Aletha 1

998 Words
Tok! Tok! Tok! Suara pintu yang diketuk sangat keras membuat Aletha tersentak kaget, tangannya yang sedari tadi sibuk menulis kini telah terhenti. Ia melirik jam dinding, hari sudah larut namun seseorang tengah mengetuk pintu rumahnya.  Aletha meneguk ludahnya dengan susah payah, siapa yang datang? Nafasnya memburu, apa itu adalah Ibu kost nya yang datang untuk menagih uang kost-an yang belum ia bayar sebulan yang lalu. Aletha menepuk keningnya, uang sakunya sudah habis ia gunakan untuk membeli buku sekolahnya kemarin.  Tok!!! Tok!!! Tok!!! Suara itu semakin keras, Aletha kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu, beberapa saat ia terdiam, menyiapkan diri untuk disembur oleh sang pemilik kost-an.  Aletha membuka pintunya secara perlahan, matanya terbelalak kaget, bukan Ibu kost-an yang ia temukan namun Alasya yang tengah memejamkan mata sambil berdiri bersandar pada dinding dengan sempoyongan. Aletha memperhatikan penampilan Alasya dari atas hingga bawah, rambut acak-acakan, gaun mini ketat, serta bau alkohol yang menyengat. Aletha mendengus kesal, Alasya selalu saja seperti ini. Pergi ke club bersama teman-temannya, mabuk dan pulang larut malam, pasti kedua orang tua cewek itu mengkhawatirkan dirinya.  Aletha kemudian membopong tubuh Alasya memasuki rumah, membaringkan cewek itu di tempat tidur kecilnya lalu melepas high heels yang dikenakan Alasya. "Mau sampai kapan lo kayak gini terus, huh? Bandel banget sih kalo dibilangin, heran gue liat kelakuan lo," omelnya, namun cewek itu tidak menyahut karena Alasya yang sudah terlelap. Aletha dan Alasya sudah lama berteman, bahkan sejak kecil. Ia sudah paham betul bagaimana sikap Alasya, cara berbicara, tingkah laku serta isi hati dan pikiran sahabatnya itu.  Alasya adalah anak pengusaha terkenal di Bandung, kedua orang tua sangat sibuk dengan urusan pekerjaan mereka, namun sesibuk apapun kedua orang tua Alasya keduanya masih bisa memperhatikan anak mereka dan memberikan kasih sayang dan perhatian kepada Alasya.  Namun Alasya selalu menyalah artikan kasih sayang dan perhatian yang diberikan kedua orang tuanya. Hingga Alasya menjadi anak yang bersikap keras kepala dan pembangkang jika sudah menyangkut tentang kedua orang tuanya. Aletha menghela nafas pelan, sepertinya ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk mengantarkan Alasya pulang, mengingat besok pagi mereka harus berangkat sekolah. *** Sebuah motor matic berwarna pucat telah terparkir di sebuah rumah megah yang sangat besar bak istana. Suasana subuh pagi saat itu sangat sepi, bahkan Aletha harus berkali-kali menggedor pintu gerbang, membangunkan security yang belum bangun dari tidurnya.  Aletha melepas helmnya lalu membenarkan kacamatanya yang melorot. Di belakangnya, Alasya masih memejamkan mata sambil bersandar di punggungnya. Ia berdecak kesal, Alasya sudah mandi namun cewek itu masih saja mengantuk.  Gaun ketat Alasya sudah tergantikan dengan sweater miliknya, jika sampai Alasya pulang dengan masih mengenakan gaun yang kekecilan itu, kedua orang tua Alasya pasti marah besar kepadanya, seperti biasanya. "Sya, udah sampai nih." Alasya menggeliat pelan, membuka matanya yang berat kemudian berjalan beriringan bersama Aletha menuju pintu rumah. Aletha menatap Alasya sebelum ia memencet bel, ia tahu betul apa yang sedang Alasya pikirkan saat ini. Tidak ada kecemasan seperti anak biasanya yang takut dimarahi karena tidak pulang semalaman, pembawaan Alasya sangat tenang seperti tidak ada yang akan terjadi. Aletha memencet bel rumah, tidak lama seorang wanita paruh baya dengan wajah putih bersih seperti anak muda, membukakam pintu dengan sorot tajam yang di arahkannya ke anak semata wayangnya, Alasya. Sejenak hanya keheningan meliputi mereka, Aletha bisa mendengar decakan kesal dari mulut Alasya, kesal melihat Mama nya yang tidak kunjung membiarkannya masuk. Aletha berdeham, berusaha mengusir keheningan lalu menatap wanita itu sambil tersenyum tipis, bermaksud menyapa. "Jam berapa Alasya pulang, Letha?" tanya Riza--Mama Alasya, dengan nada tenang namun wajah yang tidak bersahabat. "Hm, jam... 1 malam, tante." Plakkk! Satu tamparan yang cukup keras melayang di pipi kanan Alasya, membuat cewek itu langsung menatap nyalang ke arah Riza dengan tangan yang terkepal menahan amarah. Anjir! Dia pikir nggak sakit ditampar kayak gitu?! Coba dia sendiri yang rasain rasa tamparan itu kaya gimana! Aletha membelalakkan matanya ketika tidak sengaja membaca pikiran Alasya, buru-buru ia menahan tangan Alasya yang hendak melayang di udara. Alasya langsung menatapnya kesal, lalu menepis tangannya dan berlalu memasuki rumah, mengabaikan teriakan keras yang berasal dari mulut Riza. "Alasya! Mama belum selesai bicara sama kamu!" "ALASYA!!!" "Tante udah, percuma, Alasya nggak akan dengerin ucapan tante." Riza menatap Aletha dengan tatapan sendu, lalu menariknya dalam dekapan sambil terisak pelan. Aletha kemudian menuntun Riza memasuki rumah dan mereka duduk di salah satu sofa yang kalah empuk dari kasur kecilnya yang ada di rumah. "Tante nggak tau lagi harus ngomong dengan bahasa apa supaya Alasya dengerin nasehat tante." "Tante tenang dulu ya? Nanti Letha bakal bicara baik-baik ke Alasya." "Tante percaya sama kamu Letha, tapi tante nggak yakin kalo Alasya bakal nurutin ucapan kamu. Pergaulan Alasya semakin bebas, dua hari yang lalu dia membawa teman-teman cowoknya ke rumah dan mereka pesta minuman alkohol."  "Untungnya Om kamu lagi di luar kota, kalo Om kamu tau kelakuan Alasya seperti ini, Om kamu bisa saja mengusir Alasya dari rumah." Aletha menghela nafas pelan, jika sudah menyangkut pergaulan Alasya, ia selalu kehabisan kata-kata. Pergaulan Alasya memang sangat bebas, semua teman-teman Alasya adalah orang yang berperilaku buruk terkecuali dirinya. Tidak lama Aletha berpamitan untuk pulang karena ia harus segera bersiap-siap berangkat ke sekolah. Ia pergi meninggalkan rumah besar dan megah itu, menuju rumahnya yang kecil dan sempit. Inilah Aletha Angelica cewek bertubuh tinggi, berkulit putih, berambut panjang yang selalu dikucirnya dan selalu memakai kacamata walaupun penglihatannya masih sehat.  Aletha tinggal sendirian di kost-annya yang kecil, Mama nya telah tiada karena penyakit jantung yang menyerangnya sedangkan Papa nya entah berada di mana dan ia ditinggal oleh sanak saudaranya.  Sepulang sekolah ia harus bekerja di salah satu supermarket sebagai pegawai kasir, mencari pundi-pundi rupiah di sana untuk menafkahi dirinya sendiri. Sejak kecil, Aletha di anugerahi Tuhan keahlian dalam membaca pikiran dan isi hati seseorang, walaupun ia tidak ingin tahu menahu tentang pikiran orang, namun tetap saja ia bisa membacanya ketika setiap kali ia bertatap muka dengan seseorang. Termasuk Alasya dan Tantenya, Riza. *** Halo, Aletha adalah cerita baruku. Jangan lupa untuk tap Love dan sharw cerita ini ke teman-teman kalian ya. Semoga suka dengan cerita baruku :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD