Mengalah

1312 Words
Malam ini Rani dan juga Jihan tidur di rumah Anisa. Karena mereka berdua di minta Amira langsung untuk menjadi Bridesmaids di pernikahannya dan Jordan bersama dengan Anisa. Sebenernya mereka berdua berniat menolak permintaan dari kakak Anisa, tapi mereka berdua tidak memiliki alasan yang pas untuk menolak permintaan Amira. Kakak Anisa itu sangat baik kepada mereka berdua. Sehingga mereka berdua terpaksa mengiyakan permintaan kakak Anisa untuk menjadi Bridesmaids di pernikahannya. Sekarang mereka semua tengah melihat Rani yang sedang menghiasai kuku dan tangan Amira menggunakan hena. Pernikahan Amira dan Jordan akan di gelar di rumah ini. Para WO sedang sibuk-sibuknya menghias rumah ini dengan sebaik-baiknya. Karena pekerjaan mereka itu langsung di awasi oleh Sinta, Tante Amira dan Anisa. "Hey, jangan letakkan disitu nama keponakan saya sama calon suaminya. Tolong ambil," Teriak Sinta yang membuat Para WO itu lagi-lagi menghela nafas kasar. Harusnya pekerjaan mereka sudah selesai sore tadi, tapi Sinta memprotes semua pekerjaan mereka hingga ada banyak yang harus mereka rubah. Setelah mengomentari WO pernikahan Jordan dan juga Amira, Sinta kembali mengomentari penampilan Rani yang sedang mengobrol dengan Rahma sambil menghiasi tangan Amira. "Yaampun Ran, baru 3 bulan lalu Tante ketemu kamu, kamu itu cantik dan kurus, sekarang kamu kok udah seperti perempuan beranak satu, gendut banget. Pasti kamu kebanyakan makan." Rani yang di kritik seperti itu langsung memegang perut dan juga pipinya. Dia ingin memastikan apa yang di ucapkan Tante Sinta itu benar atau tidak. Kepanikan Rani ketika di bilang gendut oleh Sinta membuat Rahma menggelengkan kepalanya pelan. Kakaknya benar-benar tidak pernah berubah, selalu menyakiti orang dengan ucapannya. "Mbak, jangan gitu ah. Rani kurus kok." Rahma mencoba menegur kakaknya yang berbicara tanpa berpikir. "Iya Tante, aku gak gendut kok. Baju yang aku pakai aja masih longgar. Perutku juga masih datar. Tapi kalau pipi emang udah tembem dari dulu." Rani mencoba meneliti tubuhnya sendiri. Tubuhnya masih terlihat bagus dan langsing. Lalu kenapa Tante Sinta mengatakan dirinya itu gendut? Dasar emang si tua itu. Amira yang duduk di depan Rani menggelengkan kepalanya pelan. Bibir tantenya itu memang sudah seperti sepeda yang rantenya di kasih oli, licin banget. "Gendut atau kurus, yang namanya perempuan itu pasti cantik." Ucap Amira yang langsung di beri gelengan kepala oleh Tante Sinta. "No, No. Jangan memegang prinsip seperti itu. Pokonya cantik itu hanya milik perempuan kurus." Bantah Tante Sinta yang membuat Amira tersenyum. Amira yang selalu berpenampilan menawan itu tiba-tiba berubah ketika mendekati hari H pernikahannya dengan Jordan. Dia jadi panik dan cemas memikirkan hal-hal negatif tentang hubungan suami istri setelah menikah. Bertengkar salah satunya. Hal itu membuat dirinya selalu melampiaskan cemas dan paniknya kepada makanan, hingga saat mendekati hari H baju pernikahannya sangat ketat karena berat badannya naik 5 kg. Tapi bukannya diet dan menguruskan badannya kembali, Amira mengatakan dia menyukai apapun yang berubah dari bentuk tubuhnya. Karena jika tidak dirinya sendiri yang mencintai tubuhnya, lalu siapa lagi? "Kalau cantik hanya milik si kurus, Bagaimana dengan si gendut yang malah di jadikan idaman kaum lelaki karena tubuhnya yang berisi? Kaum perempuan itu semuanya cantik. Kalau dia masih merasa kurang cantik, berdiri dia kurang bersyukur." Balas Amira yang membuat Sinta diam dengan bibir komat-kamit. Amira tahu bahwa tantenya itu pasti sedang menggerutu di dalam hatinya. "Tuh Tante dengar, semua perempuan itu cantik. Jadi gak apa-apa kalau aku udah seperti perempuan beranak satu, berati aku sudah dewasa dan bukan anak kecil lagi." Ucap Rani yang langsung membuat Sinta pergi karena malu. Dia kalah dengan ucapan Rani dan Amira. "Sinta, Sinta, dari dulu senang sekali mencampuri urusan pribadi orang." Ucap Rahma sambil terkekeh pelan. Dia sebagai adik dari Sinta sudah terbiasa dan paham dengan sifat dan sikap kakaknya yang seperti itu. Kakaknya itu memang senang sekali membuat perasaan orang lain terluka lewat kata-katanya. "Maafin omongan Tante Sinta ya, Ran? Dia emang selalu begitu. Maklum, orangnya emang julid. Tapi aslinya baik kok." Ucap Rahma yang sedikit tidak enak kepada Rani. Gara-gara ucapan kakaknya tadi suasana ruang tamu yang semula hangat menjadi sunyi. "Aku tahu kok Tante. Jadi Tante tenang saja. Aku gak tersinggung kok sama omongannya." Jawab Rani sambil tersenyum simpul kepada Rahma. Meski Rahma dan Sinta itu saudara, kakak beradik itu memiliki sikap yang berbeda.  *** Anisa dan juga Jihan tengah duduk di depan minimarket sambil menatap beberapa kendaraan yang berlalu lalang di depan Mereka. Anisa sengaja tidak langsung pulang setelah meminta ijin kepada mamanya untuk membeli cemilan buat kedua temannya. Dia sengaja duduk di minimarket lebih lama hanya karena tidak mau melihat suasana rumah. Bukankah ikhlas juga butuh waktu? Tidak bisa di paksa tapi harus dilakukan secara perlahan. "Menyiksa diri sendiri buat menjaga perasaan orang lain adalah hal terbodoh yang pernah kamu lakukan." Ucap Jihan sambil meminum s**u kotak di samping Anisa. Jihan terlihat tidak menyukai ketidakjujuran Anisa mengenai dia yang menyukai Jordan. Jihan sudah memberi saran untuk Anisa agar berkata jujur kepada kakaknya tentang perasaannya kepada Jordan meski terlambat. Setidaknya hatinya tidak hancur ketika melihat kemesraan calon suami istri tersebut. "Dia kakakku, bukan orang lain." Koreksi Anisa yang membuat Jihan tertawa hambar. "Dia memang kakakmu, bukan orang lain. Tapi jika dia berada di posisimu, aku tidak yakin dia akan membiarkan lelaki yang dia cintai bersanding dengan kamu." Anisa menoleh kearah Jihan ketika mendengar ucapan Jihan. Tidak bisa Anisa pungkiri bahwa ucapan Jihan itu benar. Kakaknya belum tentu mau berkorban sepertinya. Hanya karena Gavin memeluknya saja kakaknya sampai mendiamkan dirinya hampir dua hari. Lalu bagaimana reaksi kakaknya jika lelaki yang kakaknya incar sedari dulu tiba-tiba menikah dengannya? Apa kakaknya akan membunuhnya? Atau kakaknya tidak akan lagi menganggap dia sebagai adiknya? "Jangan terus mengalah meski kalian ada hubungan darah. Terkadang kita juga harus bersikap egois kepada saudara kita sendiri hanya Karena untuk membuat perasaan kita tetap baik-baik saja." Jihan tidak pernah menyalahkan Anisa tentang Anisa yang tidak jujur kepada Amira mengenai perasannya kepada Jordan. Tapi Jihan menyayangkan sikap diam Anisa. Seharusnya Anisa berkata jujur kepada Amira kalau laki-laki yang akan Amira nikahi adalah laki-laki yang dulu sampai sekarang ingin dia miliki. Menurut Jihan jika Anisa tidak bisa mendapatkan Jordan, seharusnya Amira juga tidak bisa mendapatkan Jordan. Terdengar tidak adil memang, tapi hidup satu rumah atau terus bertemu laki-laki yang tidak bersanding dengan kita dan malah bersanding dengan saudara kita sendiri itu rasanya menyakitkan. "Bersikap egois bagaimana? Mengatakan kalau aku juga mencintai calon suami dari kakakku sendiri? Gila, aku bisa membuat kacau pernikahan mereka. Lagi pula apa manfaatnya kalau aku ngomong bahwa aku mencintai Mas Jordan atau tidak? Hal itu tidak ada pengaruhnya. Mereka saling mencintai, mau ada apapun yang menganggu hubungan mereka, aku yakin mereka akan terus bertahan." Anisa mengatakan hal itu tentu bukan tanpa alasan. Dia tidak mau membuat semua orang kecewa karena tindakan bodohnya. Dia cukup merasa sakit, tertekan, dan juga tersiksa. Jangan kakaknya. Kalau sampai kakaknya gagal nikah, kedua orang tuanya pasti akan mengalami malu karena di ejek tetangga. Dan kakaknya pasti akan murung dan juga sedih. "Aku tidak mau membuat suasana pernikahan kakakku yang seharusnya membahagiakan menjadi tangis air mata. Jika Kak Amira tahu aku mencintai Mas Jordan, ada dua kemungkinan yang akan terjadi nanti. Dia akan melepaskan Mas Jordan atau malah melanjutkan pernikahannya dengan Mas Jordan dalam keterpaksaan. Karena dia sudah terlanjur menyebar undangan dan tidak mungkin membatalkan pernikahannya begitu saja. Mama dan Papa pasti akan malu kalau aku ribut sama Kak Amira hanya Karena laki-laki. Apalagi di rumah ada Tante Sinta, pasti Tante Sinta akan mengatakan kepadaku bahwa aku adalah perusakan hubungan kakakku sendiri karena sudah lancang mencintai Mas Jordan di saat besok pernikahan mereka di gelar."  Diam-diam Jihan menganggukkan kepalanya. Dia tahu apa yang sekarang sahabatnya itu rasakan. Hatinya merintih sakit, tetapi tubuhnya terlihat hidup tapi mati. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain tetep diam dan seolah-olah terlihat bahagia. Berbagi senyuman serta tawa kepada semua orang meski hatinya meronta kesakitan adalah bagian menyedihkan dari hidup Anisa. "Kalau jodoh, dia akan kembali kepadamu. Entah dengan cara apapun. Aku percaya bahwa jodoh tidak mungkin salah orang ataupun ketukar." Jihan berdiri, kemudian dia memeluk Anisa dengan erat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD