BAB 3

1385 Words
  Malam semakin larut, sepi mulai menguasai dan dingin menusuk hingga ke pori-pori kulit dua manusia itu. Saat ini, mereka sedang b******u, mereka saling menghangatkan.    Cancri, ia mengecup lembut bibir istrinya, sesekali tangannya meremas buah d**a Lizzy yang masih kenyal dan sangat pas di tangannya. Pria itu terus mendominasi permainan, ia menindih tubuh istrinya dan berusaha melepas pakaian Lizzy. Tangan Cancri masuk kedalam baju Lizzy, ia juga membelai lembut p******a Lizzy yang semakin membuatnya berhasrat.    “Eumm …” desah Lizzy tertahan. Ia hanya bisa menikmati permainan sang suami, wanita itu memejamkan matanya saat tangan Cancri memainkan p****g payudaranya yang mengeras. Lizzy membuka matanya pelan, iris matanya menatap Cancri yang melepas kecupan bibir mereka.    “Kau masih menggoda, sayang.” Cancri tersenyum. Ia mencium kening Lizzy, lalu kembali menatap mata istri tercintanya.    ‎    “‎Kau menahan dirimu, suamiku?” tanya Lizzy. Ia bisa melihat jelas Cancri yang membatasi dirinya sendiri, ia cukup tahu jika Cancri tidak ingin melukainya.    “Hmm …” Cancri bergumam. Tak lama kemudian, Cancri melepas baju Lizzy. Pria itu menatap p******a berisi istrinya, ia segera menunduk dan menjilat p****g p******a Lizzy yang semakin mengeras.    Merasakan jilatan suaminya, Lizzy memejam erat. Wanita itu bahkan menggigit bibirnya, kenikmatan itu mendera tubuhnya dan membuat ia ingin mendesah tiada henti.    Cancri belum puas, pria itu mengulum p****g p******a Lizzy, memainkan lidahnya di sana dan menyusu seperti bayi. Tangan Cancri yang lain mencoba melepas celana dalam istrinya, ia bahkan menggigit lembut p****g p******a Lizzy yang semakin mengeras dan semakin menggoda dirinya.    Merasakan tangan Cancri mulai bermain di daerah kewanitaannya, Lizzy mengangkat sedikit pinggulnya dan mempermudah Cancri membuka celana dalamnya. Wanita itu membuka matanya lebar saat Cancri memasukan satu jari ke dalam kewanitaannya. Terasa begitu keras dan agak kasar, ia juga merasakan jari telunjuk suaminya bermain lembut dan semakin membuatnya merasa geli.    Cancri terus memainkan jari tangannya, ia memaju mundurkan tangannya perlahan dan masih menyusu pada istrinya.    “Ahh ... Canc-ri!” desah Lizzy. Ia sudah tidak bisa menahan desahannya lagi, ia sudah sangat ingin Cancri melakukan hal lebih pada tubuhnya.    Cancri menyeringai, pria itu melepaskan kulumannya pada p****g p******a Lizzy, lalu mengulum p****g p******a yang lainnya. Ia kembali memasukan satu jari, membuat Lizzy semakin merasa geli lalu perlahan kewanitaannya sangat basah.    “Ahh ... please Cancri!” desak Lizzy, ia tidak bisa terus menunggu Cancri yang belum puas bermain dengan tubuhnya. Wanita itu merasakan kewanitaannya begitu basah, ia bahkan tidak sadar jika Cancri kini memasukan ketiga jarinya sekaligus.    “Ahh ... ahh ... ahh …” begitulah suara rintihan nikmat Lizzy. Memenuhi ruangan bahkan semakin menghangatkan, dan membakar hasrat sang suami.    Cancri berhenti, pria itu mencabut perlahan jarinya lalu menjilat cairan yang membasahi jari tangannya.    “Kau sangat jorok!” komentar Lizzy.    “Cairan ini begitu manis, sayang.” jawab Cancri. Ia bahkan tidak peduli saat wajah istrinya memerah, yang Cancri lakukan hanya tersenyum.    Cancri membuka bajunya, ia memamerkan tubuh mulusnya di depan Lizzy. Pria itu kembali menatap istrinya, peluhnya mengucur deras bahkan kejantanan Cancri sudah begitu mengeras. Ditariknya tangan Lizzy, lalu ia menggendong tubuh Lizzy menuju kamar mandi.    Saat di kamar mandi, Cancri memasukan tubuh Lizzy ke dalam bathup, pria itu kembali tersenyum. Ia memang begitu mencintai istrinya, sampai ia mengulur waktu terus menerus untuk menyentuh Lizzy. Sesungguhnya, Cancri tidak ingin melakukan hal gila itu lagi pada istrinya cukup baginya mendapat caci maki dari Felica saat Lizzy hampir meninggal karena ulahnya.    “Sayang, aku sangat mencintaimu.” Cancri membelai pipi Lizzy, ia menatap dalam mata istri tercintanya itu.    “Aku lebih mencintaimu, Suamiku.” jawab Lizzy, suaranya begitu lembut.    Jawaban yang Lizzy berikan begitu tulus, Cancri sampai terpaku dan makin melembutkan tatapan matanya. Bagaimana jika dia melukai istrinya lagi? Bagaimana jika ia melakukan percintaan yang seperti monster dan akan membahayakan nyawa ibu dari anak-anaknya.    Cancri terdiam, ia kembali mengecup lembut bibir Lizzy. Pria itu memejamkan matanya, ia bahkan menggigit bibirnya dan membiarkan Lizzy menelan darahnya.    Terdiam, Cancri melepas kecupannya perlahan. Sedangkan Lizzy sudah memejamkan matanya, wanita itu tertidur.    "Maaf," ujar Cancri. Ia membersihkan tubuh istrinya, menyabuni lalu membilasnya dengan air bersih, "Maafkan aku, Lizzy." lanjut Cancri.    Rasa trauma yang Cancri alami begitu dalam, ia kembali teringat tubuh mungil Lizzy yang cedera karena ulahnya. Ia ingat jika tulang-tulang Lizzy retak, bahkan patah karena ulahnya. Ia ingat saat sang ibu memakinya untuk pertama kali. Ia ingat saat Felica marah dan menatapnya dingin, dan ia ingat jika semua itu karena gen yang sang ayah wariskan padanya.    Cancri mengembuskan napasnya kasar, ia rela menyiksa dirinya hanya demi menjaga keselamatan Lizzy. Bersyukur, wanita itu pernah mengandung anaknya sehingga Lizzy bisa mengatasi racun dari darah yang Cancri berikan padanya tadi.    Beberapa saat berlalu, Cancri tersenyum canggung dan mengangkat tubuh Lizzy. Ia membaringkan tubuh istrinya lalu mengeringkannya dengan handuk dan menyelimuti Lizzy dengan selimut tebal. Tersenyum, Cancri mengecup kening Lizzy lembut. Pria itu kemudian memasang pakaiannya dan berjalan menuju pintu, ia harus menemui seseorang dan mendapatkan pertolongan secepatnya. …    Seorang pria sedang duduk dengan tenang di kursi kemudi, matanya menatap mansion mewah yang dihuni oleh sang tuan. Sesekali, ia mengembuskan napasnya agak kasar. Kenlin Vransis Roxett, ia adalah salah satu eksekutif tinggi Golden Snake. Kenlin kembali bersandar, ia memainkan ponsel di tangannya lalu tersenyum.    Pintu mobil bagian belakang terbuka, Kenlin langsung menatap pria yang sedikit membuatnya kaget. Sejujurnya, jika saja ia tidak mengetahui keadaan saat ini, dirinya pasti sudah berteriak kesal dan memaki orang tersebut.    “Kemudikan mobil ini secepat yang kau bisa, Kenlin.” perintahnya.    “Baik, Tuan Cancri.” jawab Kenlin.    Tidak menunggu perintah lagi, Kenlin melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Mobil itu meluncur bagai peluru, membelah kesunyian malam dan membuat Kenlin harus memusatkan perhatiannya secara penuh.    Sementara di bagian belakang, Cancri menggenggam erat kepalan tangannya. Pria itu bahkan berdiam diri, mencoba untuk terus mengendalikan otak sehatnya. Ia mencoba terus untuk waras dan tidak melakukan hal gila. Cancri merasa tubuhnya begitu panas, ia sudah sangat tersiksa. Menahan hasratnya sejak empat jam yang lalu bukanlah hal yang mudah, ia harus bisa mengendalikan pikirannya dan terus menjunjung cinta kepada istri tercintanya.    Tidak berapa lama, mobil yang Kenlin kendalikan memasuki sebuah lorong yang terbuka. Lorong itu begitu panjang, dan ada di tengah hutan belantara. Cancri kini menggelepar di kursi belakang, ia bahkan menarik rambut panjangnya dan matanya semakin memutih. Iris biru dengan bintik hitam itu bersinar di dalam kegelapan, bahkan suara rintihan mulai Cancri suarakan.    “Bertahanlah, bodoh!” ujar Kenlin kasar. Ia sudah tidak ingin menjunjung kata hormat saat ini, pria yang tak lain atasannya merupakan sahabat, sekaligus kakak ipar yang baik bagi ia dan kesembilan saudaranya.    Mobil yang dikemudikan Kenlin kini menuju titik terang, ujung dari lorong itu memperlihatkan langit malam yang luas. Semakin cepat, semakin mendekat, sehingga mobil itu keluar dan meluncur bebas. Kenlin menekan salah satu tombol yang ada di depannya, mobil yang hampir jatuh ke dalam laut segera melesat terbang.    Di belakang, Cancri sudah menggelepar. Ia memerlukan pelepasan dan ia tidak bisa menahannya lagi, pria itu membuka bajunya, garis hitam memenuhi tubuh dan wajahnya. Bagi orang lain yang melihatnya, akan terlihat menyeramkan namun tidak bagi Kenlin, ia sudah terbiasa melihat kondisi atasannya itu.    Beberapa menit berlalu, mobil yang dikendarai kedua pria itu mendarat di sebuah pulau, pulau yang dilindungi dengan radar pelindung tingkat tinggi. Sebuah mansion besar menjadi penghias di tengah lautan lepas, luas mansion yang sampai ribuan hektar dengan hutan-hutan yang di setiap sudut di huni oleh ular.    Kenlin mengerem mobilnya, pria itu bergegas keluar dan membuka pintu bagian belakang, “Cepat!” titahnya pada tiga orang eksekutif menengah yang membawa kursi roda.    Setelah kedatangan Cancri, dan Kenlin. Suasana mansion itu menjadi begitu ramai, para eksekutif menengah yang berada di bagian laboratorium sibuk menangani pemimpin mereka.    Tubuh Cancri kini terpasung dengan posisi terbaring di atas ranjang, pria itu juga sudah memiliki sisik di bagian wajah dan beberapa tubuhnya. Ia memang akan seperti itu setiap tahun, semua karena dirinya selalu bertahan dan memaksakan diri untuk tidak melakukan perkawinan pada musim tern.    “Apa mereka sudah tiba?” tanya Kai, salah satu eksekutif tinggi Golden Snake.    “Masih dalam perjalanan.” jawab seorang wanita, ia adalah eksekutif menengah yang berada di bagian laboratorium.    Sementara para bawahannya sedang sibuk, Cancri masih berusaha untuk melepaskan diri dari ranjang. Kesadarannya sudah tidak bisa dikendalikan, Cancri sudah benar-benar lepas kendali.    “Lepas!” titah Cancri dengan kasar. Namun tidak ada yang mematuhi perintahnya, para bawahannya memilih untuk berdiam diri dan terus menunggu seseorang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD