Insiden

1360 Words
BAB 2. Insiden Narendra sengaja diam ketika petugas di depannya bertanya dari sabang sampai merauke. Sedang si sampingnya, si biang kerok sekaligus rival seumur hidup Naren cuma bisa bersedekap dengan mulut terkatub rapat. Ketika itu Naren sedang menjalankan hobinya bagi-bagi cokelat pada gadis-gadis yang ia anggap membutuhkan. Siapa sangka cewek yang sedang bersandar di pohon dengan tampang menyedihkan itu adalah Sashi? Jika Naren tahu, sudah pasti dia langsung pergi detik itu juga. Dan sekarang, Naren harus terlibat drama gara-gara cewek aneh ini. Sialan. Naren juga sebenarnya heran. Kenapa dari dulu Sashi senang sekali membuat masalah dengannya? Naren bahkan tidak paham kesalahannya apa. "KALIAN BERDUA BISU YA? DITANYAIN DARI TADI NGGAK JAWAB-JAWAB. MAU SAYA PANGGILIN PENGHULU?" Pak Darsam--Sang Algojo siang ini memukul meja keras-keras, membuat Naren nyaris terlonjak. Menghela napas panjang, Naren menegakkan punggung. "Pak, kan tadi saya udah bilang, saya nggak kenal sama Mbak-Mbak setengah gila ini. Boleh saya pergi sekarang?" "Siapa yang lo katain setengah gila, Bejo?" Sashi tiba-tiba berujar, raut wajahnya menunjukkan kemurkaan. Naren hanya menaikkan alis dan bersedekap. "Eh. Painem jadi-jadian. Siapa yang duluan bikin drama di sini? Tanggung jawab. Bilang yang sejujurnya sama Pak Darsam. Jangan bikin sensasi sok-sok'an tersakiti gitu. Kalo gagal nikah mah, gagal aja. Ngapain bawa-bawa gue?" Wajah Sashi berubah merah padam. Naren bahkan bisa melihat kepalanya mengeluarkan tanduk merah dan asap mengepul dari telinga. Sedang rambut yang tergelung acak-acakan itu sudah berkibar-kibar tersapu angin. Mungkin sedetik lagi akan ada semburan lava dari mulutnya. Ha-ha. Efek main game bisa separah ini ya? Naren juga terkadang heran dengan imajinasinya yang terlalu meledak-ledak. Tapi jika dilihat-lihat, ekspresi marah Sashi bakal cocok buat visualisasi dalam video game yang sedang Naren buat. Mungkin Sashi bisa jadi pemeran antagonisnya? Atau jadi monster pembawa gayung saja ya? "Gue nggak gagal nikah, Bejo! Salah siapa lo tiba-tiba datang dan dagang cokelat ke gue?" Naren berkedip, tersadar. "Gue nggak lagi daga--" "KALIAN BERDUA. DIAM!" Bibir Naren terkatub. Ia kembali menyandarkan punggung dan membiarkan Sang Algojo mengambil alih. Dalam kepalanya, Pak Darsam terlihat seperti penjahat yang sedang menyiapkan amunisi terakhir. Hanya tinggal menunggu beberapa detik saja sampai bomnya meledak. Kemudian hening. Sampai akhirnya suara lemah Sashi terdengar mengalun. "Saya minta maaf, Pak. Ini cuma salah paham. Saya nggak punya hubungan apa-apa sama Bejo." Naren mendengus. "Siapa yang lo panggil Bejo, Inem?" Sashi memandangnya sengit. "Ya elo lah. Emangnya siapa lag--" "Terus kenapa kamu ngaku-ngaku hamil dan minta pertanggung jawaban?" potong Pak Darsam lagi,  kali ini sambil memajukan wajah dengan mata menyelidik. Sashi tampak menghela napas. "Bapak emang suka motong-motong omongan orang ya? Kalo dapat karma anunya dipotong gimana? Bapak rela?" Naren nyaris menyemburkan tawa. Bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat. "Jangan aneh-aneh ya kalo ngomong. Saya masukin penjara mau kamu!" Pak Darsam memukul meja lagi. Kali ini sambil menggertakkan gigi dan memilin kumis panjangnya. "Yang saya maksud anu itu kan, gaji Pak. Bapak tuh yang mikirnya aneh-aneh." Pak Darsam melotot. Dua buah roket sudah siap meluncur dari balik punggungnya. "Kamu nantangin saya?" Sashi mengangkat tangannya tanda menyerah. Raut wajahnya berubah lugu. "Mana berani saya nantangin Bapak. Lha wong megang tangan Bapak aja saya nggak berani kok, takut khilaf." Kali ini, Naren benar-benar tidak bisa menahan tawanya. Sudah lima tahun berlalu, ternyata sifat absurd Sashi masih belum berubah juga. Terkadang dia bisa jadi cewek paling menyebalkan di dunia, tapi bisa terlihat lucu dan menggemaskan secara bersamaan. Astaga... "Sudah-sudah. Sekarang kalian panggil orangtua kalian masing-masing. Habis itu saya baru bisa lepasin kalian." "Tapi Pak--" "Nggak ada tapi-tapian! Sekarang kalian tunggu di sini sampai penjamin kalian datang." Pak Darsam menatap kedua anak muda di depannya bergantian. "Awas kalo berani macam-macam. Saya kawinin kalian detik ini juga." Selepas ancaman itu terlontar, Pak Darsam langsung mengangkat tangannya ke udara. Sedetik, sayap gatot kaca keluar dari punggungnya, dan Pak Darsam langsung melesat secepat cahaya. Serbuk perak beterbangan tersapu angin, menyentuh hidung Naren. Oke, itu cuma khayalan Naren saja. Karena kenyataannya, Pak Darsam pergi lewat pintu kayu di sebelah kanan Sashi. *** Hening langsung merajai ruangan itu dua detik setelah Pak Darsam pergi. Naren membuka ponselnya dan mengirim pesan singat pada Mang Cipto untuk segera datang dan menolongnya keluar dari kekacauan ini. Melihat Sashi yang bersedekap dan mengalihkan pandangan, akhirnya Naren yang membuka pembicaraan.  "Jadi, kenapa lo tiba-tiba bikin drama nggak bermutu kayak tadi? Lo beneran pengen nikah sama gue?" Sashi secepat kilat menoleh. Bibirnya tersungging sinis. "Dalam mimpi lo!" Sebelah alis Naren terangkat. "Terus? Apa tanggung jawab lo mengenai masalah ini, Raden Ajeng penghuni keraton jawa?" "Ya mana tau di sana ada satpol pp. Kalo tau juga gue nggak bakal bikin drama kayak tadi. Buang-buang waktu gue aja," balas Sashi, sewot. Tapi justru terlihat lucu di mata Naren. "Oh ya. Satu lagi. Gue bukan putri keraton! Jadi stop panggil gue kayak gitu." "Lha terus gue seneng gitu lo panggil-panggil Bejo?" Sashi memutar bola mata. "Terserah lo." Astaga... Naren benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Sashi. Kenapa dia sensitif banget sama Naren? Padahal di sini Naren yang jelas-jelas jadi korban. Kok dia malah yang sewot ya? Naren menghela napas. "Oke, Sashi. Kali ini gue serius. Lo kenapa tiba-tiba ngedrama? Mau bales dendam sama gue?" "Nah itu lo tau!" balasan Sashi terdengar ketus. "Bisa lo jelasin salah gue apa?" kali ini Naren merendahkan nada suaranya, berharap Sashi juga mau berkompromi dengan melakukan hal yang sama. Tapi Sashi malah mengalihkan wajah, terdiam seperti patung, tidak mau menjawab. Bahkan setelah lima menit berlalu. Narendra akhirnya menyerah. Ia membuka ponselnya dan mulai berselancar ke dunia game. Rasanya itu lebih baik daripada pusing sendiri menghadapi cewek aneh semacam Sashi. *** "Lo nggak mau berterima kasih sama gue?" tanya Naren ketika mereka berdua berhasil keluar dari kantor terkutuk itu. Tentu saja ini semua berkat Naren yang sudah menghubungi Mang Cipto--orang kepercayaan eyangnya sekaligus pengasuh Naren sejak kecil--untuk mengurus drama tidak bermutu tadi. Jika Naren tidak berbaik hati dengan meminta Mang Cipto ikut membebaskan Sashi juga, pasti sekarang cewek itu masih bertahan di dalam sana. Sashi tertawa sinis. "Gue nggak bakalan berterima kasih sama lo sebelum lo ganti nama di akte lo jadi Bejo!" "Kok malah nyolot sih. Masih untung gue mau berbaik hati nolong lo!" balas Naren tidak terima. Lama-lama Naren juga kesal sendiri dengan perlakuan Sashi yang suka seenaknya pada Naren. Sashi balas melotot kejam. Satu tangannya mengacungkan selop ke wajah Naren. "Gue nggak minta lo tolongin ya Bejo! Gue bisa nolongin diri gue sendiri!" Kali ini, Naren yang menatap Sashi sinis. Dipandanginya penampilan Sashi yang mengenakan kebaya, bertelanjang kaki, beserta make up dan konde rambut yang sudah berantakan. Siapa pun yang melihat Sashi pasti akan berpikiran sama dengan Naren: bahwa gadis itu memang baru saja gagal kawin--atau mungkin, seperti yang Sashi katakan, kabur dari pernikahannya sendiri. Naren jadi kasihan. Mungkin itu sebabnya Sashi marah-marah sedari tadi. Tapi mengingat drama yang baru saja Sashi lakukan, Naren kembali menelan rasa kasihannya. "Oh ya? Gue bahkan nggak yakin kalo lo punya duwit buat balik ke rumah." Sedetik, Naren bisa melihat kilat terkejut di mata Sashi. Tapi di detik berikutnya berubah lagi jadi sorot angkuh. "Bukan urusan lo!" "Yaudah," Naren menggedikkan bahu. "Harusnya lo tuh bersyukur karena gue nggak berniat buat ngaduin lo ke polisi karena kasus pencemaran nama baik." "Kayak gue peduli aja," balas Sashi, dengan raut sombong yang masih belum luntur dari wajahnya. Astagfirullah. Dosa apa sih Naren sampai ketemu sama cewek model begini? Menghadapi Sashi itu~ memang harus punya kesabaran seluas jagat raya. Karena samudera saja masih belum cukup luas. Di detik yang sama, fortuner hitam milik Naren sudah terparkir di depannya. Mang Cipto menurunkan kaca mobil dan mengangguk hormat--isyarat agar Naren segera menaiki mobilnya. Naren melirik sekali lagi ke arah Sashi. Ingin menawari tumpangan tapi malas juga kalau akhirnya cuma dapat makian dan penolakan. Akhirnya Naren membuka pintu mobil dan duduk di jok belakang. Tapi Naren belum sempat mendaratkan pantatnya ke kursi saat tiba-tiba saja tubuhnya di dorong ke samping. Meringis karena bahunya terkena jok, Naren menoleh dan mendapati Sashi sudah duduk di sampingnya dengan gaya sok anggun. "Anterin gue pulang!" titahnya bak seorang ratu. Di detik berikutnya, pintu mobil tertutup keras. Dan, Narendra, cuma bisa menghela napas panjang. Jika saja ini sebuah game, pasti sudah sedari tadi Naren menendang gadis itu dengan kakinya. Membunuh monster nenek lampir akan menambah kekuatan bukan? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD