"Jadi, kalau Elang ingin ketemu mama, apa kakak juga bisa ngebantu Elang?"
Tanya Elang pada Feby dengan rasa penasarannya.
Tapi tidak dengan Feby, ia malah jadi bingung. Rahasia apa yang dimiliki oleh ayah dan anak ini.
"Memangnya Elang jarang ketemu mama Elang?"
Tanya Feby dengan lembut lagi, berharap segala sesuatu yang akan ia keluarkan dari mulutnya tidak akan menyakiti hati Elang nantinya.
Elang tampak berpikir setelah menerima pertanyaan dari Feby.
Ia kebingungan.
"Elang tidak pernah bertemu dengan mama, Elang juga tidak tahu mama seperti apa, Elang juga tidak punya foto mereka,"
Feby membasahi bibirnya yang mengering sekilas dan membuka bibirnya untuk mulai bertanya lagi.
"Elang sudah pernah bertanya dengan Daddy?"
Sejujurnya, Feby tidak mengerti, apakah anak berumur empat tahun bisa mengerti jika dijelaskan?
Entah itu tentang kematian, atau perceraian. Melihat kebanyakan permasalahan yang terjadi memang tentang hal itu.
Tapi jika nanti permasalahannya berbeda, seperti mamanya Elang selingkuh, mamanya Elang kabur setelah melahirkan, mamanya Elang menghilang atau diculik.
Itu tidak bisa dijelaskan bagaimana caranya nanti.
Mungkin tunggu Elang besar baru bisa memahami apapun persoalannya.
"Tidak tahu, Daddy bilang, Oma itu mamanya Elang, tapi bagaimana bisa begitu? Oma kan mamanya Daddy, masa oma juga mamanya Elang? Sedangkan daddy saja daddynya Elang. Kalau begitu Daddy itu kakaknya Elang donk? "
Nah kan, ini sulitnya ketika kamu menjawab atau salah menjawab pertanyaan dari anak cerdas.
"Gimana ya El, kakak kan juga tidak tahu...,"
Seketika wajah El menjadi murung lagi.
"Tapi...kakak janji kok untuk mencari tahu."
Janji Feby kepada Elang.
"Janji kak?"
Tanya Elang memastikan lagi.
"Iya, sayang."
Jawab Feby dengan senyum.
Tanpa ia ketahui, janji ini lah yang akan membuat ia sendiri sedih nantinya.
...
Paginya, Feby terbangun dengan mata yang memiliki setengah lingkaran hitam dibawah matanya.
Rasa-rasanya ia tidak bisa tertidur setelah berjanji pada Elang.
Dan sekarang Feby sendiri hampir tertidur di jam pelajaran Bu Dina, apakah kalian pernah memiliki guru yang hanya mengajar setengah jam lalu sisanya boleh main?
Nah. Berarti kalian sama dengan Feby.
Ibu Dina hanya menjelaskan dan memberikan catatan setengah jam, atau nanti ia akan memberikan tugas yang ujung-ujungnya akan menjadi PR.
"Feb, kau ni, apo gawe tadi malam sampe ngantuk kek ni?"
Tanya teman sebangkunya, Reka.
"Banyak gawe aku,"
Jawab Feby sambil membuat matanya sedikit lalu memeramkannya lagi.
Karena setelah ia lihat jam, masih lama sekali baru pulang.
"Apo misalnyo?"
Eh, kepo kali manusia sebelah Feby ini.
Tak tahu saja dia kalau Feby ini sudah mengantuk kuadrat.
"Tedok,tedok,tedok."
Ucap Feby sambil menunjukkan jarinya jempol sampai jari tengah, seolah-olah pekerjaannya memang banyak.
Karena lebih dari satu itu banyak.
"Alah, banyak tingkah kau ni,"
Cicit temannya yang di diamkan oleh Feby, karena ia sudah hanyut dalam tidurnya dengan gaya menumpuk kedua tangan sebagai alas kepalanya di meja.
...
"Woy, gilo! Bangun lagi! Nak balek kito tu!"
Teriak Reka yang memekakkan telinga Feby.
"Biaso be lah ngomong tu, agek aku peci kau bolak balek, te mati nian kau,"
(Peci: nampar dalam bentuk nyenggol)
"Eh kan, kasar kau ni, dalah tedok be la lagi kau, malas be aku bangunin kau,"
Feby mendongakkan kepalanya melihat ke arah meja guru, lalu meneggakkan kepalanya dan duduk dengan benar.
Ia mulai memasukki buku-buku di atas mejanya ke dalam tas dan bahkan setelah salam pulang dengan gurunya, ia meninggalkan reka, teman sebangkunya yang membangunkan tadi.
Untung saja reka adalah gadis yang sabar.
Feby masih ingat bahwa hari ini ia akan makan malam dengan Leindra dan Elang.
Tapi sebelumnya ia harus mengajar terlebih dahulu.
Sedangkan Leindra yang baru sampai di bandara Sultan Thaha Jambi, ia sudah mengatur jadwalnya agar stabil hingga minggu depan.
Ia sudah berpikir matang, bahwa benar yang dikatakan Feby, bahwa Elang sendirian selama ini.
Ia harus memperbanyak waktu bersama Elang sebelum Elang tersadar bahwa Daddynya kurang perhatian dengannya.
Lalu langsung saja lah Leindra pulang ke rumahnya, agar cepat bertemu dengan Elang,
Anak tersayangnya.
Sesampainya dirumah, Leindra langsung menyuruh Elang mandi karena memang sudah pukul lima sore.
Dan ia sendiri pun juga mandi dan berberes.
Bahkan ia memilih untuk pakaian yang ia pakai.
Jelas saja, ia tidak lupa bahwa ia ada janji makan malam dengan Feby.
Setelah menunggu-nunggu, waktu yang di tunggu pun kunjung datang.
Dan benar, Feby on time dalam janji kehadirannya.
Tapi saat ia melihat satu barang yang dikenakan Feby, ia langsung terdiam.
...
Jelas saja begitu selesai mengajar, Feby langsung menuju ke rumah Elang, karena Leindra, selaku ayahmya Elang mengajaknya makan malam.
Begitu ia sampai dan memarkirkan motornya dengan baik, Feby langsung menuju ke arah Leindra dan Elang yang berada di ruang tengah, tanpa melepaskan masker dan sarung tangannya.
Ia hanya ingin mengkode bahwa ia sudah sampai.
Tapi melihat Leindra dan Elang yang berpakaian enak dipandang membuat Feby berkaca pada pancaran lemari kaca yang mengitari ruang tamu dan juga sofa disana.
Kenapa aku salah kostum begini?
"Maaf, ini kita akan makan di rumah kan?"
Tanya Feby dengan tanda tidak enak.
Tapi Leindra yang diajak berbicara hanya terdiam sambil mendekati Feby saat Elang permisi ke toilet sebentar.
Leindra mendekati Feby, sehingga Feby mundur selangkah demi selangkah.
Lalu tanpa sadar Feby menyenggol Sofa yang berada di belakangnya.
Hingga ia terpeleset, tapi untung nya tiba-tiba ada sebuah tangan yang panjang memeluk pinggangnya, membuat keadaan tak begitu memparah.
Tapi salah, sayangnya keadaan memang tidak berpihak dengan Feby.
Karena Leindra menaikkan masker yang bertengger di dagunya hingga menjadi di hidungnya .
Sedetik kemudian Leindra berkata.
"Oh, ternyata kamu."