Part 2 - Ortumu mana?

1218 Words
Malam minggu memang indah bagi para manusia yang punya pasangan. Tapi bagi yang belum?  Pasti mereka berdoa agar hujan lebat biar para pasangan tak bisa malam mingguan. Malam Minggu kali ini akan Feby isi dengan mengajar. Dengan anak kecil yang bernama Elang itu. Sudah pukul setengah empat, tapi ia belum juga menemukan rumah anak itu. Petunjuk jalannya sih berada di pinggir jalan besar. Tapi, yang mana? Feby mengamati nomor rumah pelan-pelan. 11 , 12 , 13 , 14 , 15 , 16 , 17 , 18 , 19... Nah ini dia... Feby langsung terkejut melihat rumah yang ia perkirakan seharusnya rumah Elang. Anak kecil yang akan ia ajari menulis nantinya. Rumah murid yang biasanya Feby ajari berada di perumahan atau biasanya tak seperti ini. Pasti ini salah. Feby mengamati Rumah yang jarak dari gerbang ke pintu rumahnya saja itu jauh. Ada taman yang indah di dalam rumah itu. Ini bukan rumah! Tapi Mansion. Feby baru memperhatikan ada rumah yang seperti ini di jalan yang padahal sering ia lewati ini. Feby takut salah jika masuk ke dalam. Tapi tiba-tiba ada yang menegurnya, "Cari siapo yuk?"  Feby langsung menoleh ke arah bapak-bapak tua yang sepertinya penjaga rumah besar ini. "Apo benar ini rumahnyo Elang Susanto pak?"  Tanya Feby to the point, karena ia tidak mau berlama-lama disini jika salah rumah. Tapi feby rasa, ini bukan rumah nya si Elang itu... "Nah iyo, Benar. Ado apo yuk?" Feby sontak terkaget dengan perkataan bapak itu. Namun langsung reflek juga menjawab. "Sayo dari agent private pak, nah trus ..." Belum Feby selesai menjawab si bapak penjaga itu sudah duluan membuka gerbang yang cukup untuk motor Feby masuk. "Langsung masuk be yuk, tadi nyonya la pesan kalau ado yang bakal datang buat ngajar," Feby pun menganggukkan kepalanya dan menjalankan motor matic nya. Yang benar saja! Rumah ini bagus sekali! Feby ingin sekali punya rumah seperti ini, satu saja cukup. Boleh tidak si nyonya yang punya rumah ini jodohkan anaknya sama Feby saja?  Eh tapi... Anaknya saja masih sebesar Elang, sepertinya?  Masa iya Feby harus nungguin Elang sampai besar?  Feby terus berperang argumen di dalam benaknya yang gesrek. Akhirnya Feby berhenti pas di depan tangga menuju pintu rumahnya Elang. Tapi Feby masih bingung, nau diparkirkan dimana motornya ini? Tapi tiba-tiba sudah ada penjaga yang masih muda menghampirinya,  "Biar saya saja yuk yang parkirkan motornya," Bah! Kaya kali orang yang punya rumah ini. Belum apa-apa sudah ada dua orang yang menjaga rumahnya. Masih ada yang lain sih, terlihat dari taman yang sedang di urus gardener empat orang banyaknya. Feby benar-benar baru pertama kali masuk rumah seperti ini, dan di Jambi pulak! Selama ini, dia tidak pernah berpikir bahwa ada rumah semewah ini di kota Jambi. Yah, memang dianya saja yang tinggal nya di daerah terpencil makanya pengetahuannya pun cetek. Akhirnya Feby mematikan mesin motornya dan menurunkan standar motornya, barulah si penjaga itu mengatur letak yang strategis untuk motor Feby. Lalu Feby berjalan ke tangga rumah dan melangkah perlahan. Baru lah ia memencet bel rumah besar ini. TING-TONG! Tak lama kemudian keluarlah yang feby sangka ia adalah bibi rumah ini yang bertubuh pendek dan gempal. Sedikit aneh bagi Feby, kenapa tua semua yang ada dirumah ini? Apa pencegahan perselingkuhan antara asisten rumah tangga dan tuan rumah? Lalu Feby segera menghapus pikiran-pikiran buruknya. "Ehm..itu bu, saya mau mengajar dek Elang?" Tanya feby langsung, karena ia takut jam nya berkurang untuk mengajar. "Oalah, iya bu guru masuk aja, den Elangnya ada di kamar, bibi panggilin dulu ya?" Feby menjawab dengan hanya menganggukan kepalanya dan duduk di sofa ruang tengah. Sambil menunggu Feby pun membaca berkas biodata si Elang yang akan dia ajar nanti. Nama:Elang Susanto. Tempat/tanggal lahir:Jakarta, 8 Mei 20xx. Oh baru empat tahun? Lalu kenapa di private in? Bahkan anak itu baru bersekolah TK A mungkin, tapi mengapa secepat ini mau di ajarkan. Biasanya Feby mengajar anak SD yang masih kurang lancar membaca dan menghitung. Selama satu tahun setengah ini ia sudah lumayan berpengalaman mengajar anak-anak. Biasanya ia hanya menerima tiga murid setiap minggunya dan akan terus begitu. Seperti saat ini, dan pada hari minggu ia akan menyempatkan diri untuk karate bersama sahabatnya. Setelah menunggu sekitar lima belas menit lebih, tapi anak itu tak kunjung turun dan malahan si bibi yang tadi turun sendirian. "Elang nya mana Bi?" Feby langsung bertanya pada bibi. "Non langsung ke atas aja Non, ada ruang belajar khusus den Elang,"  Feby langsung tercengang, anak empat tahun punya ruang belajar sendiri? Wow! Lalu Feby pun mengikuti arahan bibi menuju ruang belajar Elang. Jujur setelah naik ke lantai atas ini. Feby malah takut tersesat! Baiklah memang dia ini anak alay. Tapi, ruangan nya banyak sekali. Tak terpikir dengan Feby anak kecil berumur empat tahun sendirian di lantai atas yang banyak kamarnya, Kalau Feby jadi Elang, ia sudah ketakutan. Untungnya saja kamar Elang ini mudah di kenali, karena di depan pintu terdapat gantungan berwarna biru dengan tulisan ' El's Room ' dan diseberangnya ada ' Dad's Room' yang sepertinya di buat dari tempat yang sama. Sempat terpikir dengan Feby Mengapa tulisannya hanya Dad's room? dimana Mom's room nya kalau begitu? Apa kamar ayah Elang tidak sama dengan kamar ibunya? Atau.. Mengapa Elang tidur sendiri? Tapi, sebodohlah, ini bukan urusan dia. Dan memang seharusnya ia pun tidak boleh tahu. "Langsung masuk aja Non, saya tinggal ya," Bibi tersenyum sebelum meninggalkan Feby sendirian di depan pintu tinggi. Gimana caranya anak empat tahun membuka pintu yang bahkan engsel pintunya saja mungkin lebih tinggi dari ukuran anak kecil? Feby akhirnya menarik nafasnya dalam-dalam dan membuka pintu itu pelan-pelan. Inilah ritual yang ia lakukan sebelum bertemu dengan anak kecil yang akan ia ajari. Tapi tidak kemudian baru saja membuka seperempat pintu ada yang menarik pintu itu dari dalam. Hal ini malah membuat Feby takut. "Silahkan masuk,"  Ucap anak kecil yang bahkan hanya setinggi paha bawah orang dewasa. Feby langsung membulatkan matanya. Ya Tuhan, sopan sekali anak ini! "Bu guru ayo masuk,"  Feby langsung tersadar karena panggilan itu. Sedari tadi Feby memperhatikan anak keci yang berkulit putih, lebih putih dari Feby. Tapi anak ini matanya sedikit redup, tampak dsri matanya bahwa ia memaksakan diri untuk berdiri, lalu pipinya berwarna merah seakan panas. Feby sedikit khawatir. Lalu ia pun berlutut menyamai tinggi anak kecil yang bukan lain pasti adalah Elang. "Kamu.. Elang ya?" Feby merasa ia seperti Dilan yang menyapa Milea sekarang. Feby bingung kalau biasanya sudah diberitahu atau berbincang dengan mama dari calon anak didiknya, tapi sekarang, untuk Elang, tidak ada wali yang menceritakan anaknya bagaimana, karakteristik anaknya, kebiasaan yang anaknya lakukan. Tapi ini? Tidak ada sama sekali. Feby jadi terpaksa formal dengan anak kecil, karena mengetahui kelahiran anak ini di Jakarta, Feby jadi tidak enak memakai bahasa daerah, takut m*****i cara bicara anak itu terhadap orang tuanya nanti. "Iya, nama aku Elang, tapi panggil El ajah, daddy udah cerita kalau El bakal di ajarin sama guru, biar lancar bacanya," Mendengar cara bicara Elang membuat Feby merasa Elang memang istimewa dari anak lainnya. Sepertinya Elang sangat cerdas dan pintar nantinya. "Oh begitu ya, kan ibu udah kenal nama kamu.. Sekarang gantian ya, ibu yang kenalin nama ibu...,"  Terang Feby dengan halus kepada Elang yang langsing di angguki dengan anak itu. "Nama ibu, Feby." Tapi alis Elang langsung berkerut. "Kok pendek banget bu? Nama aku aja lumayan panjang, Elang susanto, masa ibu cuma Feby aja?"  Mulut feby langsung terngaga, Wah ini sih pintarnya luar biasa. "Nama panjang ibu, Fabiola pauli Nasega Saragih, kamu bisa panggil ibu cukup dengan bu Feby aja ya?" Tanya Feby untuk persetujuan Elang. "Oh.. Okay,"  Elang menarik tangan Feby untuk masuk ke dalam kamarnya yang terdapat sambungan ruangan lain yakni ruang belajar Elang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD