Kabur

1301 Words
Aku kembali lagi dengan update-an yang sedikit :), jangan lupa sediakan makanan dan minuman untuk menikmati karyaku, walau cuma beberapa kata tapi setidaknya update bukan, maaf. Sampai jumpa lagi besok di lain hari. *** "Ni anak uda salah melotot lagi, mau ngajak bentrok?” jawab Tae Wang sambil memajukan dirinya, Chaing He yang melihatnya hanya cuek dan tidak peduli sama sekali. Bagi dia jawabnya itu adalah jawab yang benar, padahal jelas sekali hal itu disebut sama dengan homo. "Ayo! Kamu pikir aku berani! Hehehe," jawab Chaing He sambil menyatukan tangan dan menutup kedua matanya. Tae Wang yang melihatnya hanya pasrah dan kembali menahan marah. ‘Sabar,’ batin Tae Wang sambil mengelus dadanya. "Eh Tae, kamu bilang kan buat anak pas nikah, buatnya sama istri kan? Istri itu siapa ya?” tanya Chaing He dengan begitu lugunya, membuat Tae Wang tersentak dan ingin memaki Chaing He habis-habisan. "Ada golok gak?" tanya Tae Wang menyembunyikan amarahnya. "Ada di rumahku.” Chaing He tidak tahu tujuan Tae Wang menanyakan hal itu, bisa saja mungkin jika Tae Wang marah dia ingin membunuh Chaing He, tapi itu tidak mungkin. Jika saja Tae Wang melakukannya, dia mungkin tidak akan pernah menghadapi kepolosan sahabatnya itu. "Apa salahku harus menghadapi anak yang satu ini?," frustrasi Tae Wang sambil memegang kepalanya dan mengacak-ngacak rambutnya. "Woi, jawab pertanyaanku," teriak Chaing He. ‘Mati lo, aku kerjai sekarang juga,’ batin Tae Wang sambil memikirkan sesuatu. Dia terus berpikir hal yang sangat menakutkan yang tidak sampai membuat Chaing He pingsan dan sampai pada akhirnya dia menemukan sebuah ide yang pastinya membuat Tae Wang meloncatkan ketakutan. "Eh ... eh. ... eh... Chaing He, pocong di belakangmu! "teriak Tae Wang ke b***t-b***t sambil jalan mundur dan menunjuk ke belakang Chaing He. Chaing He keringat dingin, badannya mematung, perlahan dia melihat ke belakang kemudian kembali lagi menghadap ke depan. Dia ketakutan saat melihat Tae Wang teriak dengan sangat kuat. "Mana?” ucap Chaing He dengan suara ketakutan, tidak disangka ternyata dia juga menangis, terus berlari ke arah Tae Wang dan memeluknya erat, perlahan dia juga melihat ke belakang tapi tidak melihat satu pun hantu, ia merasa lega. Chaing He tidak sadar kalau dia sudah dikerjai oleh Tae Wang. "Hahaha, masa percaya sama hal kayak gitu? Ini masih terang tahu, mana ada setan sekarang. Mau aja ditipu.” Tae Wang tertawa bahagia, kali ini bukan cuma dia saja yang harus stres, tapi Chaing He juga. Dia mulai gemetar dan pada akhirnya lari ke b***t- b***t, Tae Wang semakin kuat tertawa bahkan sampai memegang perutnya yang sakit karena terlalu lama tertawa. Saat Chaing He ketakutan waktu dikerjai Tae Wang, dia kembali ke rumah dengan wajah yang usang, dan masih sedikit ketakutan dan penasaran karena pertanyaannya tadi belum semua dijawab Tae Wang secara rinci. "Nanami, kamu di mana?” teriak Chaing He dari pintu luar. "Di ruang tamu, Bang," jawab seseorang yang tak lain adalah Nanami, Chaing He pun berjalan ke ruang tamu dan duduk tepat di sebelah Nanami sambil memakan camilan dan berkata. “Em, mimpi basah apaan ya?" Dengan raut wajah serius. Nanami kontak tak percaya dengan pernyataan abangnya itu, dia gak salah dengarkan? Seorang laki-laki yang sudah besar tidak tahu apa artinya. “Mati aku! Kamu gak tahu apa artinya? Gak bercanda “kan?” tanya Nanami tak percaya. "Gak!" jawabnya singkat. "Cari Googlelah, bodoh jangan dipelihara!’ celoteh Nanami, sedangkan Chaing He memayungkan bibirnya. "Malas, Nami kamu tahu gak? Tadi pagi kan aku lihat celana belakang kamu berdarah, jadi aku tanya sama Tae Wang, eh Tae Wang-nya malah bilang kamu bocor, memang kamu genteng apa?,” terang Chaing He sambil mengunyah makanannya. "Kamu benaran lihat celanaku berdarah? Terus tanya Tae Wang dan gak langsung bilang samaku? Kamu pikir itu hal yang bisa diumbar-umbar apa?” pekik Nanami kesal. Tae Wang terdiam dia tidak tahu di mananya yang salah, dia kan hanya penasaran dan wajar untuk menanyakannya. Apa yang tidak diketahui harusnya ditanya kan. "Iya," jawab singkat Tae Wang. "Oh,” singkat Nanami kesal. "Loh singkat amat jawabannya?" tanya Chaing He yang merasa dirinya diabaikan. "Jadi mau jawab apa lagi?" teriak Nanami yang membuat Chaing He terkejut. Jantungnya serasa mau copot, adiknya sendiri membentaknya dengan kasar. Air matanya mulai mengalir tak tahan melihat tingkah laku Nanami. "Kamu jahat ... hiks ... aku gak salah kok malah dibentak,” ucap Chaing He sambil menangis, dan mengucek matanya. Bahkan dia menangis sampai tersedu-sedu membuat Nanami sedikit merasa bersalah kepada abang lugunya itu. "Astaga, uda besar kok nangis. Sini aku belikan permen. Mau gak?" rayu Nanami sambil mengeluarkan uangnya. Apakah Chaing He akan menerimanya, apa dia mau dianggap anak kecil sama adiknya sendiri? Sifatnya yang begitu polos itu membuatnya tidak dapat menolak sikap baik yang datang padanya, mau kekanakan pun pasti dia akan menerimanya dengan senang hati. "Mau, ayo pergi,” Chaing He pun menarik tangan Nanami dan pergi menuju swalayan terdekat di rumah, selam di perjalanan Chaing He tampak senang, membuat Nanami tersenyum melihat tingkah konyol kakaknya itu. Sesampainya di swalayan. "Uda sana ambil permennya, nanti aku bayari," ucap Nanami kemudian pergi. Chaing He mengerti maksud dari perkataan Rose dia pun mengambil satu bungkus permen lalu menunggu Nanami datang. Nanami akhirnya datang membawa belanjaannya kemudian menaruhnya di tempat pembayaran. Dari tadi Chaing He merasa aneh, dengan satu barang yang dibawa oleh Nanami. Untuk pertama kalinya dia melihat barang itu, apa itu bisa dimakan atau tidak. Karena rasa penasarannya sangat tinggi, akhirnya pun dia menanyakannya. "Gunanya xxx ini buat apa ya," ucap Chaing He sambil mengangkat pembalut itu yang disebut xxx itu. Sungguh bodoh bahkan dia tidak tahu apa guna barang yang ditanyakannya itu, yang lebih parahnya lagi dia mala mengangkatnya di depan semua orang membuat Nanami malu. "Bodoh! Kemarikan!" teriak Nanami sambil berusaha mengambil benda itu, tapi Chaing He menghalanginya. Diperhatikan benda itu, lalu ditatapnya terus. Bentuknya seperti popok bayi, begitulah pikirannya. “Kenapa bentuknya kayak popok bayi? Kamu kan bukan anak bayi lagi yang harus kencing celana.” Nanami malu lalu merampas benda itu dengan kasar dari tangan Chaing He. Sang kasir yang melihat perilaku Chaing He dari tadi terus tertawa dan berkata. "Ganteng-ganteng kok bodoh.” Itu membuat Nanami merasa malu dan langsung saja dia membayarnya tanpa meminta kembaliannya. Diajaknya pulang Chaing He, tapi Chaing He menolak dan terus menanya mengapa dia membeli barang yang tidak perlu itu baginya, sang kasir pun tertawa melihat tingkahnya. “Kakak ganteng kok polos si?” tanya dari salah satu sang kasir, membuat Nanami diam mematung. “Aku gak tahu gunanya buat apa? Apa kalian tahu gunanya?” tanya Chaing He dengan penuh percaya diri mereka akan menjawabnya. “Ih, polos banget. uda punya pacar belum,” rayu sang kasir dan membuat Naomi merasa geli lalu menarik Nanami pulang secepat mungkin, Nanami tersenyum akhirnya kakaknya itu malu juga. Sesampainya di rumah seperti yang dilakukan Chaing He tadi, dia habis dimarahi Nanami. Nanami membentaknya dan Chaing He diam saja. Dia tidak tahu apa salahnya, tapi bagi dia melawan Nanami adalah kesalah besar juga. Jadi biarlah dia memarahi dirinya, jika itu memang kesalahannya. *** J a n g a n - l u p a - t a p - l o v e, - f o l l o w, - d a n - j u g a - k o m e n. S i l a k a n - b a c a - c e r i t a - l a i n - y a n g - b e r j u d u l - f**k With Boss - a t a u - k e t i k - d i - p e n c a r i a n - F**k With Boss - g e n r e - R o m a n c e - K a n t o r. Semangat bacanya :v
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD