part 11 - semakin kenal

937 Words
Leindra mengikuti Feby dengan pelan, ia tahu arah rumah Feby, tapi ia tidak tahu dimana rumahnya, jadi dengan pelan menuju ke rumah Feby mengikuti rute yang satpamnya beritahu waktu ia tanya seminggu yang lalu. Pokoknya tinggal lurus saja, ya setidaknya jika tidak bertemu dengan Feby, ia merasa aman karena melihat jalanan tidak ada ramai-ramai, tanda tidak ada kecelakaan atau sebagainya. Tapi baru saja ia memasuki rute yang lurus saja itu hampir setengah jalan, ia malah melihat perkelahian antara wanita yang wajahnya seperti... Feby! Astaga benar! Memang perempuan itu. Feby hingga terduduk dan memaksa dirinya untuk mundur, Leindra rasa dari tadi Feby sudah melawan para pria itu, hanya saja Feby sudah kehabisan tenaga karena lawannya terlalu banyak. "Sedang apa kalian disana!!!"  Teriak Leindra dengan lantang membuat empat berandal itu memandang Leindra. "Nah, bos.. Ado pahlawan kepagian."  Orang itu pun langsung di tempeleng dengan kawannya, "Kesorean, bengak. Kalo kepagian tu pas kito nak lawan dio datang,"  Kata kawannya itu. "Nah, emang tadi tu idak?"  Kata orang pertama tadi. "Iyo jugo yo,"  Kata kawannya yang langsung di suruh diam dengan bosnya. "Mau jadi pahlawan kau disini? Pergi atau mati! Pilih saja!" Teriak bosnya tak jauh lebih lantang saat Leindra berteriak tadi. "Mati!" Jawaban Leindra seakan-akan mengatai mereka semua akan mati, pertarungan pun terjadi dengan cepat, Feby melihat cara Leindra melawan sambil memegangi kakinya yang sakit, ia ingin membantu, tapi tegak saja tak mampu rasanya. Sakit sekali. Ia memperhatikan cara Leindra meninju lawan dan menghabisi lawan, sial, gagah sekali. Kenapa bisa ada pria seperti ini? Setelah feby perhatikan lama-lama, ia melihat Leindra memiliki basic bela diri karate, yang berarti Leindra bisa saja senpainya, kakak tingkat seperguruan karate. Lalu tak butuh menunggu begitu lama, lawan sudah tergeletak semua, dan Leindra berlari ke arah Feby. "Kamu kenapa?"  Tanya nya dengan kening berkerut. Tapi entah mengapa Feby suka karena kening itu berkerut untuknya. "Kaki saya keseleo, saya tidak bisa berdiri. Motor saya juga pengkang stir nya, sepertinya bengkel masih jauh, motor saya juga tidak bisa dibawa."  Jelas feby dengan padat. "Rumah kamu masih jauh?"  Tanya Leindra lagi dengan penuh khawatir. Feby tidak bisa menjawab, rumahnya memang masih jauh. Akhirnya Leindra mengeluarkan pertanyaan baru. "Dekatakan mana rumah kamu dengan rumah saya dari sini?"  Langsung saja Feby jawab. "Rumah bapak." Leindra menghela nafas dan menggendong Feby tiba-tiba yang membuat Feby terkesiap, lalu setelah membuat Feby duduk di kursi penumpang, dan Leindra pun juga sudah siap memegang stir mobilnya, Leindra menelepon seseorang untuk membawa motor Feby dan memperbaikinya. Leindra memutar balikkan mobilnya, lalu menuju ke rumahnya sendiri tanpa bertanya atau mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Feby. Selama perjalanan, hanya ada keheningan diantara mereka. Sehingga Feby pun tidak enak. "Terimakasih, pak."  Tapi Leindra malah menatapnya dengan tajam. "Apakah itu yang dinamakan tidak apa-apa pulang sendiri karena sudah terbiasa?"  Feby menggigir bibirnya sendiri. Ia bingung harus menjawab apa. Ini adalah kondisi terparah yang pernah ia alami. Dan untungnya ada Leindra yang menyelamatinya. "Biasanya tidak seperti ini, pak. Saya tidak tahu kalau akan sampai seperti ini..."  Jawab Feby dengan lesu yang membuat Leindra tidak tega. "Jadi kalau tidak terbiasa, kamu bisa apa? Kamu mau besok nya kamu masuk kabar kampung kito trus dimasukkin di i********: lambe turah dan akun nyinyir-nyinyir lainnya? "Kabar kampung kito, seorang siswa SMA XXX terkena begal dan Di habisi oleh empat preman" Kamu mau?" Feby terkekeh sedikit mendengar perkataan Leindra. Cara bicara Leindra yang kaku dan aneh itu lucu. Apa lagi Feby juga bingung, tau dari mana Leindra hal-hal seperti itu? Apa Leindra sering baca juga updatean lambe nyinyir dan lambe turah di i********: seperti itu? Apa lagi kabar kampung kito? "Bapak update dan baca berita-berita begituan? Saya sih ga mau ya,"  Leindra melirik Feby dan kembali kearah jalanan kembali. "Dan satu lagi, emangnya saya pernah ya nikah sama ibu kamu sampai-sampai kamu manggil saya bapak?"  Feby terkejut saat Leindra berkata seperti itu. Jadi ia harus memanggil Leindra denhan sebutan apa? Dan lagi apa boleh memanggil dengan kata lain? "Jadi, saya harus panggil dengan panggilan apa donk?" Leindra sedikit berpikir tapi tak lama kemudian ia berkata. "Menurut kamu? Apa yang pas buat saya? Feby jadi bingung, ini orang kok ditanya malah balik nanya. Yang minta di panggil dengan panggilan lain siapa coba? "Bapak orang jawa? Atau orang cina?"  Tanya Feby memastikan hal itu. "Papa saya orang jawa, mama saya orang cina, ya kalau dihitung-hitung saya cijaw kali ya? Cina jawa." "Jadi? Lebih kentalnya ke arah mana pak?" Leindra tersenyum mendengar rasa penasaran Feby. "Dua-duanya kental, tapi saya lebih ngarah ke jawa," Feby mengangguk-anggukan kepalanya dengan pelan. "Kalau begitu saya panggil mas aja ya?" Leindra tak kuasa menahan senyum nya yang tertarik hingga rasanya pipi nya melebar betul. "Hmm, boleh juga," Setelah itu Feby lah yang menggigit bibirnya sendiri. Leindra memang tak punya lesung pipit, tapi senyuman manis pria itu memang sampai keubun-ubun. "Kalau begitu kiri ya mas sekarang, nanti berhenti aja di dalam, saya udah bayar pakai go-pay ya."  Leindra menatap Feby,  What the, dia sedikit menyesal di panggil mas. Tapi tidak apa-apalah jika Feby penumpangnya. "Dasar kamu, saya turunin lalu saya geletakin kamu di tengah jalan, di kira pengemis kamu, orang pasti percaya malah kamu kucel begitu lagi,"  Feby tidak merasa tersinggung malah betul apa yang dikatakan Leindra. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Eh, tadi saya liat basic beladiri mas, kayaknya mas dulu karate ya?" Leindra langsung mengerti, ia juga tahu dari gerakan Feby selama ini bahwa anak ini karate, "Iya, dulu saya karate waktu kecil sampai sabuk hitam sih, tapi bercampur juga, karena saya ada ambil wing chun dan boxing, jadi beberapa kayak kata tinggi dan gerakan ada yang saya lupa namanya, tapi ya untuk practicenya, kamu bisa lihat tadi."  Feby benar-benar merasa menemukan panutan dan model masa depannya. Ia harap, jodohnya nanti bisa seperti Leindra. Sudahlah mapan, tampan, bisa beladiri, lalu gennya luar biasa pula. Amin ya Tuhan Amin....  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD