Chapter 2

850 Words
Sebulan berlalu sejak pertemuan dengan Tyler. Saat ini kami sudah cukup akrab. Pria yang berprofesi sebagai guru pembimbing sekaligus pelatih klub basket di sebuah sekolah tinggi swasta itu, entah kenapa membuatku begitu ingin dekat dengannya. Bertahun-tahun aku hidup, tak sekalipun aku berpikir akan bisa dekat dengan seseorang kecuali Marvis dan Vian, saudaraku yang tinggal di benua lain. Tapi nyatanya perkataan yang meluncur dari bibir Tyler di malam pertemuan kami, mampu menggerakkan hatiku. Ia tidak takut padaku, setelah melihatku membunuh beberapa orang hitman yang dibayar untuk membunuhku. Hal yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Hidupku tidaklah sama dengan kehidupan orang kebanyakan, aku terlahir di sebuah keluarga yang keras dan miliki obsesi tinggi akan kekuasaan dan kesuksesan. Kami hidup dengan bekerja keras membangun kerajaan bisnis yang berkuasa. Tentu dengan cara yang tidak biasa juga, tidak jarang kami menghancurkan perusahaan saingan dengan cara kotor, atau bahkan melukai beberapa orang yang mencoba menentang maupun yang berkhianat kepada kami. Hal ini membuat begitu banyak orang menaruh rasa benci dan dendam terhadap keluargaku dan tentu saja padaku secara pribadi, karena gaya hidupku tidak jauh lebih kejam dari keluargaku yang lain. Tidak jarang aku disergap atau dijebak oleh orang-orang bayaran. Namun hal itu sama sekali tidak menggangguku, selalu ada bayaran yang pantas untuk sesuatu yang berharga. Ya, bayaran atas kesuksesanku adalah kematian yang bisa datang kapan saja dari orang-orang yang hidupnya aku rusak. *** Saat ini aku tengah duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di pinggir lapangan basket ruang olahraga sekolah tempat Tyler mengajar. Mataku terus bergerak memperhatikan pria itu. Ia terus bergerak lincah dan berteriak memberi instruksi pada para remaja yang dilatihnya. "Ke kanan! Kanan, Jimmy!" "Oper! Oper bolanya, Greg!!" "Jangan ragu-ragu David, rebut bolanya! Gerak kakimu!! Ayo nak, kalian bisa melakukannya!" Berbagai instruksi terus terdengar selama permainan 3 on 3 itu berlangsung, Tyler terlihat sangat liar saat melatih remaja-remaja itu. Sejak pertemuan kami, aku sering meluangkan waktuku untuk bertemu dengan Tyler. Hampir setiap hari aku mengunjunginya dan menonton ia melatih team basket sekolah ini. Rasanya mengamati pria bertubuh tinggi ini, memberi hiburan tersendiri bagiku. Ia memiliki postur tubuh tegap dipenuhi otot-otot terlatih. Garis rahang yang kokoh di wajahnya, membuat ia terlihat sangat menarik, dengan rambut hitam yang dibiarkan terurai agak acak-acakan yang begitu cocok membingkai wajahnya memberi kesan seksi. Berbanding terbalik denganku yang hanya memiliki tinggi 170 cm, dengan garis wajah halus, rambut pirang dan kulit putih s**u yang tidak pernah bisa mengelap sekalipun terkena sinar matahari. Ditambah dengan potongan wajah oriental ciri khas orang Asia yang diwariskan dari wajah nenekku, membuatku tampak manis ketimbang tampan. Bahkan meski aku begitu sering melatih tubuhku, tetap saja aku tidak memiliki otot-otot yang menonjol. Hanya badan bugar dan lincah yang kudapat. Sungguh berbeda dengan seluruh anggota keluargaku yang memiliki tinggi di atas rata-rata dan tubuh proporsional. Entah karena tidak beruntung, atau kesalahan dalam penurun gen. Yang jelas, semua itu membuatku sedikit iri dengan mereka yang memiliki tubuh tinggi. "Dean, maaf lama menunggu. Mau mampir makan malam dulu?" Suara Tyler membangunkanku dari lamunan. Ruang olah raga telah sepi, sepertinya mereka telah selesai latihan tanpa kusadari. "Tentu, Tyler." Aku segera menjawab, menyetujui ajakannya. Setelah itu kami berjalan bersama ke parkiran, melajukan mobil masing-masing ke sebuah restoran Jepang tidak jauh dari sekolah. "Dean, kenapa kamu begitu sering datang ke sekolah? Bagaimana dengan pekerjaanmu, apa tidak masalah ditinggal?" tanya Tyler. Tepat setelah kami duduk dan selesai memesan makanan. "Tidak. Aku bosnya. Tidak akan ada yang berani protes bila aku tidak datang ke kantor," jawabku seadanya. "Huh? Bos, sombong sekali kamu!" Ia mendengus mengejek, tidak percaya pada perkataanku. "Hei, aku serius! Kau tidak lihat Lamborghini keluaran terbaruku? Aku ini pria kaya raya , Dude" "Kau pasti bercanda. Apa pekerjaanmu? Hitman?" Ia tertawa lantang mengejekku. Sepertinya ia mengira pekerjaanku hanyalah membunuh saja. "Menurutmu?" tanyaku balik, sambil menaikkan alisku. "Jadi sungguhan? Itu sebabnya kau membunuh orang-orang itu dan bahkan beritanya tidak muncul di televisi." Tyler kini berbicara sambil berbisik agar tidak terdengar oleh orang yang duduk di meja sebelah kami. Wajahnya tampak sedikit pucat, keterkejutan terlihat jelas di matanya yang indah itu. "Hm ... jadi kamu tetap mau berteman dengan seorang whitman, Tyler?" Aku tersenyum menggoda, menyenangkan mempermainkan pria ini, ekspresi wajahnya berubah-ubah begitu mudah dibaca. Kini ia tampak gugup, keringat jatuh menetes dari keningnya. "Kumohon, berhentilah. Nyawa manusia bukan mainan." Tak lama, ia kembali bersuara lirih. Matanya menatapku intens, memohon. Terlihat tidak nyaman bersamaku. "Aku hanya bercanda. Bacalah, itu pekerjaanku." Kusandarkan punggungku ke sofa, menutup mataku sejenak, menarik napas, meronggoh kartu namaku dari dalam saku dan memberikan padanya. Wajah Tyler kini nampak cemberut, kening mengerut dan matanya menatapku sebelum ia mengalihkan pandangannya pada kertas kecil di tangannya. "Angelo Sercurity Group? Direktur Utama?" tanyanya sambil mengeja tulisan di kartu namaku. Aku hanya mengangguk kecil mengiyakan pertanyaannya. "Malaikat penjaga? Menggelikan sekali nama perusahaanmu, tidak cocok denganmu!" Ejeknya padaku. Bisa kulihat, Tyler tidak lagi gugup setelah tahu aku bukan seorang hitman. "Well ... itu warisan, Tyler. Aku hanya melanjutkan mengelolanya. Lagian Angelo itu nama keluargaku, tidakkah kita sudah berkenalan." Aku sedikit memamerkan senyumanku, dengan niat menggoda. "Oh salahku. Aku lupa nama lengkapmu, selain Dean." Ia terkekeh padaku, tidak terpengaruh oleh senyumanku. "Nope, Dude. Ayo pergi dari sini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD