Persiapan Pernikahan

1338 Words
Beberapa hari setelah pelaksanaan ujian akhir. Sekolah memberikan libur tenang selama satu Minggu kepada seluruh siswa. Libur tenang itu dimanfaatkan oleh Shiv untuk pergi berlibur ke Goa bersama teman-temannya, termasuk gadis yang baru menjadi kekasihnya, Tanushree yang akrab disapa Tanu. Sedangkan Tara, hari libur itu digunakan untuk memusyawarahkan perihal rencana pernikahanya dengan keluarga Surinder. Siang itu, keluarga besar Surinder telah duduk di ruang tengah kediaman Tara. Di sana tampak Tuan Shah dan istrinya, Nyonya Jaya, ayah dan ibu Surinder. "Silakan, diminum Tuan dan Nyonya," ucap Ibu Parwati dengan tersenyum menyuguhkan minuman serta cemilannya. Tampak beberapa manisan, ladoo dan kue kering. Surinder dan Tara duduk berdampingan sambil senyam senyum. Tara menundukkan pandangannya karena merasa sangat gugup saat menghadapi keluarga Surinder, terutama Ibu Suri. "Kami ke mari ingin membahas rencana pernikahan putra putri kita. Tara sudah menyelesaikan sekolahnya, jadi Surinder meminta kami untuk segera melangsungkan ritual pernikahan secepatnya," ucap Ayah Surinder menjelaskan maksud kedatangannya. Ibu Parwati memandangi putrinya sejenak. Di dalam hati ia merasa sangat bersalah karena tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghentikan pernikahan itu. Ibu Parwati tahu, jauh di lubuk hati putrinya itu ia sangat ingin bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang Guru. "Bagaimana, Nyonya Parwati?" tanya Ayah Suri kembali. "Aku tidak dapat memutuskan apa-apa. Selama ini Tuan sudah banyak membantu kami, dengan meminta pernikahan secepat ini, aku merasa agak ragu," iawab Ibu Parwati menghentikan perkataannya sejenak. "Ragu kenapa? Bukankah pernikahan itu dilaksanakan lebih cepat hasilnya akan semakin baik?" sela Nyonya Jaya pula. Ibu Parwati sedikit terdiam mendengar ucapan Nyonya Jaya. "Bukan begitu, Nyonya. Hanya saja menurutku apakah tidak terlalu dini menikahkan Tara dan Surinder di usia sekarang? Tara baru saja selesai ujian dan kita belum tau bagaimana hasilnya dan .... " "Ah, masalah itu? Kau tenang saja, kalau hasilnya tidak memuaskan pada akhirnya Tara akan menikah juga, 'kan?" sahut Nyonya Jaya menyambar ucapan Ibu Parwati. "Pada akhirnya Tara akan jadi menantu di rumah kami, setelah menikah dia hanya akan fokus pada pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, mengurus Suri dan keluarganya. Itulah yang akan menjadi tugasnya nanti," lanjut Nyonya Jaya panjang lebar. Ibu Parwati semakin terenyuh setelah mendengar akan seperti apa takdir putrinya itu. Namun, suaminya telah terlanjur berjanji kepada keluarga Surinder untuk menikahkan putrinya pada putra rumah itu. "Hasil pendidikan yang bagus tidak akan berguna setelah seorang wanita menjadi seorang istri. Setelah menikah dia tidak akan bisa melakukan pekerjaan sampingan lainnya, takdirnya hanya akan dihabiskan untuk mengurus keluarga suaminya." Nyonya Jaya semakin mengutarakan perkataannya yang hanya membuat Tara dan ibunya merasa kecewa. Namun, apa mau dikata, itu semua sudah menjadi amanat sang ayah. "Aku mengerti Nyonya tapi setidaknya biarkan Tara menikmati kesendiriannya untuk beberapa waktu. Kami juga perlu melakukan persiapan untuk pernikahannya," ujar Ibu Parwati dengan nada lunak. "Yah, aku tau kau pasti akan mengatakan hal itu. Kau dan putrimu tidak perlu melakukan persiapan apa-apa, kami akan mengurus semuanya." jelas Nyonya Jaya kembali. Ibu Parwati sedikit terperangah mendengarnya. "Tapi, Nyonya," "Ah, sudahlah! Aku tahu kalian ingin melakukannya sendiri tapi ini adalah pernikahan pertama di keluarga kami. Jadi, aku tidak ingin ada kekurangan atau kesalahan apapun dalam ritualnya," sela Nyonya Jaya kembali. "Benar, Nyonya. Biarkan kami saja yang melakukan persiapannya seperti yang diinginkan Ayah Tara! Ia ingin pernikahan putrinya dilaksanakan di rumah ini, jadi kami akan mulai melakukan persiapan di sini," sambung Ayah Surider pula. Ibu Parwati semakin merasa berhutang budi pada keluarga Surinder. "Aku benar-benar tidak tau harus mengatakan apa, tapi," "Iya, aku tahu. Putrimu sangat beruntung, Surinder sangat mencintai putrimu. Demi kebahagiaan putraku aku bahkan rela menerima Tara sebagai menantu di keluargaku. Dia tidak akan kekurangan apapun di rumah kami," tutur Nyonya Jaya dengan gaya mendongakkan kepalanya. "Aku mengerti, Nyonya," lirih Ibu Parwati sembari melirik Tara membayangkan kehidupannya nanti saat telah menjadi menantu keluarga Shah. "Oh, ya Nak Tara kapan hasil ujiannya akan diumumkan?" tanya Ayah Surinder mengalihkan pembicaraan. "Minggu depan, Paman." "Itu bagus. Setelah hasil pengumumannya keluar, kami akan mencari pendeta dan mengirimnya ke rumah ini untuk menentukan tanggal yang baik untuk ritual pernikahan," sambar Nyonya Jaya dengan cepat. "Kami juga akan bersiap-siap, Nyonya." Pembicaraan kedua keluarga itu berlanjut hingga sore hari. *** Malam harinya, Tara sedang merapikan pakaiannya di atas ranjang. Ia melipat seragaman sekolahnya yang tidak akan terpakai lagi. Ibu Parwati mendekatinya dan duduk di atas ranjang melihat aktifitas putrinya itu. "Ada apa, Ibu? Kenapa Ibu terlihat cemas?" Tanya Tara yang melihat raut wajah ibunya yang terpaku. "Tidak ada apa-apa," jawab ibunya singkat. Tara menghentikan sejenak pekerjaannya. Ia menatap ibunya lekat. "Ibu aku tau, Ibu pasti memikirkan rencana pernikahan itu, 'kan?" Ucap Tara bertanya. Ia sebenarnya juga sangat khawatir namun itu sudah menjadi takdirnya yang harus ia jalani. "Tara ibu sangat minta maaf padamu. Ibu tidak dapat menghentikan pernikahanmu dengan Suri," "Kenapa harus dihentikan, Bu?" Sela Tara. "Ibu tau hatimu tidak menerima semua ini, kau pasti punya cita-cita yang ingin kau capai, 'kan?" Tara terdiam beberapa saat. "Yah Ibu memang benar, tapi aku sudah mengambil keputusan. Aku akan menjalani pernikahan ini sesuai dengan amanah yang ditinggalkan ayah." Tutur Tara dengan mengalihkan tatapannya. "Tolong maafkan ayah dan ibu ya, Sayang. Saat itu ayahmu tidak punya pilihan lain selain menyetujui permintaan Tuan Shah. Mereka terlalu banyak membantu ayahmu sehingga ayahmu merasa sangat berhutang budi kepada mereka," "Aku mengerti, Bu. Semua sudah menjadi takdirku, aku menerima semua ini dengan ikhlas," sahut Tara memotong perkataan ibunya. Gadis itu tidak ingin ibunya semakin merasa bersalah karena telah memaksanya menikah diusia yang masih sangat muda. Tara lalu meraih jari jemari sang ibu dan menatapnya dalam. "Surinder sangat mencintai aku, dia sangat perhatian dan menyayangiku sepenuh hatinya. Aku yakin dia tidak akan membiarkan aku merasa menderita atau kesepian di sana." Ucap Tara menenangkan perasaan ibunya itu. "Ibu jangan terlalu mengkhawatirkan aku, justru aku-lah yang akan sangat mencemaskan Ibu nanti." Lanjut Tara dan mencium tangan ibunya. Ibu Parwati lalu membelai wajah gadis kecilnya itu. "Ibu hanya mencemaskan masa depanmu," lirihnya. Tara tersenyum kecil kepada ibunya. "Masa depan sudah jelas di depan mata, Bu. Aku akan menjadi seorang istri, menantu dari keluarga Shah." Ujarnya dengan bersemangat. Ibu Parwati pun meredam kecemasannya itu karena senyuman di wajah Tara yang terlihat sumringah. Akan tetapi nalurinya sebagai seorang ibu tidak akan lepas dari memikirkan masa depan anak perempuan satu-satunya itu. *** Seluruh siswa telah menerima hasil kelulusan mereka, termasuk Tara dan juga Shiv. Tara lulus dengan hasil yang maksimal, Shiv juga lulus dengan hasil yang memuaskan. Saat acara penerimaan, nenek mencium kening Shiv karena merasa bangga dengan cucunya itu. Shiv membuktikan kepada nenek bahwa ia telah berubah. Tara masih berkumpul dengan kedua temannya. Terlihat Meena memeluk Tara dengan erat. Itu adalah hari terakhir ia bertemu dengan Tara dan juga Sona. "Secepat ini kau akan pergi?" Tanya Sona yang juga memeluk gadis itu. "Yah ayah sudah memesankan tiket untukku. Jadi aku tidak punya pilihan lain. Oh ya Tara aku sungguh-sungguh minta maaf padamu," lanjut Meena dan mengalihkan perhatiannya kepada Tara. "Aku tidak dapat menghadiri pernikahanmu dengan Surinder, aku sangat sangat menyesal," ujar Meena sembari melipat kedua telapak tangannya. Tara meraih tangan sahabatnya itu. "Tidak apa-apa, aku juga tidak bisa memaksamu 'kan? Aku hanya berharap kau akan kembali dan menemuiku suatu saat nanti," ucap Tara dengan binar mata berkaca-kaca. "Aku pasti akan menemuimu. Kau harus ingat, saat aku menemuimu nanti kau harus sudah mempunyai bayi kecil yang lucu hehehe ...agar aku dapat membelikan hadiah untuknya nanti." Kata Meena dengan gurauannya. Tara tergelak dan merasa malu. Tiiiitttiiiittt "Aeh aku sudah dipanggil, aku pergi dulu ya." Ucap Meena saat bunyi klakson mobil mengalihkan pandangannya. Ternyata jemputannya telah datang, ia harus berangkat menuju bandara saat itu juga. Meena kembali memeluk kedua sahabatnya itu. "Sampai jumpa!" ucap gadis itu pelan. "Jaga dirimu!" sahut Tara pelan. Meena melepas perlahan kedua sahabatnya itu. Dengan menahan perasaan sedih karena harus berpisah dengan kedua sahabatnya itu, Meena berbalik badan menyeka air mata yang menumpuk di sudut matanya. Gadis itu kembali berbalik menatap temannya, sambil melempar senyuman dan melambaikan tangan Meena melanjutkan langkahnya lagi. "Sampai jumpa lagi!" Sorak Sona melambaikan tangannya. Tara dan Sona saling berpandangan, walau mereka merasa kehilangan namun itu sudah menjadi jalan takdir. Suatu saat pasti akan bertemu lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD