Bab 6

1529 Words
Perlahan ia melangkah pergi, sesekali menatap nanar rumah yang selama ini ia tempati. Terlalu banyak kenangan bagi Mira, kenangan akan bahagianya hidupnya dulu. Mengingat akan hal itu terasa sangat berat baginya pergi. Hanya hembusan nafas kasar yang keluar dari bibirnya. Ia terlalu lelah menangis. Haripun semakin petang, dan entah sudah sejauh apa Mira berjalan tanpa tujuan, hanya air mata yang setia menemani. Kekalutan dan keputus- asaan membuat Mira berniat mengakhiri hidupnya. iyah... ia merasa hidupnya sudah tak berarti walau sebenarnya Mira tak ingin menyakiti anak yang dalam kandungannya. Sekarang Mira sudah ada di jembatan perorangan. Menatap ke bawah dengan pengharapan yang kosong. Hanya dalam waktu 2 bulan semua cita-citanya terasa lenyap. Masih lekat di ingatannya betapa ia bermimpi menjadi seorang psikolog ternama. Ia berencana setelah lulus sekolah, ia akan langsung kuliah. Rencana yang sudah tersusun rapi sekarang harus porak-poranda. Dan tanpa sengaja pandangannya tertuju ke seorang pria. Seseorang yang telah membuat hidupnya begitu berantakan. Dendam membuatnya lupa diri. Setidaknya ia dapat membalas hal yang dilakukan lelaki itu sebelum ia mati. Apa yang telah dilakukan Rendra dan semua penghinaan Maher telah membangunkan sisi psikiopatnya. Wanita itu tak peduli bagaimana caranya. Dengan segera Mira menuruni tangga penyebrangan berlari mendekat mencoba meraih punggung lelaki itu. Sebelumnya ia bahkan sudah memegang ranting kayu yang cukup kuat dan disaat ia ingin mengibaskan kayu ke punggung Rendra ternyata lelaki itu berbalik badan membuat Mira begitu kaget dan takut. Dipejamkan matanya. 'Ahk ... pastinya ia akan membunuhku jika tahu aku ingin balas dendam' Cukup lama Mira menahan langkah bahkan ia tak bergerak sama sekali. Tetapi begitu menyadari sesuatu hal perlahan Mira membuka matanya, dilihatnya lelaki itu meringis kesakitan. Loh bukankah Mira bahkan belum memukulnya? Jadi benar yang ia dengar tadi. Suara Rendra yang begitu kesakitan. Tapi kenapa? Kenapa dengan dia? apa yang terjadi ? tunggu.. kenapa aku jadi khawatir? Batin Mira tak setuju. Cukup lama Mira menimbang-nimbang perasaannya dan ia memutuskan untuk membantu Rendra dulu. Ia lebih memilih rasa kemanusiaannya. Perlahan Mira mendekat. Setelah jarak mereka hanya 2 langkah. "Lo.. lo kenapa ?" Merasa tak ada jawaban Mira akhirnya berjongkok menyamai tinggi Rendra yang telah terperosok lebih dulu. "Eh... gue tanya lo kenapa ?" Sekarang bahkan Mira telah melangkah lebih dekat kearah lelaki itu sehingga tanpa jarak. Diguncangkan sedikit bahu Rendra dengan satu jarinya karena tak kunjung mendapat jawaban. Perlahan Rendra membuka matanya, lalu lelaki itu tersenyum tulus. Melihat senyumnya malah membuat Mira kikuk Mira POV Kulihat seluruh tubuhnya yang terlihat begitu lemah.. ahkk.. aku baru sadar ternyata ada banyak sekali darah di tempat aku jongkok. Ku ikuti asal darah tersebut dan ternyata berasal dari perut Rendra. Sontak aku sangat kaget, ku buka perlahan bajunya dan benar saja ada luka yang cukup panjang membuat aku tidak kuat menatapnya. Pantas dari tadi ia kesakitan. "Ren... lo kenapa! Ayok jawab gue!".. jantungku berdegud begitu kencang bahkan sekarang aku lebih khawatir dengan keadaannya dibandingkan saat Maher mengusirku. Peluh mulai membasahi seluruh tubuh Rendra, pasti ini karena rasa sakit yang ia rasa. Kutarik tangannya dan ku kalungkan di leherku. "Ayo... gue antar lo ke rumah sakit!" "Ja..ngan.." sayu-sayu ku dengar suara Rendra, suaranya begitu lemah. Beda sekali dengan Rendra yang selama ini ku kenal. "Maksud lo apa jangan?! lo bakal kehilangan darah terus kalo tetap disini.!" "Gakpapa.." Jawabnya terengah karena berusaha menahan rasa sakit. Sesekali ia mengigit bibir bawahnya merasa linu di sekujur tubuh tapi justru semakin menambah ketampannya. "Gakpapa kata lo? aduh lagi begini lo masih ajah keras kepala, terserah lo mau cerita apa gak. Yang penting lo dirawat dulu !" sungguh aku kesal dengan sikapnya. "Masalahnya akan semakin panjang kalau ke rumah sakit. Kamu gak usah khawatir, ak... aku udah biasa." 'What...! Kondisi parah begini dia bilang biasa. Dan kenapa juga mesti nolak kerumah sakit?' bathinku tak percaya. "Oke... kalau lo gak mau kerumah sakit setidaknya biar gue anter lo pulang. Lo harus segera diobati, sampai rumah, lo bisa minta diobatin sama ibu lo nanti". Tanpa meminta persetujuaan Rendra aku mulai mencari taksi. Setelah mendapatkan taksi. Aku membopongnya. Ku bilang pada supir jika temanku habis tertabrak sepeda motor, agar supir itu percaya. Lagipula aku gak sepenuhnya berbohong. karena Rendra belum cerita sama sekali kenapa ia jadi seperti ini. Di dalam mobil Rendra lebih banyak diam. Sesekali ia membisikkanku pelan arah rumahnya, 15 menit kemudian kami sampai di depan rumah yang lumayan indah. Rumah yang begitu minimalis juga artistik. Dengan sisa uangku di kantong aku membayar supir tersebut. Ku bopong tubuh Rendra masuk kedalam. ku taruh Rendra di depan teras. Jujur aku kesulitan membopong tubuh besarnya. Setelah sampai di depan pintu aku mengetuknya, namun Rendra berdiri menghampiri, ia mengambil sesuatu dari dalam kantongnya. "Ini... kuncinya." dan setelah kubuka, tak kudapati satupun orang disini. Kulihat Rendra berjalan gontai di belakangku sambil menutup pintu kembali. Perasaan akan kenangan di gedung belakang sekolah teriang lagi. 'Haah... kenapa aku jadi sangat bodoh, aku justru membawanya ke rumah, bagaimana jika terjadi sesuatu lagi?' Pikirku Sekarang aku sedikit menjauh. Aku harus antisipasi dengan lelaki itu. tiba-tiba saja suaranya membuyarkan lamunanku. "Mir... tolong ambilkan P3K ku di kamar, aku tak kuat berjalan lagi." Tidak..! kamar apa nanti ia akan menyerangku kembali di kamar? tapi sekarang ia terlihat kesakitan. Apa orang seperti ini akan berbahaya ?. Dan sekali lagi fikiranku kalah. Aku justru mengikuti naluriku untuk membantu Rendra. Aku mulai menyusuri tiap ruangan, mencari kamarnya. Perlahan aku membuka kamar yang terlihat lebih besar. Dan ternyata di dalam sana sangat rapi dan asri. Perpaduan warna hitam dan putih dengan aroma maskulinny juga terpanjang berbagai piala pada salah satu lemari kaca. Aku tak menyangka jika kamarnya begitu memanjakan mata. Cukup lama aku terpesona dengan kamarnya. Sesaat fikiran ku kembali, buru- buru aku mencari kotak P3K, tujuanku untuk mencari kotak itu bukan untuk mengagumi kamarnya. Runtukku dalam hati. Sekitar 10 menit aku tak kunjung menemui kotak itu. Dan sekarang Rendra telah berdiri di ambang pintu. "Kamu masih lamakah mencarinya ? Aku bahkan sudah kehilangan satu liter darahku di ruang tamu" ketusnya melihatku. "Plak..." aku menepuk jidatku sendiri. Bagaimana bisa aku begitu ceroboh meninggalkan Rendra dengan lukanya berlama-lama di ruang tamu. Ku tarik tangannya masuk, Ku rebahkan badannya di ranjang. "ini baru ajah ketemu, lagi kenapa sih kamar lo tertata rapi banget. Ribet tau mau cari apa-apa!" seringaiku tak mau kalah. "Sekarang sini gue liat luka lo. Aduh kenapa sih lagi tadi lo nolak segala ke rumah sakit? belagu banget si lo! Lo bisa mati kehabisan darah tau !" Aku mulai kembali ke diriku yang bawel sambil membersihkan lukanya dengan alkohol. sementara Rendra, ia hanya tertidur pasrah sambil tangannya menutupi kedua matanya. Sekitar 1 jam aku mengobati lukanya, aku memang terkenal orang yang sedikit lemot. Tapi kali ini aku jauh lebih lama karena sibuk menatap badannya yang sangat seksi. Badan yang dipenuhi otot bisep yang kencang membuat detak jantungku berdetak tak karuan. Tanpa sengaja aku menelan salivaku sendiri. Ku gelengkan kepalaku berkali-kali mencoba mencari kesadaran yang tinggal sedikit. Ini sungguh memalukan!. --- Aku hanya duduk di lantai kamarnya, sambil memegang kedua lututku. Cukup lama aku terdiam kurang lebih 5 jam menatapi Rendra yang tertidur pulas. sebelumnya aku memang memintanya untuk minum obat pereda nyeri. Malampun semakin larut kulihat jam sudah pukul 9. Tetapi tak ada yang bisa aku lakukan di rumah lelaki itu. Rumah asing yang baru pertama aku masuki. aku yang tadi pagi meruntuki nasibku, berharap bisa membalaskan dendamku, tapi sekarang aku membantunya, bahkan aku duduk di rumah orang pembuat masalah. Mengapa takdir bisa cepat berubah ? yang bisa ku lakukan hanya tertawa miring menghadapi kenyataan hidup. Perlahan ku lihat sedikit pergerakan Rendra. "Lo udah sadar? bagaimana sekarang rasanya ? kenapa lo sampai kayak gini ? apa ada orang yang nabrak lo dijalan ? kenapa rumah lo sepi banget ? kemana Ibu lo? apa lo selalu ditinggal sendiri sama keluarga lo? " Ku menatap lekat matanya menunggu jawaban atas rentetan pertanyaanku. Karena sekarang ia sudah mengganti posisinya menjadi bersender di kepala ranjang. "Hemm... pertanyaanmu banyak sekali. Bagaimana kalau kamu tulis saja. Dan aku akan jawab saat aku merasa baikkan." "Huuh.. kamu ngeledek akunya! Kamu gak perlu menjawab satupun pertanyaanku !" kesalku yang sekarang duduk di sebelahnya dengan kedua tangan yang aku silangkan di d*da. "Haa... apa kamu lapar Mira?" tanya Rendra dengan tatapannya yang intens. Sorot matanya yang lembut membuat dad*ku berdegud kencang. "Maaf Mira... aku sudah membuatmu repot, sekarang aku sudah lebih baik. dan soal lukaku. Aku bukan ditabrak tetapi preman di;depan jalan tadi mencoba menusukku, untung saja aku sempat menghindar jadi cuma luka gores yang aku dapat." Pengakuannya sukses membuat bola mataku keluar sempurna. Bagaimana bisa ia setenang itu?. "Apa... preman itu berusaha menusukmu. terus... terus kenapa kamu gak lapor kepolisi. Itu tindakan kriminal Ren, kamu harusnya tadi mau ke rumah sakit kita lakukan otopsi sebagai bukti." Aku begitu panik tanpa sengaja memegang kedua tangannya dan menguncang-guncangkannya. "Tak perlu Mira... aku bahkan sudah membalas mereka lebih dari ini. Karena itu aku tak ingin kamu membawaku kerumah sakit, itu akan semakin menambah masalah. Kamu tidak perlu khawatir ini murni pertengkaran jalanan." Aku sama sekali tak habis pikir. Lelaki seperti apa sebenarnya di sebelahku ? "Baguslah... Emmm dan aku sama sekali tidak khawatir." ucapku berbohong karena sebenarnya hatiku sangat risau mendengar ia bertengkar lagi apalagi dengan preman jalanan. Yang harus diakui pasti memiliki banyak teman dan bisa saja mereka merencanakan balas dendam. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD