Memanfaatkannya

1466 Words
Shafira mengambil beberapa helai tisu dan memberikannya kepada Leo, lantaran keringat di dahi Leo terus mengalir. Wajah Leo pun mulai memerah akibat menahan rasa pedas dari nasi goreng yang dimakannya. "Tu-tuan, hentikan! Nasi goreng itu pedas dan kau ...." "Jangan banyak bicara! Kau pikir aku tidak tahan makan makanan pedas, hah?" gerutu Leo sembari menyambar tisu yang diberikan Shafira padanya. Shafira lantas terdiam.  "Huh, dasar keras kepala! Sudah ketahuan begitu, masih saja berpura-pura ... jaga gengsi tapi malah menyiksa diri!" gerutu Shafira dalam hatinya merasa kesal. Shafira melirik gelas yang tampak kosong di sisi kanan Leo. Ia tau Leo sudah berkali-kali minum untuk menghilangkan rasa pedas hingga air di dalam gelas itu habis, namun lantaran kesal Shafira membiarkannya saja. Ia tak mau mengisi air ke dalam gelas untuk Leo. "Biarkan saja dia ... aku sudah menyuruhnya berhenti makan tadi!" gerutu Shafira lagi. Saat kepedasan Leo hendak meminum air lagi, namun ternyata gelasnya sudah kosong. "Eeehherrmm, ambilkan aku air!" pinta Leo pada Shafira. Namun Shafira pura-pura tidak mendengarnya dengan tujuan untuk memberikannya pelajaran. Merasa diacuhkan sontak saja Leo menjadi kesal. Ditambah lagi lidahnya yang terasa seperti sedang terbakar. Leo lantas bangkit dari tempat duduknya dan meraih tubuh Shafira masuk ke dalam pelukannya. Semuanya terjadi begitu cepat sehingga Shafira tersadar bahwa Leo sudah melumat habis bibirnya. Puas melumat bibirnya, Leo melepaskan ciumannya. Nafas Shafira tersengal-sengal lantaran susah untuk bernafas akibat ciuman itu. "Heh, itu hukuman dariku karena kau mengacuhkan aku tadi!" kata Leo sembari menyunggingkan senyuman disudut bibirnya. "A-aku akan mengambilkan air untuk ...." "Tidak perlu! Dengan mencium bibirmu saja rasa pedas dilidahku sudah menghilang!" kata Leo mematahkan perkataan Shafira. Shafira membalas tatapan Leo yang sedari tadi memperhatikan bibirnya. "Dasar pria menyebalkan! Selama dia menahanku dirumah ini dia selalu saja menindasku! Dirinya benar-benar pria menyebalkan!" gerutu Shafira dalam hatinya. Leo memperhatikan raut wajah Shafira yang terus saja menatapnya. "Apa? Kau tidak senang, hah? Kau itu milikku ... apapun yang aku lakukan kau harus menerimanya!" kata Leo kepada Shafira. "Oh ya Tuhan, harus dengan cara apa agar aku bisa terbebas dari pria menyebalkan sepertinya? Dia selalu saja melakukan keinginannya padaku!" gumam Shafira dalam hatinya lagi. Leo masih mendekap tubuhnya. Shafira begitu risih diperlakukan seperti itu. Ia ingin sekali Leo segera melepaskan dekapannya. Lalu tanpa sengaja Shafira melirik jam yang sudah hampir menunjukkan pukul 3 pagi. "Tu-tuan, aku sudah selesai makan dan aku ingin kembali ke kamar," ucap Shafira beralasan. "Oke, kita ke kamar sekarang!" bisik Leo di telinga Shafira. Deg..... "Ya ampun ... sepertinya dia salah tanggap dengan omonganku barusan! Tatapan mata itu kembali menatapku seperti ingin segera melahapku!" ucap Shafira seolah tau apa yang akan terjadi selanjutnya diantara dirinya bersama Leo. Dan benar saja, bukannya melepaskan dekapannya, Leo malah menggendong Shafira dan membawanya ke kamar. "Tuh kan! Dia pasti akan menindasku lagi saat sampai di kamar!" ucap Shafira lagi dalam hatinya. Keesokan harinya, Shafira menaiki sebuah mobil dimana Reno duduk di kursi depan bersama supir, sementara dirinya duduk di kursi belakang. Mobil itu sangat mewah dan semua orang tau berapa harganya. Bahkan Shafira sendiri tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan duduk di dalam mobil mahal itu. Reno melirik Shafira duduk begitu kaku sembari menundukkan kepalanya. Ia tau bahwa Shafira takut berada satu mobil bersama orang yang masih asing baginya. "Maaf nona ...." "Ya, tuan!" sahut Shafira. "Hehehe, nona jangan memanggil saya tuan ... panggil saja Reno!" kata Reno tersenyum ramah pada gadis itu. Shafira lantas menganggukkan kepalanya perlahan. "Nona, saya mohon anda dapat bekerja sama dengan saya ... tuan Leo hanya mengizinkan anda menjenguk ibu anda paling lama sejam, setelah itu anda harus segera kembali kerumah!" kata Reno. "Ta-tapi aku ingin ...." "Nona, sebaiknya anda mematuhi apa yang dikatakan tuan Leo kalau tidak maka tuan Leo tidak akan memberikan anda izin keluar lagi." kata Reno memotong perkataan Shafira. "Iya, baiklah," sahut Shafira sedikit tampak kecewa. Tiba dirumah sakit, Shafira langsung menuju keruangan dimana ibunya dirawat pasca operasi. Ketika masuk ia melihat wanita paruh baya itu tengah duduk bersandar diatas ranjang rumah sakit. Tak hanya itu saja, Shafira juga melihat Vani yang menoleh kesal kepadanya. "Beraninya kau muncul sekarang, hah? Dasar manusia tidak tau diri!" teriak Vani kemudian menghampiri Shafira dengan raut wajah yang murka. Plllaaakk..... Shafira terdiam ketika Vani menampar wajahnya. "Ibuku mengurusimu dengan baik, tapi disaat ibuku sakit kau malah menghilang begitu lama! Darimana saja kau, hah?" teriak Vani hendak memukul Shafira lagi, namun seketika tangan Vani ditahan oleh Reno yang langsung masuk setelah mendengar kegaduhan dari luar. Vani terkejut dan menatap pria berjas hitam dan rapi sedang menggenggam pergelangan tangannya. "Tolong sopan sedikit dengan nonaku!" ucap Reno menatap tajam pada Vani. Vani terlihat takut akan tatapan tersebut. "Si-siapa kau? Siapa yang kau bilang nonamu?" tanya Vani gugup. Sementara Yohana, ibu dari Vani menatap Reno dengan perasaan yang bingung. "Nonaku adalah nona Shafira ... aku bertugas untuk melindungi nona Shafira dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padanya!" sahut Reno. Vani dan Yohana sangat terkejut serta tak menyangka bahwa Shafira dilindungi seseorang. "Siapa yang kau bilang jahat? Aku ini keluarganya dan aku berhak melakukan apa saja kepadanya karena ibuku yang sudah membesarkan dia!" pekik Vani berusaha melawan. Vani menarik tangannya dari genggaman Reno dan hendak memukul Shafira lagi. Namun dengan sigap Reno kembali menahan tangannya. "Sekali pukul maka aku akan memukulmu satu kali!" ucap Reno melotot pada Vani. Tangan Vani gemetar melihat raut wajah Reno yang begitu mengerikan. "Vani, hentikan!" kata Yohana pada putri kesayangannya itu. Vani lantas pergi mendekat pada ibunya. "Ibu ...." Yohana melirik Shafira serta memperhatikannya dari kepala hingga ujung kakinya. "Bajunya begitu bagus dan bermerk ... sepatunya juga dan dia juga menenteng tas yang bagus! Itu pasti sangat mahal harga. Sialan! Darimana anak ini mendapatkan semua itu? Apa dia menjual dirinya kepada pria kaya? Bahkan pengawalnya saja memakai jas yang sangat bagus! Dia pasti simpanan pria yang kaya raya, aku akan memanfaatkan kesempatan ini dari Shafira!" ucap Yohana dalam hatinya. "Shafira, kemarilah nak!" ucap Yohana mulai berpura-pura baik kepada Shafira. Vani tampak terkejut melihat perubahan sikap ibunya. "Ibu!" ucap Shafira yang begitu merindukan pelukan hangat dari seorang wanita yang ia harapkan menjadi pengganti ibunya yang telah lama meninggal dunia. Shafira lantas memeluk Yohana dan menangis di dalam dekapannya. Ia merasa sangat senang karena dapat merasakan pelukan dari seorang ibu baginya. "Ibu, maaf ... sudah lama ibu dirawat dirumah sakit tapi baru sekarang aku bisa menjenguk ibu," ucap Shafira begitu polos tanpa mengetahui niat terselubung dibalik sikap Yohana yang terlihat sangat menyayanginya. "Tidak apa-apa, nak! Ibu sama sekali tidak marah padamu." sahut Yohana. Vani terlihat kesal ketika Yohana memeluk Shafira. Melihat situasi tampak tenang, Reno pun memutuskan untuk menunggu Shafira diluar. Shafira duduk disamping Yohana yang sedari tadi mengelus serta membelai rambutnya dengan lembut. "Bagaimana kondisi ibu?" tanya Shafira. "Ibu baik-baik saja ... setelah operasi ibu tidak merasakan sakit lagi! Ibu hanya perlu menunggu keputusan dokter untuk mengizinkan ibu pulang kerumah." kata Yohana. "Syukurlah jika tidak ada masalah setelah ibu operasi." ucap Shafira merasa tenang. Yohana melirik raut wajah tak senang yang Vani tampilkan ketika menatap Shafira. "Nak, ibu ingin makan kue manis ... bisakah kau membelikannya untukku?" pinta Yohana pada Shafira. "Tentu saja, ibu! Aku akan membelikannya sekarang juga. Tunggulah sebentar!" sahut Shafira kemudian bergegas pergi untuk membeli kue manis yang tak jauh dari rumah sakit itu. Setelah Shafira pergi, Vani menatap ibunya dengan penuh tanda tanya di dalam benaknya. "Haaaah, ibu tau kau pasti bingung dengan sikap ibu kepada Shafira tadi." kata Yohana. "Ya sudah, kalau begitu jelaskan maksud ibu tadi? Kenapa ibu tiba-tiba saja memeluk dan menyayangi Shafira?" tanya Vani. "Cih, kau ini hanya bisa bersikap arogan saja tapi kau begitu bodoh!" gerutu Yohana. "Apa maksud ibu?" tanya Vani lagi. "Kau tidak perhatikan apa saja yang dikenakan Shafira tadi? Bajunya, sepatunya bahkan tas yang di tenteng Shafira barusan ... semua itu pasti mahal harganya! Apa kau lupa kalah Shafira yang melunasi semua biaya operasi serta perawatan ibu disini? Ini rumah sakit besar dan pasti sangat mahal biayanya!" seru Yohana. Vani lantas mengingat kembali tampilan Shafira yang begitu berubah. Dandanannya lebih modis dan juga elegan dengan barang-barang mewah pemberian Leo. "Aaah, ibu benar! Tapi darimana dia mendapatkan semua itu?" tanya Vani lagi. "Ibu yakin ada pria kaya yang menjadikannya simpanan!" sahut Yohana. "Vani! Kita harus memanfaatkan Shafira! Berpura-pura baik padanya maka kita akan mendapatkan keuntungan darinya, hehehehe...." sambung Yohana dengan segala niat jahatnya. "Iya! Dengan begitu kita akan mendapatkan banyak uang dan biarkan Shafira yang merelakan tubuhnya sendiri untuk menyenangkan pria kaya itu! Aku yakin pria kaya itu pasti sangat jelek, gendut dan menjijikkan!" kata Vani menerka-nerka. "Heh, aku tak menyangka kalau mendiang adikku akan melahirkan seorang putri yang menuruni bakat sepertinya ... sama-sama memiliki hobi menggoda pria-p****************g diluaran sana!" sahut Yohana. "Ibu, biarkan saja ... yang penting kita akan menikmati semua uang yang Shafira dapatkan dari pria itu, jadi kita tidak perlu hidup miskin lagi mulai sekarang, hehehe." kata Vani.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD