Chapter 03

1110 Words
I'm back guys... ^^ ••• Mayang terpaku melihat sosok yang selama ini ia rindukan berada tepat di hadapannya. Matanya berkaca-kaca melihat pria itu mengantri untuk mendapatkan makan siang. Matanya mengerjap beberapa kali seolah memastikan pria itu nyata. "Piringnya mba. Tolong," ujar pria yang bersama Yudan. Mayang tampak kikuk. Ia segera menyodorkan piring kosong untuk Yudan dan temannya. Kali ini Yudan datang bersama temannya yang lain. Keduanya pun berbaris mengantri menu yang akan mereka santap siang ini. Keduanya tampak asik mengobrol dengan santai. "Minumannya mau apa mas?" "Es teh manis dua mba," sahut pria muda itu. "Minum es teh manis enak kayaknya. Setuju ngga Dan." "Oke, bebas." "Mba, tempat biasa kosong kan?" "Kosong Bang. Silakan di pakai," jawab Mayang sambil mengurai seulas senyum. Pria muda yang bernama Andika itu kegirangan karena mendapat tempat vip diwarung tersebut. Mayang segera menyiapkan minuman pesanan Yudan dan juga temannya. Hari itu warung cukup ramai oleh pembeli dan ia kewalahan melayani sendirian. Ditambahn kehadiran Yudan yang membuat dirinya semakin salah tingkah. Parahnya lagi Mayang nyaris menumpahkan es teh manis buatannya karena saking groginya. Tangannya bergetar dan Yudah menangkap hal itu. Ia sendiri turun tangan untuk membantu Mayang. "Biar es tehnya saya saja yang bawa ke dalam," ucap Yudan sambil membawa dua gelas besar berisi es teh manis. "Eh, iya Bang. Maaf ya lama menunggu dan terima kasih sudah membantu," ucapnya terbata-bara karena gugup. Ini kali pertama baginya berbicara dengan orang yang ia sukai. Hatinya berbunga-bunga. "Gpp Mba." Mayang mengikuti Yudan masuk ke dalam warung dan meletakkan sepiring pisang goreng yang masih hangat. "Wah, pisang goreng. Makasih ya Mba. Gratis kan ini," seru Andika tak tahu malu. Mayang mengangguk. "Ini sedikit hadiah karena tadi sudah membantu saya," ucapnya malu malu. Semburat merah menghiasi wajah Mayang. Ia pun undur diri setelah mempersilakan Yudan dan temannya menikmati makan siang mereka. Tak lama Resa pun datang dan segera membantu Mayang diwarung. Waktu makan siang pun berakhir. Yudan dan beberapa pekerja tambang lainnya kembali ke tempat masing-masing untuk kembali bekerja. Sayangnya Mayang tidak bisa melihat kepergian sang pujaan hati karena tengah sibuk berkutat dengan piring piring kotor bekas pelanggan. *** "Aku yakin banget, Yud." "Yakin apaan?" tanyanya kepada Andika saat keduanya pulang dari tempat kerja. Karena motor yang dipakai Andika tengah dirawat dibengkel, alhasil ia ikut Yudan berangkat dan pulang kerja karena sama sama tinggal di Mess perusahaan. "Aku yakin si Mbak warung yang biasa kita makan siang suka sama kamu." "Maksud kamu?" "Ah, kamu gimana sih Yud. Masa cewek suka sama kamu, kamunya ngga peka." "Ya buat apa aku peka. Lagian bukan urusan aku dia mau suka aku atau ngga. Ngga ada ngaruhnya kan buat aku. Itu hak dia buat suka sama siapapun." Andika kesal mendengar jawaban rekannya itu. "Ya emang bukan hak kamu sih tapi ya respon dikit kek. Dingin amat jadi cowok." "Buat apa? Toh aku bukan pria single. Aku udah punya isteri dan anak. Ngga ada waktu buat mikirin wanita lain selain isteri dan anak." "Ck, kamu ngga asik ah! Yang bilang kamu masih single tuh siapa? Orang-orang juga tahu kamu udah nikah dan punya anak. Tapi ngga ada salahnya kan kalau godain cewek disini. Aku tahu kok kita kita ini butuh penyaluran. Mbaknya lumayan cantik loh." "Hush! Kalo ngomong hati hati. Jangan samain aku sama pria pria berengsek di tempat ini ya. Kalau butuh penyaluran yang kamu maksud, aku bisa saja pulang ke rumah ketemu isteri. Ngga harus cari wanita lain untuk disalurkan!" Yudan meninggikan ucapannya karena kesal dengan ucapan Andika. Ia tahu bahkan sangat tahu rekan rekannya di mess sering bawa wanita sewaan hanya untuk menyalurkan hasrat mereka selama jauh dari isteri. Tapi Yudan tidak mau seperti itu. Jika ia mau, ia pun bisa melakukan hal seperti itu. Tapi untuk apa, pikirnya. Menikmati kenikmataan dunia yang sesaat dan berkubung dalam dosa bukan pilihannya. Apalagi harus merusak mahligai rumah tangganya yang harmonis bersama isteri tercinta. Andika yang mendapat omelan Yudan memilih diam daripada harus berdebat dengan Yudan dan berakhir ditinggal di tengah jalan. Cuaca sore itu sudah sangat gelap dan mulai terdengar suara petir yang menandakan bahwa hari itu akan turun hujan dengan lebat. Dan benar saja. Keduanya kejebak hujan padahal arah Mess sebentar lagi. Yudan menepikan motornya di pinggir emperan toko yang tutup. Ia membuka bagasi motornya bermaksud untuk memakai jas hujan. Hujan turun dengan lebat sehingga pendengarannya sedikit berkurang. Yudan yang terlalu fokus dengan jas hujannya tidak mendengar suara motor yang terjatuh. Andika yang melihat segera memanggilnya dan menunjuk ke arah jalan. "Apaan sih!" "Yud, itu tolongin. Mbak warung tergelincir dan jatuh dari motor," serunya sambil menunjuk ke arah Mayang yang tergeletak dijalanan ditengah hujan. Kondisi motornya menimpa tubuh mungilnya. Selain keduanya tidak ada lagi orang yang menolong. Jalanan sangat sepi. Orang orang bahkan enggan keluar rumah disaat hujan seperti ini. "Ya Tuhan!" Pekik Yudan. Ia dan Andika berlarian membantu Mayang yang meringis kesakitan karena tertimpa motornya. Sebelah kakinya terkilir dan tidak bisa di gerakkan. Ia meringis kesakitan. "Kamu ngga apa-apa, Mbak?" ucap Yudan sambil membantu Mayang berdiri. Andika mengamankan motor yang dinaiki Mayang. Terlihat belanjaan Mayang berhamburan dijalan. Yudan menggendong Mayang menuju emperan toko, sementara Andika mendorong motor miliknya. Yudan mendudukkan Mayang diatas bangku kayu dan melihat wanita itu menangis kesakitan sambil memegangi kakinya. Ada luka sobek akibat berbenturan dengan aspal. Darahnya pun mengalir. Mayang mengerang kesakitan saat Yudan membalut luka dikakinya dengan sobekan kain yang ia kenakan. "Lukanya cukup parah Yud. Lebih baik kamu bawa Mbaknya ke puskesmas terdekat untuk di obati." "Memangnya ada puskesmas yang buka sampai sore hari? Bukannya siang hari udah tutup ya." "Oh iya ya. Duh, gimana dong. Kalau ngga cepet cepet di obati bakalan kena infeksi." Yudan memutar otaknya. "Mba, rumah mba masih jauh ngga?" Mayang mengangguk. Dengan terbata sembari meringis kesakitan, ia menyebutkan alamat tempat tinggalnya yang kebetulan memang jauh dari lokasi kecelakaan. "Masih jauh, Yud. Mendingan kamu bawa ke rumah dulu. Dirumahmu ada kotak P3K ngga?" "Ada sih. Tapi motornya gimana? Terus kamu baliknya gimana?" "Motornya nanti aku akalin dulu. Kayaknya sih ngga ada yang parah. Moga moga bisa nyala sampe ke mess. Udah buruan kamu balik sama Mbaknya terus obatin ya. Kasihan kakinya luka." Yudan tampak enggan tapi tidak punya pilihan lain selain membawanya ke mess untuk diobati. "Mba, bukannya aku ngga mau anterin Mbaknya pulang ke rumah. Tapi melihat kondisi Mbaknya yang terluka cukup parah kayak gini, aku akan bawa Mbak ke mess untuk di obati. Nanti sebelum saya antar Mbaknya pulang kita ke dokter dulu. Siapa tahu ada praktek dokter yang buka." Mayang tidak bisa berbuat apa-apa selain mengangguk menyetujui usulan Yudan. Yudan kembali menggendong Mayang naik ke atas motor. Setelah dipastikan duduk dengan benar dan terpasang jas hujan, keduanya pun segera pulang ke mess meninggalkan Andika bersama motor miliknya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD