Kepulangan Sang Kekasih

810 Words
Keesokan harinya, Risa bermalas-malasan untuk bangun. Reno masih memeluknya erat, seakan tidak rela melepaskan. “Udah siang…” ucap Risa manja, wajahnya tenggelam di d**a bidang Reno. “Biarin, ah… ngantuk,” balas Reno sambil mempererat pelukan, suaranya berat dan malas. “Kamu pulang hari ini, ya?” tanya Risa pelan. Matanya masih terpejam, seolah enggan menerima kenyataan. “Iya. Makanya males bangun,” Reno terkekeh, menutup rasa berat hatinya dengan gurauan. Risa akhirnya membuka mata, menatap wajah Reno dari dekat. “Kapan ke sini lagi?” tanyanya dengan nada penuh harap. “Minggu depan. Sama orang tua aku, kita ke rumah kamu,” jawab Reno sambil mencium kening Risa dengan lembut. Risa tersenyum kecil, tangannya bermain-main di janggut tipis Reno. “Jangan nakal di sana, ya.” “Enggak, sayang. Ya ampun, apa tiap hari aku harus pasang CCTV ke kamu biar kamu percaya?” goda Reno, tawanya renyah. “Iya dong,” sahut Risa manja sambil mengerucutkan bibirnya. “Ya ampun, segitunya istri aku,” ucap Reno sambil mengusap rambut Risa dengan lembut. Sekilas Reno menatapnya penuh arti, lalu berbisik, “Sekali lagi, ya…” “Akh, capek ah. Malam udah dua kali,” protes Risa dengan wajah kesal, tapi masih terlihat manja. “Enggak apa-apa. Aku seminggu nggak ketemu kamu,” balas Reno sambil tertawa kecil. Risa melirik nakal, lalu berkata dengan suara menggoda, “Di bathtub aja…” “Gas!” ucap Reno penuh semangat, lalu langsung menggendong Risa menuju kamar mandi. Air sabun berbuih di bathtub. Risa duduk manis di pangkuan Reno, sementara mereka berdua larut dalam kehangatan. “Padahal kemarin kita udah ke tempat air hangat,” ucap Risa sambil merebahkan tubuhnya di d**a Reno. “Minggu depan kita ke sana lagi,” bisik Reno sambil mencium lehernya. Risa melirik cincin di jarinya. “Sayang, cincin ini kok bisa pas banget, ya?” Reno terkekeh. “Denger ya… aku itu PDKT sama kamu setahun, pacaran dua tahun. Aku udah hafal semua tentang kamu. Masa milih cincin aja susah?” Ia mencubit hidung Risa gemas. “Ya takutnya kamu nyuruh orang lain nyobain dulu. Nggak mau ah, bekas orang,” cemberut Risa kesal. “Lah, enggak dong, sayang. Masa bekas orang,” balas Reno sambil tertawa. Risa mendengus, lalu menjambak rambut Reno pelan. Mereka pun kembali larut dalam ciuman yang hangat, hingga tubuh mereka menyatu lagi di dalam bathtub. Setelah selesai, mereka berpakaian rapi dan keluar untuk makan siang. “Nanti aku antar kamu ke apartemen, terus aku langsung pulang, ya,” ucap Reno sambil menyuap makanan. “Iya,” jawab Risa sambil minum air putih. “Kamu besok kerja lagi?” tanya Reno sambil menatapnya dalam-dalam. “Iya. Aku kerja sampai kita nikah. Kalau udah nikah, fix, aku akan mengabdi padamu,” sahut Risa sambil terkekeh. Reno hanya bisa tersenyum lebar mendengarnya. “Oke. Tapi jangan lupa makan, ya. Jaga kesehatan kamu, sayang.” “Iya,” balas Risa manis. Usai makan, mereka membereskan barang lalu check out. Reno mengantar Risa pulang ke apartemennya. “Aku pulang, ya,” ucap Reno di depan apartemen. “Hati-hati, ya sayang,” jawab Risa sambil membuka seatbelt. Reno mengecup bibirnya sekali lagi. Setelah itu, Risa turun dengan tangan penuh—membawa bucket bunga dan paper bag berisi tas. “Ya ampun, tangan aku penuh gini,” ucap Risa sambil tertawa kecil. “Mau aku bantuin?” Reno menawarkan diri sambil setengah berdiri dari kursinya. “Enggak usah, aku bisa. Aku turun ya.” Risa tersenyum, lalu membuka pintu mobil. Mereka benar-benar berpisah sore itu. Namun, begitu pintu apartemen dibuka, Risa terkejut melihat Tari sudah menunggunya dengan kue ulang tahun lengkap dengan lilin menyala. “Happy birthday, sayangku!” seru Tari riang. “Akh, Tarii… aku terharu,” ucap Risa sambil meniup lilin dengan senyum lebar. “Gila, lo menang banyak ini,” ucap Tari sambil melirik bawaan Risa yang penuh. “Pokoknya malam itu Reno keren banget. Dia ngelamar gue di restoran romantis banget. Pas gue bilang ‘iya’, ada kembang api di atas gedung,” cerita Risa berbinar-binar. “Akh, so sweet!” sahut Tari sambil tertawa kecil. Risa langsung menggoda balik. “Eh, lo gimana sama Willi? Dia ganteng, anjir.” Tari terkekeh malu. “Pas lo balik, kita ngobrol, eh dia langsung nembak gue. Gue kaget banget, tapi… ya nggak nolak, haha.” “Jadi kalian jadian?” tanya Risa antusias. Tari mengangguk sambil tersenyum lebar. “Cieee… terus pacar lo yang di Jepang gimana?” Risa tertawa kecil. “Alah, nggak bakal tau ini. Kalau ada kabar lanjut, kalau nggak ada kabar, gue nikah sama Willi, ahiw!” Tari berteriak gembira. “Sialan lo!” Risa ikutan tertawa. Sore itu mereka menghabiskan waktu dengan penuh tawa, bercanda, dan saling menepuk bahu. Hingga menjelang malam, mereka makan bersama, menyiapkan baju kerja untuk esok hari, lalu tidur di kamar masing-masing dengan hati penuh cerita baru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD