "Tapi lo bener gak apa-apa? Kepala lo sakit?" Tanya Bella meyakinkan. Kiran mengangguk. "Iya, Gue gak apa-apa ko. Kepala gue juga gak berdarah kan? Lihat, palingan cuma memar aja sedikit," Ujar Kiran sambil menyentuh kepalanya dengan tangan. "Kalau lo ngerasa ada yang salah sama kepala lo, harus cepet-cepet ke rumah sakit iya, Ki. Gue sangat merasa bersalah, gara-gara Dika, lo...." "Gue gak apa-apa Bella. Lo tenang aja," potong Kiran. Kiran kemudian bangun dari posisinya, dan berusaha menyeimbangkan tubuhnya. "Gue duluan iya Bel, Rio udah kelamaan nunggu, kasian," pamit Kiran. Bella mengangguk. "Hati-hati iya, Ki." Kiran berjalan keluar restaurant dengan perlahan, kemudian masuk ke dalam mobil Rio sambil tersenyum, berusaha menutupi apa yang sedang di rasakannya. "Kok lama sih?" Tanya Rio yang belum menyadari ada sesuatu yang salah pada Kiran. "Tadi beresin dulu barang yang jatuh di dalam," jawab Kiran berbohong. Rio menoleh sesaat lalu mengangguk. Pria itu pun mulai melajukan mobilnya. Selama diperjalanan, Kiran yang biasanya menceritakan kegiatannya seharian itu, kini hanya terdiam sambil menahan rasa pusing di kepalanya yang terus menjalar. Keringat sebesar biji jangung mulai membasahi kening dan terjatuh di wajahnya, dan membuat Kiran berulang kali menghapusnya dengan tisu. Menyadari ada yang salah pada Kiran, Rio memutar stir lalu menghentikan mobilnya. "Kamu kenapa? Muka kamu pucet banget," tanya Rio. "Aku gak apa-apa Rio, aku baik-baik aja," jawab Kiran berusaha setenang mungkin. "Aku Dokter loh, Ki. Kamu gak bisa nyembunyiin, apa yang kamu rasain, dari aku." "Aku cuma kelelahan aja, sayang," jawab Kiran berbohong. Rio menarik napas dalam-dalam, dan tak begitu saja percaya dengan alasan yang Kiran berikan. "Kita ke rumah sakit aku sekarang!" "Gak usah, Rio!" Tolak Kiran. "Kamu sakit, Kiran!!" Paksa Rio mulai dengan nada tinggi. "Ri ... aku baik-baik aja, aku cuma mau istirahat," pinta Kiran dengan menurunkan nada suaranya. Rio menghela napas kasar. Akhirnya pria itu mengalah, dan kembali melajukan mobilnya tanpa berbicara sepatah kata pun hingga mobil Rio tiba di halaman rumah kost Kiran. Mereka berdua turun dari dalam mobil, dan berjalan menuju kamar kost Kiran. Setibanya di depan pintu kamar, Kiran yang masih enggan menatap Rio segera membuka kunci kamar, tanpa menoleh sama sekali. "Ki," panggil Rio berusaha membujuk Kiran. "Aku baik-baik aja Rio, aku hanya butuh istirahat! Aku masuk dulu," pamit Kiran lalu menutup pintu kamarnya. Rio menunduk lemas, menarik napasnya dalam-dalam, berusaha mengatur emosinya kembali. 'Aku tahu Kiran, ada yang kamu sembunyikan dari aku. Aku sangat tahu itu.' Monolognya dalam hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD