40. Berharap Lupa

1005 Words
Mobil yang dikemudikan oleh Denta menelusuri jalanan Jakarta saat malam hari. Kendaraan roda empat itu bergerak dengan kecepatan sedang. Pria di balik kemudi melirik perempuan yang duduk di sampingnya, mencuri pandang di tengah fokusnya menyetir. Semenjak meninggalkan restoran, keduanya tak berbicara apapun. Sampai akhirnya mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung, mereka berbicara singkat dan kemudian Denta pamit pergi setelah memastikan bahwa Jeva baik baik saja. Denta membawa mobilnya menjauh dari tempat tinggal Jeva. Pria itu fikirannya sedang kalut. Meskipun tadi ia mencoba untuk menenangkan Jeva, sebenarnya ia sendiri juga kalut setelah bertemu dengan Prasta tadi. Selama 3 tahun, Denta mencoba melupakan semuanya sama seperti Jeva, tapi ternyata semuanya tidak mudah. Bertemu dengan orang yang telah membuat adiknya menderita sangat sulit, tapi harus ia lakukan karena tidak ingin larut dalam masa lalu kelam. Memaafkan adalah perkara yang mudah, namun melupakan adalah masalahnya. Denta tak bisa begitu saja melupakan semuanya, saat Belva menangis dan meminta maaf padanya, saat ia melihat kesedihan mendalam di wajah orangtuanya, saat ia memukul Daska di hadapan orangtua pria itu. Semua kilasan itu satu persatu muncul di benak Denta. “Argh! b******k!” Denta memukul kemudi mobilnya karena frustasi. Pria itu mencoba menahan emosinya yang tiba tiba ingin meledak. “Aku butuh pelampiasan.” Denta mengemudikan mobilnya semakin kencang, pria itu memikirkan satu tempat untuk melupakan masalah dan perasaannya. Bar. Club malam. Lagi lagi di tempat ini, seseorang memilih melupakan masalah mereka. Denta memasuki ruangan gelap dengan sedikit cahaya itu dan langsung menuju mini bar untuk menikmati cairan pahit yang kan membantunya melupakan semuanya. Tujuannya untuk melampiaskan emosi adalah tempat laknat ini. Minum sepuasnya, berjodet sampai pagi dan bermain dengan banyak wanita penghibur. Oke, untuk yang ke tiga, Denta tidak akan melakukannya. Ia hanya akan minum sampai mabuk dan melupakan segalanya. SIAL! Umpat Denta saat sekeping memori masa lalunya memasuki fikiran pria itu secara tiba tiba. Satu kejadian dari puluhan perdebatannya dan Belva saat masa SMA dulu. Sejak dulu Denta dan juga Belva memang sering bertengkar, Denta terlalu gengsi untuk menunjukan rasa perdulinya kepada adiknya itu. Denta hanya akan bersikap sebagai kakak yang melindungi adiknya dari jauh. "Cih, melindungi," maki Denta kembali menegak cairan k*****t. "Aku tidak bisa melindungi siapap pun. b******k!" Denta meneguk vodka yang telah di racik oleh Archi langsung dalam sekali teguk. Minuman laknat itu lagi lagi menguasai tenggorokan Denta dengan rasa panasnya, entah ini sudah gelas yang keberapa yang sudah diteguknya. Dunia malam. Lagi dan lagi. Manusia ber-title tampan dan berlabel kaya itu memilih untuk mengunjungi salah satu hiburan malam yang ada di Jakarta. Millenium Club. Pengusaha muda dari keluarga Rajasa Groub itu menikmati kesendiriannya di depan meja bar dengan 1 botol kosong serta 1 botol yang tersisa setengah, selain itu ada gelas sloki kecil juga. Ia lalu menaruh gelas yang belum sempat ia minum ke atas meja. Tangan pria itu terulur untuk mengambil ponsel dan mendial nomor seseorang. Calling Daska "Ada hubungan apa kau dengan Jeva?" tanya Daska begitu panggilan telfon tersambung. Pria itu bahkan tak mengucap salam terlebih dahulu. "Ya! Aku yang menlfonmu, kenapa justru kau yang bertanya?" omel Denta memaki telfonya. "Jawab saja pertanyaanku, Ta." Daska kembali memaksa. "Kau kau ingin tahu jawabannya, datang saja ke sini," balas Denta yang sepertinya mulai mabuk. "Kau mabuk?" tanya Daska. Terdengar nada tak suka. Denta yakin jika saat ini Daska tengah memutar mata karena malas. "Akan," gumam Denta tak jelas. “Baiklah, sekarang kau ada dimana?” tanya Daska pada akhirnya. “Millenium," jawab Denta singkat. “Tunggu aku di sana.” Sambungan terputus. Denta meletakkan ponselnya kembali ke dalam saku jas yang ia pakai. “Kalau difikir fikir, sudah lama sekali kau tidak bersama dengan sahabat sahabatmu itu. Mereka kemana?” tanya Archi, bartender yang bekerja dibalik meja bar. Pria itu memang sudah lama mengenal Denta dan teman temannya karena mereka sering datang ke tempat ini. “Kabur,” sahut Denta tak acuh. “Hah? Kabur? Apa maksudmu?” tanya Archi tak mengerti. “Kau tidak akan mengerti.” Denta kembali menuang minuman ke dalam sloki dan menegaknya hingga tandas. Archie hanya geleng geleng kepala melihat Denta yang kembali menegak minumannya. Mungkin pria itu tengah punya masalah besar, fikirnya dalam hati. Daska melesat masuk ke dalam Bar, ia mengedarkan matanya ke seluruh ruangan. Mencari keberadaan sahabat b******k yang sudah membuatnya penasaran selama perjalanan ke Bar. Ia lalu menemukan Denta duduk sendirian di depan meja bartender. Lalu dengan secepat kilat, pria itu bergegas menghampiri Denta. “Ck, apa apaan ini?” Daska mengamati Denta yang mulai teler, ia mengambil tempat duduk di sebelah Denta. Menyilangkan tangan di depan d**a dan menatap sahabatnya itu dengan sorot tajamnya. “Kau tidak minum?” tanya Denta menyodorkan gelas sloki berisi cairan berwarna kekuningan ke hadapan Daska. “Ck.” Daska berdecak pelan. “Aku harus tetap waras untuk membawamu pulang dengan selamat, Bodoh,” cibirnya kemudian. “Cih.” Denta menarik kembali tangannya, ia menegak cairan k*****t itu tanpa ragu. Membiarkan caira itu kembali membasahi kerongkongannya, menciptakan sensai panih dan manis secara bersamaan. “Kenapa kau malah mabuk seperti ini? Kau sebenarnya menelfonku hanya untuk pamer kalau kau bisa minum banyak? Hah!” omel Daska. Denta tersenyum sinis. “Entahlah, aku ingin menghajar seseorang, jadi aku menelfonmu,” sahutnya tak acuh. Ucapannya tentang ingin menghajar seseorang memang benar. “Kau fikir wajahku itu samsak tinju,” omel Daska. Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekitar. “Dan asal kau tahu saja, aku datang ke sini bukan untuk meladeni emosimu, tapi karena aku ingin menanyakan sesuatu. Sudah berapa lama kau mengenal Jeva? Ada hubungan apa antara kau dengan perempuan itu? Kalian mempunyai hubungan yang spesial?” Daska menatap Denta dengan tatapan seriusnya. Tidak ingin membuang waktu dengan meladeni kegilaan Denta. Ia harus menanyakan hal yang membuatnya penasaran sebelum Denta mabuk dan membuatnya jauh lebih repot dari ini. Denta tersenyum menyeringai. “Prasta sudah memberitahumu,” gumamnya kemudian. "Apa seharusnya kau mengetahui kejadian yang sesungguhnya?" gumamnya lirih. Menatap Daska dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. "Apa maksudmu?" tanya Daska tak mengerti. "Kejadian apa?" "Kejadian yang bisa merubah segalanya," bisik Denta tersenyum menyeringai. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD