Amarah Gerald

1472 Words
Caca dan Kiki keduanya mulai melangkah memasuki ruang UKS. “Kalian teman dia ‘kan? Dia pingsan dan sebentar lagi dia sadar. Asam lambungnya naik. Sepertinya dia belum sarapan,” jelas Arka sambil menunjuk Nadia yang tengah berbaring di atas bed UKS saat itu. Setelah mengatakan hal itu, Arka langsung bergegas keluar dari UKS. “I–iya Kak, terima kasih ya,” sahut Caca gugup. Tak lama kemudian, sosok Arka kembali terlihat memasuki UKS dengan membawa kantong plastik di tangannya. “Ini, kasih tau teman lo kalau udah sadar jangan lupa dimakan, dan obatnya jangan lupa juga diminum,” ujar Arka sambil menyerahkan kantong plastik berisi nasi kotak dan air mineral kepada Kiki. Setelah itu, Arka langsung bergegas lagi keluar dari UKS. “Lo udah sadar Nad?” tanya Caca dengan mata berbinar, ketika menyadari pergerakan dari Nadia. “Apaan, sih, lo! Norak banget deh,” sahut Nadia dengan santainya. “Nih, lo minum dulu! Terus loh makan dan minum obat asam lambung lo!” titah Kiki, sambil memberikan air mineral kepada Nadia. “Eh, lo tau gak? Siapa yang bawa lo ke sini?” tanya Caca sambil menaik turunkan alisnya. “Emang siapa?” tanya Nadia sedikit penasaran. “Kak Arka!” sahut Caca girang. Berbeda dengan Kiki, gadis itu menatap Caca dengan tatapan malas. Belum sempat Nadia menanggapi ucapan Caca, pintu ruang UKS kembali terbuka saat itu. Tampaklah seorang pria yang berjalan ke arah mereka. “Lo udah sadar? Syukurlah kalau gitu, sekarang lo bisa kan ikut gue!” pinta orang tersebut, yang kemudian bergegas keluar dari UKS. Nadia diantar oleh kedua sahabatnya mengikuti langkah pria yang tak lain adalah Kenzo. Langkah Kenzo berhenti tepat di depan pintu ruang OSIS saat itu. Kedua teman Nadia lagi-lagi kebingungan, apa lagi yang diperbuat Nadia sehingga dipanggil ke ruang OSIS. Bahkan Nadia barulah bangun dari pingsannya. “Kalian pulang aja duluan! Gue nanti dijemput sama Mang Dodi kok,” ucap Nadia. Menyuruh kedua temannya untuk pulang lebih dulu. Berhubung saat itu adalah jam pulang sekolah, dan sekolah sudah hampir sepi. “Benar Nad, gak apa-apa nih, kita balik duluan?” tanya Kiki dengan nada tidak enak. “Hem,” sahut Nadia seraya mengangguk diiringi senyuman. Setelah kepergian kedua sahabat Nadia, Kenzo memerintahkan Nadia untuk masuk ke dalam ruang OSIS. Setelah masuk ke dalam ruang OSIS, Nadia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Hingga netranya menangkap sosok Gerald, Satya, Merry, dan beberapa anggota OSIS lainnya, termasuk Arka yang juga ada di sana saat itu. Sepertinya mereka baru saja selesai melakukan rapat OSIS. Pikir Nadia. “Duduk!” perintah Gerald dengan suara datar. Nadia langsung duduk di salah satu kursi, yang disusul oleh Kenzo. Sebagian pengurus OSIS telah beranjak keluar. Hanya tersisa Gerald, Satya, Merry, dan Kenzo di sana. Namun, Merry juga tiba-tiba pamit. Entah lah, tidak seperti biasanya. Kini hanya tinggal Gerald, Kenzo, Satya, Arka, dan Nadia saja di dalam ruangan tersebut. “Kemarin lo gak mau mengakui kesalahan lo, dan hari ini ... lo buat ulah yang sama lagi, entah harus dengan cara apa membuat lo jera,” tutur Gerald tegas. “Maksud lo?” tanya Nadia sambil menautkan kedua alisnya bingung. Pasalnya, sejak tadi Nadia tak mengerti apa yang sedangkan dibicarakan oleh pria di hadapannya. Sosok Arka, Satya, dan Kenzo saat itu hanya diam, mengamati interaksi antar kedua orang di hadapan mereka. “Lo melukai Merry, untuk yang kedua kalinya!” ucap Gerald datar dan penuh penekanan. Nadia tercengang, Ia baru saja sadar. Kepalanya pun, masih sedikit terasa agak pusing. Semua itu juga karena ulah Gerald sendiri, yang memberi hukuman berlebihan kepadanya. Nadia tersenyum sinis. Jauh-jauh disuruh ke ruang OSIS, hanya untuk membahas masalah Merry? Pikir Nadia. Ya, memang sengaja Nadia membuat Merry terjatuh, tapi semua itu tidak akan ia lakukan, jika bukan Merry duluan yang memulainya. “Gue gak sengaja.” Kali ini Nadia tidak berbicara tak sopan seperti biasanya. Gadis itu berusaha untuk sesantai mungkin. Mendengar perkataan Nadia, Gerald beranjak dari duduknya, dan mulai mendekat ke arah di mana Nadia terduduk saat itu. BRUK! “GAK SENGAJA LO BILANG!” bentak Gerald dengan suara tinggi. Saat setelah pria itu memukul meja di hadapan Nadia. Hal itu menyebabkan semua orang yang berada di ruangan tersebut kaget bukan main. Pasalnya, baru kali ini Gerald membentak seseorang terlebih seorang perempuan. Nadia yang juga duduk di hadapan Gerald saat itu, juga merasa sangat kaget, bahkan jantung Nadia sekarang berdegup sangat kencang. Bukan karena takut, tapi ia juga manusia normal yang tak sanggup menerima tindakan mendadak. Mata Nadia mulai berembun. Sekuat apa pun ia, jika dibentak ya akan seperti itu. Gadis itu mulai bergulat dengan pikirannya. Apa ini lelaki yang dikatakan baik oleh orang tuanya, tanpa bertanya terlebih dahulu apa penyebab dirinya melakukan itu, Gerald malah lebih dulu berpihak pada Merry, dan mengklaim Nadia yang salah dalam hal ini. Dengan mata yang sudah berkaca-kaca Nadia memberanikan diri untuk menatap lekat manik mata Gerald. “Gue gak salah.” Nadia berucap sangat lirih. Air matanya jatuh begitu saja di kedua pipinya. Semua orang yang ada di ruangan itu sejenak terdiam. Mereka semua tertegun saat melihat Nadia, gadis si keras kepala itu, ternyata bisa menangis juga. Pikir semuanya. Gerald juga ikut tertegun saat itu, tetapi dengan cepat pria itu kembali tersadar, dan kembali menatap Nadia dengan tajam. “Gue mau, lo sekarang bersihkan ruang lab, sampai selesai!” perintah Gerald dengan suara dingin. Arka sejak tadi hanya diam di tempatnya. Namun, pria itu kini mulai beranjak, dan berjalan ke arah Gerald dan Nadia berada saat itu. Sementara Kenzo dan Satya, keduanya mulai mengalihkan perhatiannya ke arah pergerakan Arka. “Gue gak setuju. Lo yang benar aja lah, dia cewek, Rald. Lagi pula dia baru juga habis pingsan,” jelas Arka dengan nada sedikit kesal. “Gue ketua OSIS, jadi terserah gue. Lagi pula gue harus adil, kepada setiap murid yang melanggar aturan sekolah ini!” ucap Gerald dingin dan penuh penekanan. Mendengar pernyataan Gerald, Arka tahu, pemuda itu sedang tidak baik-baik saja. Dengan cepat Arka langsung menggenggam jemari Nadia. “Hukuman dia, biar gue yang kerjakan.” Arka menatap sinis ke arah Gerald. Gerald pun sama halnya, pria itu juga memberi peringatan kepada Arka melalui tatapannya. Namun, Arka sama sekali tak mengindahkan tatapan Gerald, dan mulai menarik lengan Nadia keluar dari uang OSIS. Gerald lagi-lagi mematung di tempatnya, menatap punggung kedua orang tersebut. Ia pun heran saat itu, entah apa yang membuatnya berani membentak Nadia tadi. Hanya karena dia merasa kesal? Ketika mengingat Nadia yang berada dalam gendongan Arka tadi siang, tetapi bukankah itu wajar? Nadia adalah tunangannya. Kenzo dan Satya hanya melongo tak percaya, melihat tindakan Arka saat itu. “Gila si Arka, bisa jadi berubah gitu ya?” ucap Satya dengan tatapan tak percaya. “Hust!” Kenzo menyenggol lengan Satya, pria itu memang sangat polos, sampai tak tahu sosok Gerald di hadapannya tengah menahan emosi. Saat itu, Gerald langsung bergegas keluar dari ruangan OSIS, tanpa sepatah kata pun terlontar dari bibirnya. Meninggalkan kedua sahabatnya di dalam sana. Setelah dari ruang OSIS, Gerald berjalan ke arah tempat parkir di sekolah. Murid-murid hanya tersisa beberapa orang saja, yang masih berlalu lalang di sekolah saat itu. Di sisi lain, Nadia juga tengah berada di area parkir. Gadis itu tengah menunggu sopir jemputan. Tadi Arka sempat menawarinya tumpangan, tetapi ia berhasil menolaknya dengan halus. Nadia tengah melamun. Dengan pandangan yang terus menelisik seluruh penjuru sekolahnya. Sekilas, pandangan Nadia menangkap sosok pria yang sangat dikenalinya. Pemandangan yang mengejutkan juga membuatnya penasaran. Entah, mengapa jiwanya menjadi penasaran seperti itu. Mungkin saja itu menguntungkan buatnya. “Dasar buaya!” gumam Nadia. Ya, pemandangan yang Nadia lihat saat itu adalah Gerald. Pria itu bercengkrama dengan seorang gadis berpakaian putih abu-abu di pekarangan sekolah. Awalnya Nadia kira gadis itu hendak berjalan ke tempat parkir, sayangnya bukan. Karena gadis itu berjalan setengah berlari saat memasuki pekarangan SMA BUMI BAKTI. Gadis itu mengejar seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Gerald. Kini terlihat Gerald tengah berbincang dengan gadis cantik tersebut. Raut wajah pria itu tak berubah, selalu datar seperti tripleks. Nadia terus mengamati kedua insan tersebut. Seperti kurang pekerjaan saja ya. Makin lama keduanya berbincang, terlihat gadis cantik tersebut membungkukkan tubuhnya dan naas berlutut di hadapan Gerald. Nadia membulatkan matanya, saat melihat Gerald pergi begitu saja, meninggalkan gadis cantik tersebut. Padahal gadis itu terus berteriak memanggil nama sang empunya. Namun, sama sekali Gerald tak menghiraukan panggilan gadis itu. "Gak punya perasaan dasar! Bayangkan mi, pi, anak kalian yang cantik ini ditelantarkan sama si ketos belagu itu, pas nanti sudah nikah." Nadia bergumam tanpa sadar. "Astagfirullah, ngomong apa lo barisan!?" Nadia menyentil bibirnya saat sadar apa yang telah ia ucapkan tadi. “Tapi tuh cewek siapa ya? Ih, bukan urusan gue juga, sih. Bodoh amatlah. Toh, gak heran juga, tuh anak memang buaya gak berperikemanusiaan,” ucap Nadia bermonolog sendiri. Tak lama setelah itu, Nadia menghampiri sopirnya yang baru tiba di sekolah untuk menjemputnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD