Awal Permusuhan

1263 Words
Nenek Anjum tertunduk malu setelah mengetahui perbuatan memalukan yang dilakukan oleh Shiv. Ia lalu melepaskan kedua sandalnya dan meletakkannya ke atas meja. Semua merasa heran dengan apa yang dilakukan oleh wanita tua itu. "Ini adalah sandalku. Cucuku telah melakukan perbuatan yang sangat buruk, aku meminta padamu untuk memukulnya dengan sandal itu." Ucap nenek dengan nada serak. Nenek rela jika cucunya dipukuli daripada harus dikeluarkan dari sekolah karena waktu ujian akhir sebentar lagi. "Tidak ada rasa malu yang lebih memalukan lagi dari ini. Aku sudah cukup menanggung beban selama ini, aku serah padamu, Tuan! Berikan saja hukuman apapun pada cucuku itu asal jangan meminta dia untuk ke luar dari sekolah ini." Ungkap nenek kembali sembari melipat kedua tangannya memohon. Jyoti dan ayahnya saling menatap. Sejujurnya ayahnya Jyoti juga merasa kasihan melihat sang nenek memohon seperti itu. Ia merasa tidak enak hati karenanya. Shiv yang berdiri di pojok menahan amarahnya melihat nenek memohon seperti pengemis. Ia merasa tidak terima dengan sikap ayah Jyoti yang merasa derajatnya leboh tinggi dari keluarganya. "Nyonya jangan membuat aku malu dengan menundukkan kepalamu di hadapanku. Anda yang lebih tua, kurang pantas rasanya jika nyonya memohon seperti itu kepada orang kecil seperti kami." balas ayah Jyoti sambil melipat tangannya pula. Ayah Jyoti lalu mengalihkan perhatiannya kepada Shiv dan Nitin. "Aku juga tidak tega melihat kedua anak itu harus dikeluarkan diakhir-akhir semester ini," gumam ayah Jyoti berpikir kembali mengenai tuntutannya. Lelaki itu mengalihkan perhatiannya kepada Bapak Kepala Sekolah. "Pak Kepala Sekolah aku mencabut tuntutanku kembali. Berikan mereka kesempatan kedua agar bisa berubah!" ujar ayah Jyoti mencabut tuntutannya. Bapak Kepala Sekolah terdiam sejenak. Ia juga menatap kedua anak muda itu dengan seksama. "Baiklah. Sekolah akan membiarkan anak-anak itu untuk ikut ujian akhir atas permintaan anda, Tuan." "Terima kasih, Pak. Tapi aku punya satu permintaan kecil," sela ayah Jyoti hingga membuat semua orang kembali terperangah. "Pasti meminta uang!" gumam ibu Nitin pelan. "Aku sudah mencabut laporanku tapi setidaknya anak-anak itu meminta maaf pada putriku yang sudah dipermalukan, hanya itu permintaanku." Ungkap ayah Jyoti. "Baiklah." Kepala Sekolah menulis sesuatu di sebuah kertas. "Kalian berdua majulah ke mari!" panggil Pak Kepala Sekolah. Shiv dan Nitin pun melangkah maju. "Kalian masih diberikan kesempatan untuk tetap bersekolah di sini. Ayah Jyoti mencabut laporannya terkait tindakan yang kalian lakukan," ujar Kepala Sekolah. "Sekarang yang harus kalian lakukan tidak banyak, kalian hanya dituntut untuk meminta maaf ke pada Jyoti dan keluarganya. Lakukan itu dan tanda tangani surat perjanjian ini. Setelah selesai kalian bisa kembali ke kelas kalian," lanjut Kepala Sekolah memberikan keputusan akhir. Kedua orang tua Nitin merasa lega dengan keputusan itu. Mereka berdua lalu berdiri menghampiri putranya. "Ayo! Kau harus minta maaf pada gadis itu dan urusan kita selesai!" cetus ayah Nitin ke padanya. Ia tidak ingin berlama-lama hanya karena masalah kecil seperti itu. Nitin tampak ragu namun ia harus melakukannya karena takut pada kedua orang tuannya. Lelaki itu maju ke depan Jyoti dan ayahnya sambil menundukkan kepalanya. "Pak aku meminta maaf karena perbuatanku pada Jyoti. Aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi, Jyoti tolong maafkan aku," ucap Nitin masih menundukkan kepalanya. Nitin lalu berlutut di hadapan Jyoti dan ayahnya. Dia juga melipat kedua tangannya menatap mereka. Ayah Jyoti meraih tangannya dan berkata, "sudahlah. Aku berharap kau benar-benar berubah setelah ini." tanggap ayah Jyoti. Nitin kembali berdiri dan menghampiri kedua orang tuanya. Tiba pada giliran Shiv, ia enggan untuk meminta maaf pada Jyoti dan ayahnya karena merasa derajat mereka lebih rendah. "Shiv ayo minta maaf pada Jyoti dan ayahnya!" perintah bapak Kepala Sekolah. Shiv hanya menatap Jyoti dan ayahnya tanpa ekspresi. "Aku tidak akan meminta maaf pada mereka yang miskin itu!" ucap lelaki itu dengan lantang sehingga membuat semua orang terperangah. "Bagaimana mungkin aku akan menundukkan kepalaku pada orang bertaraf hidup rendah, itu hanya akan menjatuhkan harga diriku." Lanjut Shiv dengan argumennya. Nenek hilang kesabaran lalu berusaha kuat untuk berdiri. Wanita tua itu berjalan menghampiri Shiv dan menatap tajam padanya. PLAAAAAKKK Shiv sontak kaget dengan tindakan yang dilakukan neneknya. "Hanya kata maaf saja begitu sulit bagimu untuk mengatakannya?" bentak nenek menjadi berang. Shiv menahan amarahnya pula karena merasa dipermalukan di depan semua orang. Baru kali ini nenek memukulnya dan itu juga di depan umum. "Aku yang memohon padamu untuk meminta maaf padanya. Apa kau tidak ingin mematuhi perintah dari nenekmu ini?" ungkap si nenek. Shiv masih terdiam membisu. Nenek menjadi hilang kesabaran lalu menarik baju Shiv dan menyeratnya ke depan Jyoti dan ayahnya. "Cepat minta maaf pada gadis itu!" perintah sang nenek menyentakkan tubuh Shiv hingga membuat kancing bajunya copot. Shiv kini berdiri tepan di depan Jyoti dan ayahnya. Dia masih meninggikan egonya dengan tidak ingin meminta kepada gadis tersebut. "Apa kau tidak mendengar perkataan nenekmu ini, Shiv?" Nenek bertanya kembali kepada Shiv. Shiv memalingkan wajahnya dengan tatapan bengis. PLAAAAKKK Shiv terperangah sambil memegang pipinya ditampar lagi oleh sang nenek. Nenek dengan tatapan mata berair melihat sorot mata Shiv. Nenek menahan rasa malu karena perbuatan Shiv yang di luar batas kali ini. Shiv menatap ayah Jyoti lalu perlahan melipat kedua tangannya ke d**a. "Aku minta maaf!" ucap lelaki itu namun nada suaranya terdengar sangar dan menakutkan. Shiv terpaksa melakukan perintah nenek karena tidak ingin membuat diri semakin dipermalukan. Wajah Shiv memerah karena menahan amarah. Ia perlahan melirik ke arah Tara yang masih berdiri. Wajah lelaki itu seperti ingin menerkam Tara, karena kesaksiannya membuat Shiv menjadi murka. "Cucuku sudah minta maaf, Tuan. Jadi tolong bukakan pintu maaf sebesar-besarnya, untuk masalah putrimu aku akan selalu bersedia membantunya hingga ia mempunyai masa depan yang cerah nanti. Aku berjanji padamu," ucap nenek sambil melipat kedua tangannya lagi. "Tidak apa-apa, Nyonya. Aku dan putriku telah memaafkan mereka tapi untuk selanjutnya aku akan membawa putriku dari sini. Saat ini kondisi mental dan emosinya belum stabil karena kejadian itu," ungkap ayah Jyoti. Kedua orang tua Nitin jadi merasa tidak enak karena telah berburuk sangka kepada penjaga sekolah dan putrinya. "Tuan kalau kau tidak keberatan aku dan keluargaku akan memfasilitasi keberangkatan kalian." sela Ayah Nitin pula menawari bantuan. "Benar, Tuan. Katakan saja kau hendak ke mana, kami akan membiayai perjalanan kalian," sahut ibu Nitin juga. "Tuan Ballu janganlah menolak pemberian mereka. Terima saja! Ini juga bisa membantu meringankan bebanmu saat ini." Sahut Bapak Kepala Sekolah yang masih duduk di kursinya. Tuan Ballu lalu mengangguk perlahan menerima tawaran keluarga Nitin. Ia merasa senang karena dapat meringankan keuagannya juga. "Untuk kalian berdua tanda tangani surat perjanjian ini! Jika suatu saat nanti kalian melakukan pelanggaran lagi, maka pihak sekolah tidak akan memberikan kesempatan lain lagi. Ini adalah kesempatan terakhir kalian melakukan perbuatan seperti ini." Shiv dan Nitin melakah maju mendekati meja Kepala Sekolah. Satu per satu dari mereka menandatangani surat perjanjian itu sesuai nama mereka. Setelah selesai menandatangani surat perjanjian tersebut. Kepala Sekolah mengizinkan mereka untuk kembali ke kelas. Keluarga mereka juga menyusul kemudian. Sesampai di luar, "Hei cukup kali ini saja kau membawa-bawa Nitin ke dalam masalah. Kalau kau ingin melakukan sesuatu lakukan saja sendiri. Nitin dididik untuk tidak menjadi berandal seperti dirimu," cetus ibu Nitin saat sampai di koridor. Shiv terdiam mendengar ucapan Ibu dari sahabatnya itu. "Nitin mulai saat ini kalau bergaul lagi dengan anak ini, maka kau akan ayah pindahkan bersekolah ke luar negeri," ujar ayah Nitin pula mengancam putranya. Nitin menelan salivanya karena baru kali melihat ekspresi kedua orangtuanya yang begitu murka. Kedua orangtuanya tersebut melangkah pergi setelah memaki Shiv. Shiv hanya bisa diam kali ini karena nenek masih bersamanya. Nenek hendak melangkah pergi namun Shiv mencoba untuk memanggilnya. "Nenek!" Nenek terus melangkah tanpa menghiraukan panggilan dari cucunya itu. Shiv dan Nitin masih berdiri diam. "Ini semua karena gadis itu. Dia berani memberikan kesaksiannya. Kau akan menyesal Tara," ujar Shiv di dengan tatapan tajam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD