4. Empat Sekawan

1802 Words
"Kamu kenapa La?" tanya Andra saat mereka bertemu di tempat parkir. “Biasa,” sahut Nafla singkat lalu meraih tangan Andra, menyandarkan di bahunya seperti biasa. “Kenapa lagi sama Bang Nathan? Kalian ini saudara kembar tapi nggak pernah akur,” jawab Andra dengan tergelak. Sejak mereka SMA Andra jarang sekali melihat Nalfa dan Nathan bersama. Biarpun satu sekolahan tapi saudara kembar tersebut memilih jurusan yang berbeda dan bersikap layaknya teman biasa ketika bertemu. Andra, Bobby, dan Dimas sampai keheranan. Nathan memang terlihat selalu bersikap acuh, tapi laki-laki itu selalu memperhatikan sepak terjang Nafla. Nathan juga sudah mewanti-wanti mereka bertiga untuk menjaga Nafla dengan baik. “Dia mah suka mancing masalah. Masak setiap berkumpul selalu aja ngomongin cowok pohon kelapa itu,” terang Nafla dengan cemberut. “Cowok pohon kelapa?” ulang Andra bingung. “Siapa sih La? Sumpah aku nggak paham yang kamu bicarakan?” Andra menatap Nafla sembari terus melangkah beriringan dengan gadis itu. “Ah kamu ini masih muda udah pikun aja.” Nafla mendongak demi menatap Andra. “Itu cowok ala boyband Korea yang pernah datang ke sekolah jemput aku dulu,” terang Nafla dengan meringis. Sumpah demi apapun Nafla sangat malu saat itu. Dengan Pd –nya Rizky datang ke sekolah dan mengakui dirinya sebagai pacar di hadapan teman-temannya yang langsung berteriak histeris. “Oalah cowok itu?” Andra tergelak. “Lagian dia kan emang ganteng. Wajarlah klo cewek satu sekolah langsung heboh,” sambung Andra yang langsung membuat Nafla berdecak. “Justru aku yang heran La. Kenapa cowok ganteng macam dia malah naksir cewek abu-abu macam kamu ya?” ejek Andra yang seketika mendapatkan pukulan di perutnya. “Ya Allah. Ni cewek bar-bar banget ya,” gerutu Andra seraya memegangi perutnya. Nafla mana peduli dengan rintihan sahabatnya. Kakinya tetap melangkah. Meninggalkan Andra begitu saja. Gegas Andra mengejar langkah Nafla. “Kamu ini suka banget KDRT.” Kembali Andra berucap seraya mengulas senyuman lebar. Seperti biasa Andra akan duduk di kursi samping Nafla selama perkuliahan berlangsung. Teman-teman sekelas mereka pun sudah terbiasa melihat kebersamaan antara Nafla dan Andra. Bahkan mereka tahu jika tak hanya Andra yang menjadi sahabat gadis tomboy tersebut. Ada Bobby dan Dimas yang sering datang ke gedung fakultas psikologi untuk menemui Nafla dan Andra. Mereka berempat layaknya F4, drama berjudul Meteor Garden dari negeri Taiwan yang pertama tayang pada tahun 2001. Drama cinta remaja tersebut ymenjadi trend dan digandrungi para remaja di masa itu. Lalu muncul drama yang sama dalam berbagai versi. Salah satunya dari negeri gingseng Korea dengan judul Boy Before Flowers yang tayang di tahun 2009. Bedanya genk Nafla bukan sekumpulan 4 remaja tampan dari keluarga konglomerat dan satu gadis miskin, melainkan 4 sabahat dengan satu perempuan sebagai pemimpin. Meskipun tidak ada sedikitpun sisi femininya tapi kecantikan Nafla yang natural juga dikenal oleh para mahasiswa. Hanya saja tak satupun dari mereka yang memiliki nyali untuk mendekati Nafla. Ada 3 laki-laki yang selalu menjaganya. Itu belum termasuk saudara kembarnya Nathan yang juga sudah dikenal playboy seantero kampus. Kelas bubar tepat pukul 12 siang dan Nafla ingin berkumpul dengan para sahabatnya sebelum pulang. Namun karena Dimas dan Bobby belum ke luar kelas maka Nafla dan Andra memilih menunggu di kantin. “Moccacino?” tawar Andra yang sudah hapal dengan minuman favorit Nafla. “Sip!” Nafla mengacungkan ibu jarinya menyetujui tawaran Andra. Sembari menunggu minuman pesanan mereka datang Nafla mengeluarkan ponsel dari dalam tas ranselnya. Nafla menghela napas panjang saat membaca nama pengirim pesan yang berada diurutan paling atas. Belakangan terakhir laki-laki yang dijulukinya nyiur melambai atau pohon kelapa itu gencar sekali mengganggu hidupnya. Risky akan menelepon layaknya resep dokter. Sehari 3x setelah makan. Bayangkan saja dalam sehari Rizky akan meneleponnya hanya menanyakan “Kamu lagi apa?” atau sekadar “Jangan lupa makan!” Nafla sudah muak dengan sikap musuh bebuyutannya yang mendadak berubah 180°. Laki-laki menyebalkan dan jahil itu mendadak sangat perhatian padanya. Tentu saja hal itu semakin membuat Nafla membenci laki-laki berwajah oriental tersebut. Bertemu dengan Rizky adalah hal paling ia hindari. Sekarang yang Nafla lakukan hanya memandangi ponselnya yang sedang berdering. “Kenapa nggak diangkat?” ujar Andra penasaran. Tanpa berniat menjawab Kia hanya menunjukkan layar ponselnya kepada Andra. “Terima kasih ya Mbak,” ucap Andra kepada pegawai kantin yang mengantarkan minuman mereka berdua. “Sama-sama Mas,” jawab pegawai tersebut sebelum pergi. “Kamu angkat aja! Bilang aja kamu pacarku,” perintah Nafla seraya menyerahkan ponselnya. “Nggak. Aku nggak mau ikut campur urusan pribadi kamu satu itu,” tolak Andra seraya menatap Nafla penuh arti. Bukan itu yang Andra inginkan. Bukan hanya sekadar pacar pura-pura melainkan pacar sungguhan. “Dasar kamu nggak setia kawan!” cibir Nafla lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Lebih baik membiarkannya mati dengan sendirinya daripada me-riject karena jika itu sampai terjadi besok pasti laki-laki pohon kelapa itu sudah tiba di Yogyakarta. Hidupnya akan semakin kacau jika Rizky ada di sekitarnya. “Ini bukan masalah setia kawan atau tidaknya La. Aku nggak berhak ikut campur masalah pribadimu kecuali kamu yang meminta.” Andra mencoba menjelaskan kepada perempuan keras kepala di sampingnya. “Apalagi Rizky itu bukan orang lain bagi keluarga kamu,” imbuh Andra benar adanya. Jangankan Andra. Nafla sendiri tidak ingin mencari masalah dengan Rizky. Makanya Nafla memilih menghindar daripada meladeni Rizky. Karena sekali saja Nafla membuat masalah maka urusannya pasti akan berbuntut panjang. Apalagi Maminya secara terang-terangan memberikan dukungan kepada Rizky. Satu-satu orang dalam keluarganya tak mampu dikalahkannya adalah Maminya. Jadi jika Maminya yang memberikan titah maka Nafla tidak akan mampu berbuat apapun. Nafla meraih cangkir moccacino miliknya lalu menyesap secara perlahan sembari menatap ponselnya yang kembali berdering. Tak ada sedikitpun keinginan Nafla untuk menerima telepon tersebut. Baru saja dering ponsel Nafla berhenti saat berganti ponsel Andra yang berdering. Segera Andra mengambil ponselnya dari saku kemejanya. “Nathan telepon!” tunjuk Andra saat melihat nama Nathan tertera di layar ponselnya. Sejenak Nafla tampak berpikir sebelum menanggapi ucapan Andra. Tanpa merasa curiga sedikitpun Nafla memerintahkan Andra untuk menerima telepon dari saudara kembarnya. Karena memang selama ini Nathan juga sudah mengenal dengan baik ketiga sahabatnya. “Angkat aja kali aja penting!” “Ada apa Than?” sahut Andra seraya me-loudspeaker ponselnya agar Nafla bisa ikut mendengar. “Bilang ke Lala suruh angkat telepon Bang Eki! Gara-gara dia acara kencanku bersama pacar baru terganggu aja,” gerutu Nathan lalu menutup telepon sebelum Andra sempat menjawabnya. Hanya dalam hitungan detik ponsel Nafla kembali berdering. Sama seperti tadi. Nafla hanya memandangi ponselnya seraya menikmati moccacino miliknya. Tak lama Bobby dan Dimas datang dan bergabung bersama mereka. “Kenapa?” ujar Dimas kepada Andra saat melihat wajah jutek Nafla. “Kalian pesen minuman dulu aja sana!” Bukannya menjawab pertanyaan dari Dimas, Andra justru mengalihkan pembicaraan. Bobby lantas mendatangi pegawai kantin untuk memesan dua cangir kopi sedangkan Dimas mendaratkan bokongnya di kursi depan Nafla. “Kamu kenapa sih Beb kok bete’ gitu?” ujar Dimas dengan panggilan kesayangannya. “Beb Beb, bebek kalee!” sinis Nafla mendengar panggilan kesayangan Dimas untuknya yang terdengar menggelikan. Padahal Nafla sudah sering melayangkan protes. Tapi Dimas mana peduli. Katanya, Nafla itu ratunya sedangkan para perempuan yang dipacari Dimas hanyalah para selirnya. Ingat, dari ketiga sahabatnya hanya Andra lah yang menurut Nafla waras. Yang dua human eror. “Baca nih pesen dari saudara kembar kamu!” Andra menunjukkan pesan w******p yang baru saja masuk dari Nathan. Dengan perasaan enggan Nafla membaca pesan dari Nathan yang bisa dipastikan jika pesan tersebut adalah pesan dari Rikzy. “Lala suruh angkat telepon Bang Eki klo nggak mau besok Bang Eki datang!” “s**t! Dasar cowok sarap! Sukanya maen ancem aja!” kesal Nafla yang hanya ditanggapi oleh ketiga sahabatnya dengan senyuman. “Ada ya cowok macem begini. Nyebelinnya tingkat dewa, sumpah!” Belum tuntas umpatan Nafla ponselnya kembali berdering. “Angkat!” Serempak ketiga sahabat kesayangan Nafla berujar. Nafla menatap mereka bertiga secara bergantian barulah menerima telepon tersebut. “Ada apa sih Bang Eki? Bisa nggak sih Abang pergi dari hidup Lala? Sumpah deh Abang ini nggak ada bosen-bosennya ganggu hidup Lala. Please biarin Lala menikmati hidup yang hanya sekali ini!” Mendengar rentetan kalimat panjang sukses mengundang tawa ketiga sahabatnya. Nafla yang mereka kenal selama ini tidak pernah mengalah kepada siapapun. Yang mereka tahu lawan paling tangguh bagi Nafla hanya Maminya. Tapi sekarang lihatlah! Nafla memohon kepada musuh bebuyutannya. “Justru itu Lala sayang. Karena hidup cuma sekali makanya Abang ingin menghabiskan sisa usia Abang bersama kamu,” jawab Rizky dengan tergelak yang sukses menyulut emosi Nafla. “Ogah. Lala nggak mau mati muda!” pekik Nafla lalu mematikan sambungan teleponnya. “Udah deh terima aja cinta laki-laki pohon kelapa itu!” ucap Bobby yang masih dengan sisa tawanya. Seketika mata Nafla melotot tajam lalu berkata-kata, “Daripada aku nerima cinta dia mending pacaran dengan salah satu dari kalian aja.” “Ogah!” sahut Bobby dan Dimas serempak. Bibir Nafla berdecak mendengar penolakan dua sahabatnya. “Ah klo gitu sama Andra aja!” ucap Nafla seraya menatap Andra dengan memainkan sedua alis. “Everything for you!” jawab Andra dengan santai lalu mengacak puncak rambut Nafla dengan gemas. Biarpun galak tapi adakalanya Nafla bersikap manis dan manja kepada ketiga sahabat yang semuanya laki-laki. “Kan cuma Andra sahabat terbaikku. Kalian berdua mah pura-pura aja baik!” sinis Nafla menatap Bobby dan Dimas yang masih menertawakan dirinya sembari merapikan kembali ikatan rambutnya yang berantakan karena ulah Andra. Setelah menghabiskan minuman, mereka segera meninggalkan kantin lalu menuju tempat parkir. Mereka berencana berkumpul di kos Andra seperti biasanya. Namun baru saja Nafla memakai helm ponselnya berdering. Melihat nama Maminya tertera di sana Nafla segera menerimanya. “Mami sayang…. Suruh yang lain kenapa sih! Kenapa mesti Lala? Ini Lala baru aja mau hang out bareng temen-temen!” kesal Nafla saat mendapatkan perintah dari Maminya untuk mengambil sesuatu di rumah pamannya. Melihat ekspesi wajah kesal Nafla tentu saja mereka bertiga seketika paham jika ratu dalam genk mereka harus segera pergi. “Maaf ya guys aku nggak bisa ikut. Ibu Suri memberi titah!” ucap Nafla dengan perasaan menyesal. Bagi Nafla hari ini menjadi hari terburuknya. Sejak pagi Rizky sudah merusak mood-nya dan sekarang Maminya. “Ok!” Sahut Dimas lantas menghidupkan mesin motor. Pun dengan Andra dan Bobby. Seperti biasa mereka baru akan menjalankan motor di belakang motor Nafla saat ke luar dari area kampus. Baru setelah di luar mereka akan berpisah menurut tujuan masing-masing. “Kalian duluan aja ke kosanku. Aku mau anter Lala dulu!” Andra memberikan kunci kosnya kepada Dimas baru melajukan motornya menyusul Nafla. “Yuk jalan!” ajak Bobby seraya menatap Dimas penuh arti. Sejak dulu mereka berdua sudah curiga dengan sikap Andra kepada Nafla. Namun perasaan Andra terhalang status persahabatan. Mirisnya, Nafla tidak pernah sedikitpun peka dengan perasaan Andra terhadapnya. “Lihat nasib cinta sohib lu Bob! Miris amat!” ucap Dimas sarkas seraya mulai melajukan motornya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD