Sikap Manis

1027 Words
Huri melirik raut wajah tak senang yang Shafira perlihatkan ketika Leo baru saja mencibirnya sebelum keluar dari kamar. Huria hanya menghela nafas panjang lantaran hubungan antara Leo dan Shafira tetap saja tidak berjalan mulus walaupun mereka sudah mendaftarkan pernikahan mereka. Huria lalu menghampiri Shafira yang tengah duduk di atas ranjang tidur dengan kondisi pergelangan kaki yang terbalut perban, ia bahkan tidak bisa bersandar lantaran punggungnya pun terluka. "Haaiisss, nona ... kenapa anda terus-terusan membangkang semua perintah tuan Leo? Kalau anda terus saja bersikap seperti ini, maka anda tidak akan pernah merasa nyaman berada disisi tuan." kata Huria berusaha untuk membuat Shafira mengubah sikapnya terhadap Leo. "Huh, aku tidak mau berada disisinya ... dia saja yang selalu memaksaku!" gerutu Shafira sewot. "Haaiiiss, nona ...." Huria hanya bergeleng kepala sambil menghela nafas untuk kesekian kalinya. Tak lama masuk dua orang pelayan yang sedang membawa makanan dan juga minuman untuk Shafira. Mereka meletakkan makanan dan minuman tersebut di samping ranjang tidur. "Nona, makan siang dulu setelah itu minum obatnya." kata Huria pada Shafira. "Aku sedang malas." sahut Shafira menolak. "Nona, jangan begitu ... kalau tuan tau, dia pasti akan memarahi anda nanti." kata Huria sedikit cemas. "Biarkan saja! Dia memang hobi marah dan bersikap kasar padaku, sampai-sampai aku terasa kebal menerima semuanya," gerutu Shafira. Shafira menatap Huria yang duduk di sebelahnya. "Huria, apa kau tau dimana kak Leo menyimpan ponselku? Sudah begitu lama dia tidak mengembalikan ponselku." tanya Shafira. "Saya tidak tau, nona." sahut Huria. "Cih, menyebalkan! Kenapa dia menyimpan ponselku? Itu kan milikku!" gerutu Shafira lagi. Huria berpikir sejenak. "Nona, kalau anda ingin mendapatkan ponsel anda kembali ... saya tau caranya!" kata Huria. "Hah? Bagaimana?" tanya Shafira tampak antusias. "Merayunya," kata Huria. "Huh, tidak akan!" seru Shafira menolak. "Ayolah, nona ... kenapa anda begitu keras kepala? Bukankah anda ingin mendapatkan sesuatu, jadi sudah seharusnya anda melakukan sedikit usaha." kata Huria. Shafira hanya diam namun otaknya sedang berpikir untuk mencerna perkataan yang Huria lontarkan barusan. Ditambah lagi, Shafira teringat pada Yohana yang mengatakan padanya bahwa ia sedang membutuhkan uang untuk membayar hutang. "Nona, kalau anda bisa merebut hati tuan Leo, dia pasti akan mengabulkan semua permintaan anda! Anda tau sendiri kan kalau tuan Leo itu sangat kaya?" kata Huria berusaha untuk mengubah pola pikir Shafira mengenai Leo dengan tujuan untuk mendekatkan hubungan mereka berdua. Shafira tampak berpikir lagi mengenai setiap kalimat yang diucapkan Huria mengenai Leo. "Kalau ucapan Huria itu benar mengenai Leo, aku bisa menolong ibu untuk membayarkan hutangnya pada rentenir." gumam Shafira dalam hatinya. Shafira menoleh pada Huria yang masih menunggunya berbicara. "Huria, apa yang kau katakan itu benar?" tanya Shafira. "Tentu saja, nona!" sahut Huria. "Tuan Leo itu hanya minta di perhatikan dan juga dipatuhi." sambung Huria. Ceklek .... Shafira dan Huria lantas melirik kearah pintu kamar yang baru saja terbuka. Leo tampak melangkah masuk ke dalam. Shafira meraih piring yang berisi makan siangnya, sedangkan Huria tampak bangkit dari tempat duduknya. "Kau belum makan siang juga, hah?" ucap Leo menatap tajam pada Shafira. Lalu Huria melirik tangan Leo yang memberikan isyarat untuk menyuruhnya keluar dari kamar itu. Huria pun lantas mematuhi apa yang Leo perintahkan, sementara Shafira hanya menggenggam erat piring yang berisi makan siangnya sambil menundukkan wajahnya. Semua ucapan Huria mengenai Leo kembali terngiang di telinganya. "Lebih baik aku mencobanya, siapa tau apa yang Huria katakan tadi benar ... dengan begitu aku bisa meminta sedikit uang untuk membantu ibu membayar hutangnya." gumam Shafira dalam hatinya. Leo masih menatap Shafira yang masih menundukkan wajahnya. "Hei, aku bicara denganmu!" seru Leo tampak kesal lantaran merasa diacuhkan. Shafira mengangkat wajahnya dan tampak tersenyum manis kepada Leo. Pupil mata Leo tampak sedikit membesar seakan kaget melihat Shafira tersenyum begitu manis untuk pertama kalinya. "Kak, apa kau sudah makan siang? Kalau belum, ayo makanlah bersamaku!" ucap Shafira bersikap begitu manis kepada Leo. "Hah? Apa-apaan dia? Kenapa dia bersikap seperti anak kucing yang manis begini? Biasanya dia selalu menampakkan wajah cemberut atau ketakutan saat menatapku!" gumam Leo dalam hatinya seakan kebingungan dengan sikap yang di tampakkan Shafira terhadapnya. "Kemarilah, kak ... duduk disampingku, kita makan bersama!" ucap Shafira lagi sembari menyodorkan tangannya kepada Leo. Leo melirik tangan Shafira sambil berpikir keras menyikapi bagaimana Shafira ingin memperdaya dirinya. "Heh, aku rasa dia sudah mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya! Hari ini dia bolos sekolah, dia pasti takut aku akan menghukumnya jadi dia bersikap semanis ini hanya untuk meredakan amarahku! Heh, dia tidak sepolos yang aku pikirkan selama ini." gumam Leo dalam hatinya. "Hehehe, kalau begitu ... bagaimana kalau aku memanfaatkan keadaan ini?" gumam Leo lagi dalam hatinya sembari terkekeh jahat. Leo kemudian meraih tangan Shafira lalu menggenggamnya. Ia juga segera duduk di sebelah Shafira. Tak hanya itu saja, Leo juga merangkul pinggang serta mengendus di bagian leher Shafira. "Parfum yang aku belikan sangat cocok untukmu!" bisik Leo di telinga Shafira. "Uugghh ... dasar pria ini, dia benar-benar menyebalkan!" gerutu Shafira dalam hatinya sembari menahan gejolak emosi lantaran Leo membuatnya risih dengan semua sentuhannya. Shafira berusaha menampilkan sikapnya yang begitu manis kepada Leo. "Kak, pasti kau belum makan siang ... ini makanlah, aku akan menyuapimu!" ucap Shafira pada Leo sembari menyodorkan sesendok makanan untuk Leo. "Aku tidak makan makanan orang sakit!" kata Leo menolak. Shafira melirik makanan yang ada di atas piringnya. "Ini brokoli, semua orang memakannya bukan hanya orang sakit saja." kata Shafira. "Aku tidak suka!" ucap Leo tegas. Shafira menatap wajah datar Leo yang tetap saja menolak tak ingin makan makanan tersebut. "Huh, dasar tukang pilih-pilih makanan! Untung saja kau orang kaya raya!" gerutu Shafira dalam hatinya. "Baiklah, kalau begitu aku saja yang makan," kata Shafira lalu memasukkan sesendok makanan itu ke dalam mulutnya. Shafira mulai mengunyah makanan tersebut, sementara Leo terus memperhatikan bibirnya. Namun tiba-tiba saja, Leo merasakan sesuatu di dalam tubuhnya yang bergejolak. "Ugghh, sialan! Hanya menatap bibirnya saja, aku langsung menginginkannya!" ucap Leo dalam hatinya sembari menahan gejolak gairahnya. Untuk menahan semuanya, Leo mengalihkan padangannya dan sedikit menjauh dari Shafira. Leo bangkit dari ranjang itu dan memilih duduk di sofa dan menyalakan sebatang rokok lalu menghisapnya. Sementara itu Shafira terus mengunyah makan siangnya sembari sesekali melirik Leo. "Haaah, untuk merayunya tidak semudah yang aku pikirkan, bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan uang darinya untuk membantu ibu?" tanya Shafira dalam benaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD