Bab 3 – Keluar Dari Rumah

1180 Words
Satu bulan kemudian... Arletta menatap nanar benda pipih yang ada di tangannya. Sebuah testpack dengan hasil dua garis membuat tubuh Arletta membatu. Dia menggelengkan kepalanya meyakinkan apa yang dia lihat ini salah. Tapi tidak, apa yang dia lihat ini tidaklah salah. “Tidak, ini tidak mungkin.” Arletta menjatuhkan tubuhnya, bersimpuh di lantai. Bulir air matanya mulai berlinang membasahi pipinya. Dia tampak begitu ketakutan. Ya, dia bahkan tidak tahu harus bagaimana. Saat ini dia mengandung anak Keevan, pria yang jelas-jelas telah membuangnnya layaknya sampah. Sejak dimana Keevan memintanya untuk tidak lagi mengganggu, Arletta sudah menjauh dari hidup Keevan. Tapi sekarang? Dia harus di hadapakan dengan kenyataan mengandung anak dari pria yang telah membuangnya. Arletta tidak tahu harus bagaimana sekarang, dia tidak mungkin menggugurkan bayi yang ada di kandungannya. “Arletta keluar kamu!” Suara teriakan dari luar kamar mandi begitu kencang, sontak membuat Arletta terkejut. Wajah Arletata mulai memucat. Namun Arletta berusaha menguatkan dirinya. Dia menghapus sisa air mata dan menyembunyikan testpack yang ada di tanganya dan melangkah keluar kamar mandi. “Pa.. Ma.. Kalian di rumah?” Arletta berusaha bersikap normal ketika melihat kedua orang tuanya berada di hadapannya. “Bisa kau jelaskan kenapa benda ini ada di kamarmu?” Raka, sang ayah melempar sebuah bungkusan yang dia dapatkan dari kamar Arletta. Wajah Arletta kian memucat. Kala melihat sebuah testpack baru yang terbungkus oleh plastik. Dia menelan salivanya susah payah. Arletta lupa untuk menyimpan testpack baru itu. Dia meletakanya di atas meja kamarnya, hingga membuat kedua orang tuanya menemkan testpack itu. Kini Arletta terus menunduk dan tidak berani mengatakan sepatah kata pun pada kedua orang tuanya. “Jawab Arletta! Kenapa benda itu ada di kamarmu!” teriak Raka begitu menggelegar. “Pa, tenangkan dirimu,” ujar Melisa yang berusaha membuat suaminya tenang. “Sayang, bisa kamu jelaskan pada Papa dan Mama. Kenapa benda itu ada di kamarmu?” Melisa mendekat kea rah Arletta, berusaha membujuk putrinya agar menceritakan padanya. “A-Aku—“ Arletta menggigit bibir bawahnya. Dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada kedua orang tuanya. Hingga perlahan bulir air matanya menetes, tidak mampu membendung di kelopak matanya. “Siapa ayah dari kandunganmu!” Raka nyaris beteriak saat mengatakan itu. Sedangkan Melihat nanya meneteskan air matanya tidak mampu lagi menahan kesedihannya. “Maaf, Pa..” Dengan mata yang memerah, Arletta menatap sang ayah yang menatap tajam dirinya. Plakkkk Sebuah tamparan mendarat di pipi putih Arletta, hingga membuatnya tersungkur di lantai. “Pa!” Melisa langsung menahan lengan Raka saat suaminya itu hendak kembali memukul putri mereka. “Pa, jangan seperti ini! Tenangkan dirimu,” ucap Melisa yang berusaha menenangkan sang suami. “Jawab aku, Arletta! Siapa ayah dari kandunganmu!” seru Raka meninggikan suaranya. “P-Pacar aku, Pa.” Arletta hanya mengatakan itu. Dia tidak tahu bagaimana harus mengatakan pada keluarganya. Jika dia bilang ayah dari kandungannya adalah Keevan, itu pun percuma. Karena Keevan akan segera meninggalkan Jakarta. Arletta yakin, jika Keevan mengetahui kehamilannya, pria itu akan memintanya membunuh bayi yang ada di kandungannya. Tidak, Arletta tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi. Raka meremas rambutnya dengan kasar. Wajahnya tampak begitu frustasi. Dia merasa gagal sebagai ayah, tidak bisa menjaga putri tunggalnya dengan baik. Melisa yang mendengar pengakuan putrinya, dia terus meneteskan air matanya. “Gugurkan bayi itu! Aku tidak peduli siapa ayah dari bayi yang ada di kandunganmu!” seru Raka dengan tatapan yang menatap tajam putrinya. “Nggak, Pa. Aku tidak mungkin membunuh kandunganku,” ucap Arletta dengan isak tangisnya. Dia menatap ayahnya penuh dengan permohonan. “Arletta Pradipta! Aku bilang gugurkan kandunganmu!” bentak Raka keras. “Pa, jangan seperti itu. Kasihan, Arletta,” ucap Melisa yang tidak tega melihat keadaan putrinya. “Diam! Jangan membelanya!” seru Raka menatap tajam sang istri. Arletta menghapus air matanya. Dia mendekat ke arah ayahnya dan berkata tegas, “Arletta nggak akan gugurin! Meski Papa memaksa, Arletta nggak mungkin membunuh bayi yang ada di kandungan Arletta. Dia nggak bersalah, Pa.” “Kamu—” Raka hendak melayangkan tamparan ke pipi putrinya. Dan Arletta langsung memejamkan matanya kala melihat ayahnya ingin melayangkan tamparan. Namun, Raka menghempaskan tangannya, dia memukul dinding dengan keras meluapkan kemarahannya. “Jika kamu nggak menggugurkan kandunganmu! Lebih baik kamu angkat kaki dari sini!” tegas Raka yang langsung meninggalkan Arletta. Raut wajahnya tampak begitu kecewa. Tangis Arletta pecah mendengar ucapan ayahnya. Dia tahu dirinya telah membuat keluarganya malu. Sudah sepatasnya ayahnya memintanya pergi. “Sayang, jangan dengarkan Papamu,” ucap Melisa seraya memeluk erat putrinya. “Mama yakin, Papa akan segera memaafkanmu.” “Ma,” Arletta menatap Melisa penuh dengan mata yang memerah. “Apa yang Papa bilang benar. Kalau aku masih di sini. Aku akan membuat kalian malu. Biarkan aku pergi dari sini, Ma. Aku akan membesarkan anakku sendiri. Maaf telah membuat kalian malu atas apa yang aku perbuat.” *** Keevan menatap tiket pesawat yang ada di tangannya. Hari ini adalah hari keberangkatannya ke New York. Dia akan melanjutkan S2 di sana. Harusnya dia senang karena bisa keluar dari Jakarta. Namun, entah kenapa pikirannya tertuju pada Arletta. Gadis itu berhasil mengusik pikirannya. Biasanya Keevan selalu mendapatkan telepon ataupun pesan dari Arletta setiap harinya. Tapi sekarang? Dia tidak menerima satupun pesan atau telepon dari Arletta.Terakhir Keevan bertemu dengan Arletta saat di kampus. Tepat di mana dia meminta Arletta untuk tidak lagi mengganggu hidupnya. Dan di sana, pertama kalinya Keevan melihat Arletta menangis. “Tuan Keevan, apa kita berangkat sekarang?” tanya Wisnu sang sopir yang menghampiri Keevan. Keevan membuang napas kasar. Raut wajahnya terlihat memikirkan sesuatu. Hingga didetik selanjutnya Keevan mengganggukan kepalanya, lalu dia masuk ke dalam mobil. Wisnu, sang sopir langsung memasukan koper Keevan ke dalam bagasi. Tak beselang lama, mobil Keevan mulai berjalan meninggalkan area parkiran rumah. “Tuan Keevan, beberapa hari lalu saya melihat rumah keluarga Nona Arletta dijual. Pantas saja saya sudah lama tidak melihat Nona Arletta, ternyata keluarga Nona Arletta sepertinya tidak lagi tinggal di Jakarta,” ujar Wisnu, sang sopir yang tengah melajukan mobil. Sontak, Keevan terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Wisnu. “Keluarga Arletta pindah? Pindah ke mana?” tanya Keevan dengan wajah yang begitu ingin tahu. “Saya kurang tahu, Tuan. Terakhir pembantu di sana hanya mengatakan Keluarga Nona Arletta sudah meninggalkan Jakarta,” jawab Wisnu memberitahu. Keevan terdiam. Rasa penasaran menyelimuti dirinya. Terakhir Arletta tidak mengatakan apa pun padanya. Gadis itu bahkan tidak bilang akan meninggalkan Jakarta. Padahal sebelumnya, Keevan mengatakan pada Arletta akan melanjutkan pendidikan S2 di New York. Keevan mengumpat dalam hati. Harusnya dia tidak perlu memikirkan gadis itu. Tapi kenapa sekarang dia harus memikirkan gadis itu? Sial, Keevan benar-benar membenci di mana dirinya harus memikirkan gadis yang selalu mengganggu kehidupanya itu. “Wisnu, apa kita masih punya waktu untuk mampir ke satu tempat?” tanya Keevan dengan raut wajah yang serius. “Maaf, Tuan. Pesawat anda sebentar lagi. Saya hanya takut anda terlambat. Dan jalanan pun macet,” jawab Wisnu memberi saran. Keeevan mengembuskan napas kasar. “Yasudah, tidak perlu putar balik. Teruskan saja ke bandara.” *** -To Be Continued Holla, novel ini akan rilis pada tanggal 1 oktober 2021, ya. Info lebih lanjut jangan lupa follow **: abigail_kusuma95
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD