Hari Hari Beby

2287 Words
Hari-hari Beby tidak pernah sepi. Terlebih ketika pagi-pagi seperti ini. Tidak diizinkan mengontrak dekat dengan kampus, Abrisam memberikan fasilitas sebuah motor yang bisa digunakan Beby untuk pergi ke kampus. Tak jarang juga Olla lebih suka diantar menggunakan motor daripada harus menikmati kemacetan Kota Jakarta pagi—saat orang-orang hendak memulai aktivitas bekerja mereka. "Mbak Beby!! Di mana kaos kaki putih Olla!? Hari ini upacara bendera, nanti Olla bisa telat!!" seru Olla yang sudah pasti bersumber dari arah kamar Olla. Beby mengulas senyum tipisnya pada Abrisam yang tengah duduk menyantap sarapan yang dimasaknya itu. Ia izin pada Abrisam, "Saya lanjut urus Olla ya, Pak?" "Iya. Silahkan." Sampai di kamar Olla, Beby terkejut bukan main. Kamar yang sudah dibereskannya pagi-pagi buta itu sudah berantakan kembali. Ulah siapa jika bukan Olla! Beby berkacak pinggang. Ia sangat kesal dengan anak kecil itu. Benar-benar kebiasaan buruk Olla. Selalu saja kebingungan mencari perlengkapan sekolahnya yang sebenarnya sudah disiapkan oleh Beby. "Olla kok diberantakin lagi kamarnya? Mbak Beby sudah bersihkan lhoo tadi pagi!" tegur Beby pada si kecil yang tengah pusing mencari kaos kaki putihnya itu. "Iya-iya, Olla janji. Nanti pulang sekolah, biar Olla sendiri yang beresin. Sekarang, mana kaos kaki putih Olla?" Olla mengulurkan tangannya bermaksud meminta kaos kaki putih yang hendak dikenakannya. "Olla nggak dengar? Tadi waktu Olla mandi, Mbak Beby sudah bilang. 'OLLA, KAOS KAKINYA MBAK BEBY TARUH DI ATAS SEPATU. SEMUA SUDAH MBAK BEBY SIAPKAN DI DEPAN RAK SEPATU!'" Begitulah kata Beby sembari menirukan suaranya tadi pagi saat memberitahu tentang keperluan Olla. Memang gadis kecil itu kalau sudah mandi dan kungkum air, lupa segalanya. Olla sangat suka mandi di dalam bak mandi. Ia kadang juga sampai lupa waktu bila sudah asyik bermain busa. Terlebih, sabun mandi anak yang dibelikan oleh Beby menyuguhkan aroma wangi yang Olla sukai. Bubble gum! Hal tersebut membuat Olla semakin betah untuk memanjakan badan mungilnya itu. Karena Olla keasyikan, mungkin ia tak mendengar seruan Beby. Dengan raut wajah polos tanpa dosa. Olla menggeleng, "Olla nggak dengar, Mbak Beby. Ya sudah Olla ke rak depan dulu ya—“ "Terus ini!?" "Nanti pulang sekolah Olla beresin, Mbak Beby Cantikkk!" Gadis kecil itu sudah ngacir begitu saja. Beby hanya bisa memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut pagi ini. Astaga, Olla-Olla! Makin besar makin pintar. Pintar membuat orang pusing. Drama pun belum berakhir. Di meja makan, seperti biasanya. Olla mana mau makan sendiri. Ia selalu meminta Beby untuk duduk di sampingnya. Tidak perlu repot-repot menyuapi dirinya, Beby cukup duduk manis dan ikut makan bersama Olla. Abrisam masih terlihat santai dengan makanan di depannya. Makan semeja dengan pengasuh Olla memang sudah biasa ia lalui selama beberapa tahun terakhir, sejak Olla mengerti caranya untuk makan sendiri pastinya. Abrisam tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Baginya, Beby juga sudah seperti anggota keluarganya selama ini. Ia sudah menganggap Beby selayaknya adik sendiri. Hanya saja, kadang orang-orang sekitarnya justru mengoloki dirinya menyukai anak muda seperti Beby. Yang benar saja!? Kalau pun IYA, apa Beby mau dengannya yang sudah hampir menginjak usia tiga puluh lima tahun dan sudah mempunyai buntut berusia delapan tahun? Hah..khayal. Faktanya, Abrisam terlalu tua untuk menjadi pendamping hidup Beby yang baru berusia dua puluh dua tahun itu. "Ayah, Olla bareng Mbak Beby aja!" "Eh jangan Olla!" Refleks Beby mencegah Olla untuk berangkat sekolah bersama hari ini. Dengan raut wajah sedihnya, Olla bertanya, "Kenapa Mbak Beby?" Abrisam juga ikut menatap Beby kini. Baginya, tidak biasanya Beby menolak saat Olla meminta berangkat bersamanya untuk ke sekolah. "Motor Mbak Beby ban-nya kempes. Nanti Mbak Beby mau menuntun motor itu dulu ke bengkel. Letaknya jauh, Olla. Nanti Olla telat. Hari ini, Olla bareng sama Ayah saja ya?" "Kapan motor kamu kempes, Beby? Kenapa baru bilang?" "Maaf, Pak Isam..saya juga baru tahu tadi pagi saat mengeluarkan motor dari garasi untuk saya panaskan mesinnya." Isam. Dalam hati seorang duda ditinggal mati seperti Abrisam—panggilan yang Beby tujukan padanya sangat manis. Memang sedari dulu Beby memang selalu memanggilnya begitu. Katanya, terlalu panjang bila dirinya memanggil ‘Abrisam’. Abrisam pun tidak pernah keberatan dengan panggilan yang Beby biasakan. Ia justru senang bisa menepis segala kecanggungan dengan Beby. Abrisam layaknya seorang kakak bagi Beby di rumah ini. Abrisam hanya mengangguk, sebagai tanggapan atas penjelasan singkat nan jujur yang diutarakan oleh Beby itu. Dengan ragu ia mencoba menawarkan diri untuk mengantar Beby ke kampus. Tapi sayangnya tawaran Abrisam ditolak halus oleh Beby. Ia mengatakan bila akan berangkat agak siangan ke kampus, sesuai dengan jam belajarnya di sana. Sementara Abrisam memang harus sampai di kantornya pukul setengah delapan pagi. Bos sudah sepatutnya memberikan contoh yang baik untuk karyawan-karyawannya bukan? Maka dari itu, Beby sungkan apabila merepotkan majikannya itu. Setelah kepergian Abrisam dan Olla. Barulah Beby membereskan sisa sarapan pagi ini. Tak lupa ia juga membereskan kamar Olla yang berantakan. Bukannya apa-apa, hanya saja Beby selalu saja tidak tega bersikap keras pada Olla. Padahal, Beby sudah diberi wewenang seutuhnya untuk mendidik Olla. Selama ini, apa pun yang dilakukan Beby guna mendidik Olla, sama sekali tidak pernah mendapat tentangan dari Abrisam. Pria itu cukup puas dengan kinerja Beby selama ini. Dalam kehidupan seorang Abrisam Rengga Nugraha. Bertemu Beby juga merupakan sebuah anugerah. Itu semua tak luput dari bantuan sang papa yang dahulu bertemu dengan Beby di terminal saat mobilnya kehabisan bahan bakar. Kala itu, Beby lontang-lantung. Berjalan tak tahu arah tanpa uang sepeser pun. Semua yang ia miliki ludes untuk membayar seluruh biaya pemakaman sang ayah. Dunia Beby benar-benar hancur saat penopang hidupnya pergi untuk selama-lamanya menyusul malaikat hatinya—almarhumah ibu Beby yang sudah lebih dulu menghadap Sang Maha Kuasa. Tak sengaja ia berhasil membantu supir papa Abrisam untuk mencari tempat penjual solar. Disanalah awal mula kehidupan Beby berubah 180°. Beby mendapatkan tawaran yang sangat menarik diusianya yang baru saja menginjak enam belas tahun yakni, mengasuh cucu papa Abrisam yang tak lain dan bukan merupakan anak Abrisam dengan almarhumah Haura. Semua pendidikan Beby yang sempat berhenti, dapat kembali ia lanjutkan. Beby pun bisa kembali ke bangku SMA. Ia justru disekolahkan di SMA favorit berkat bantuan papa Abrisam. Akan tetapi, untuk selanjutnya..Abrisam sendirilah yang membiayai semua kebutuhan Beby. Karena Beby akan dipekerjakan untuk mengasuh putrinya—Olla. Dahulu saat masih SMA, Beby memang tinggal di rumah kedua orang tua Abrisam. Karena memang kala itu jarak rumah Abrisam dengan sekolah cukup jauh. Namun setelah lulus SMA, justru Abrisam sendirilah yang meminta Beby untuk tinggal di rumahnya agar tidak terlalu jauh jarak kampus tempatnya mengemban ilmu. Toh dengan adanya Beby di rumah, semakin mempermudah Beby untuk mengasuh Olla. Semakin intensif pula kehadiran Beby dalam hari-hari Olla yang tidak mempunyai seorang ibu itu. Selama ini, Abrisam kerap menyimpan kesedihannya seorang diri. Bila ditanya ia ingin menikah, jawabannya IYA. Untuk memberikan kasih sayang ibu seutuhnya untuk Olla. Namun, hingga usia Olla delapan tahun, Abrisam belum juga menemukan seorang pendamping hidup yang memikat hatinya. Justru ia masih sangat nyaman dengan kehadiran Beby. Secara tidak langsung kehadiran Beby dalam hidup Olla juga memberikan kasih sayang seorang ibu—meski pun Beby masih sangat muda, akan tetapi jiwa keibuannya sudah terlihat sejak dahulu. Untungnya Beby bukan tipe anak remaja yang suka bermain bahkan berpacaran. Hal tersebut terbukti dengan selama ini Beby belum pernah menunjukkan tanda-tanda kedekatannya dengan seorang lelaki. Ia fokus belajar tiga tahun di bangku SMA. Hingga lulus menjadi salah satu dari lima siswa dengan nilai lulusan terbaik di SMA favorit tempatnya mengemban ilmu. Keluarga Abrisam bangga dengan pencapaian yang diraih oleh Beby. Gadis itu sejatinya merupakan gadis yang pandai. Hingga kini Beby telah menjalani kuliahnya. Ia sudah berada di semester enam jurusan managemen bisnis. Itu semua atas saran dari Abrisam. Siapa tahu, kelak Beby bisa menjadi salah satu bagian di dalam perusahaan yang Abrisam dirikannya sendiri. Atau justru bisa menjadi salah satu bagian dari perusahaan besar milik papanya—Pak Hanggoro. Mengenakan celana berbahan kain berwarna cream, dengan atasan kemeja berwarna hitam. Serta rambut diikat satu. Beby semangat berangkat satu jam sebelum kelas dimulai untuk menuntun motornya ke bengkel. Lelah memang, tapi ia sudah bertekad untuk tidak menyerah dalam hidupnya yang sebatangkara ini. Cukuplah Beby pernah hampir menyerah satu kali untuk hidupnya yang keras itu. Namun Tuhan justru tak membiarkan hidup seorang Beby Myesha berakhir dengan menghadirkan sosok Pak Hanggoro yang begitu berjasa dalam hidupnya. Demi Pak Hanggoro dan Pak Abrisam, Beby akan terus berjuang untuk mengenyam pendidikan kuliahnya dan semoga nanti menjadi lulusan terbaik. Syukur-syukur, Beby bisa menjadi orang yang sukses dan membalas semua jasa kebaikan keluarga Pak Hanggoro. Selama ini, Beby tidak pernah meminta gajinya, karena diberi tumpangan berteduh dan makan itu sudah cukup. Tapi Abrisam justru tak pernah lupa memberinya uang tiap tanggal satu setiap bulannya. Uang tersebutlah yang kerap Beby sisihkan sebagain untuk tabungannya dan sebagiannya lagi untuk kebutuhannya sendiri. Tentu saja kebutuhan wanita itu banyak! Kalian tentu tidak lupa bukan? "Motor lo kenapa?" tanya Irham yang kebetulan bertemu dengan Beby di pinggir jalan ini. Motor sport yang tidak asing baginya dan kaca helm Irham yang terbuka membuat Beby mengerti bila pria yang menyapanya itu merupakan Irham Ardani—teman satu kampusnya. Dan, juga pria yang selama ini berusaha mendekatinya dan bermaksud menjadikan Beby sebagai kekasihnya. Namun sayangnya, jalan Irham tidak semulus jalan tol. "Biasalah. Duluan aja," jawab Beby dengan senyum manisnya. Bukannya pergi, Irham justru mengikuti Beby hingga keduanya kini duduk bersebelahan dengan Beby di tempat tunggu bengkel yang telah disediakan oleh pemilik bengkel tersebut. "Kenapa sih kamu nggak duluan aja? Ini lama lhoo, Ham.." "Ya nggak apa-apa. Suka-suka gue-lah!" "Oh ya, tumben berangkat awal banget—“ Seketika Beby menoleh dan terkejut karena teringat akan suatu hal. "Kamu ninggalin rapat penting organisasi kamu!?" Senyum Irham menjawab segalanya. Beby sontak memukul lengan Irham. "Kenapa!? Sudah sana berangkat duluan!" "Kenapa nggak berangkat bareng saja sih? Ribet banget jadi cewek. Menghindar mulu!" "......." "Kenapa susah banget sih dapatin lo?" "Lupakan, Ham. Please, kamu belum tahu apapun tentang hidupku. Kalau kamu tahu—“ "Gue mau tau," putus Irham. Ia berdiri dari duduknya dan berkata pada pekerja bengkel bila hendak meninggalkan motor Beby di sini, keduanya harus segera sampai di kampus tepat waktu. Orang bengkel pun hanya mengangguk saja dan paham dengan anak-anak kuliahan itu. Irham pun menarik tangan Beby untuk keluar dari bengkel. Menyerahkan helm lain yang dibawanya untuk Beby kenakan. "Nggak.." "Kenapa? Bukannya tadi gue udah bilang. Gue mau tau semuanya, Beby. Tentang hidup lo, gue mau tau. Dan, gue siap nerima itu semua, kalau lo khawatir dan terus menghindar karena alasan itu. Gue sayang banget sama lo." "........" "Oke. Sekarang, lo cuman perlu turutin gue. Nih, pakai! Kita berangkat bareng. Gue nggak nerima penolakan." Beby pun akhirnya mau menerima ajakan paksa Irham untuk berangkat ke kampus bersamanya. Semoga tidak ada gosip yang akan beredar setelah ini.. Irham merupakan pria yang cukup populer di kampus Beby. Terlebih, ia merupakan wakil ketua organisasi Mapala. Bergabung di dalam organisasi tersebut, Irham juga leluasa untuk menyalurkan hobi memanjatnya. Irham juga sudah menyumbangkan beberapa medali yang didapatnya dari perlombaan panjat tebing. Selain tampan, ia juga berprestasi. Itulah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa mahasiswa untuk mau bergabung sebagai anggota di Mapala. Alasan Beby selama beberapa tahun menolak Irham adalah karena Beby merasa tidak pantas bila bersanding dengan Irham. Ia mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Belum lagi tentang kehidupan Beby yang sebenarnya tidak banyak diketahui oleh teman-teman kampusnya. Irham pun juga. Selama ini, Beby hanya menyimpulkan bila Irham tidak serius dengan setiap tindakan dan perkataan cintanya. Karena yang terlihat oleh Beby selama ini juga Irham banyak sekali penggemarnya. Mana mungkin Irham sesetia itu tiga tahun ini mengejar cinta Beby. Tapi pada kenyataannya sepertinya begitu. Karena selama ini belum pernah berhembus kabar mengenai kedekatan Irham dengan gadis mana pun. Mereka—para gadis yang menjadi penggemar Irham sangat penasaran dengan siapa gadis yang sebenarnya disukai Irham hingga membuat pria itu bertahun-tahun memilih menjadi jomlo. "Gue seneng akhirnya bisa juga berangkat ke kampus bonceng lo," celetuk Irham saat keduanya sudah sama-sama turun dari motor sport yang dikendarai oleh Irham tadi. Bukannya menjawabi ucapan Irham. Beby justru fokus mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan. Memastikan situasi aman, dan semua mahasiswa asyik dengan kegiatan mereka masing-masing sehingga keduanya tidak menjadi pusat perhatian atau bahkan menjadi bahan gosip panas di kampus. "Lo kenapa sih?" "Sudah sana pergi.." "Nggak. Enak aja lo ngusir-ngusir gue. Nggak bilang makasih—“ "Makasih banyak, Irham.." kata Beby sembari menunjukkan senyum manisnya. Jantung Irham berasa berdetak lebih kencang dari biasanya. Sial! Senyum Beby sangat manis sekali. "Nggak dengar. Ulangi lagi dong!" "MAKASIH BANYAK, IRHAM. Aku ke kelas dulu," pamit Beby tak ingin terlihat berduaan dengan Irham. Ia tidak ingin nantinya terkena gosip massa. Irham dirasa lebih terkenal dan berbahaya jangkauannya daripada ketua BEM di kampus Beby! "Nanti pulangnya juga sama gue!" "Nggak usah, Ham.." "Nggak bisa. Lo hutang cerita hidup lo sama gue. Gue jemput ke kelas lo—“ "Ehhh nggak usah. Oke, aku yang tungguin kamu di sini aja!" "Lo yakin nunggu gue di parkiran?" Beby mengangguk. "Oke. Jangan ingkar janji. Gue nggak suka," peringat Irham dengan mimik wajahnya yang begitu serius. Bila sudah begini, bagaimana caranya Beby menghindar dari lelaki ini? "I—iya, Irham." "Lo tambah manis kalau panggil nama gue utuh begitu. Semoga setelah ini lo luluh sama gue. Soalnya, gampang kok buat jatuh cinta sama gue." Gampang. Buktinya satu tahun ini aku sudah suka sama kamu, Irham! Hanya dalam hati Beby sanggup menyatakan perasaannya yang sesungguhnya. Ya, dekat dengan Irham seperti ini tentu saja membuat jantung Beby berdebar kencang. Memangnya siapa yang bisa menolak pesona seorang Irham Ardani? Beby mengakui tentang sebuah rasa yang diam-diam sudah tumbuh—perasaannya pada Irham sudah mulai ada sejak satu tahun belakangan ini. Mencintai diam-diam dan memperhatikan tanpa diketahui dari jauh merupakan aktivitas favorit Beby. Pagi ini, benarkah Tuhan tengah membuka jalan bagi keduanya agar saling dekat dan mengenal? Entahlah…Beby hanya belum yakin bahwasannya Irham akan mau menerima kenyataan bahwa gadis yang dicintainya itu sebatangkara. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD