Not a dangerous husband 3
Ayam yang sangat lezat
“Aku akan pergi sebentar, jika Moora sudah sadar segera hubungi aku.” perintah Alden pada Irene.
“Kau mau kemana?”
“Ke rumah b******n itu.”
“Jangan lupa lihat Dennis. Aku tadi menitipkannya sama tetangga.” pinta Irene.
Alden hanya bergumam mendengar permintaan Irene, kemudian ia melangkahkan kaki lebarnya ke luar ruang inap tersebut.
Dennis adalah putera Alden dan Irene. Sore itu, Dennis meminta izin pada Irene untuk bermain bola bersama teman-temannya. Sudah hampir malam, Dennis belum juga pulang ke rumah. Irene meminta tolong pada Moora untuk mencari Dennis.
Dennis baru berusia 5 tahun, ia kalau bermain sering lupa waktu. Selalu saja begitu, hingga kalau Dennis tidak pulang, Almoora lah yang mencari Dennis ke rumah teman-temannya.
Sore itu juga seperti itu, Moora mencari Dennis ke lapangan bola. Lapangan itu telah kosong, tidak ada satu anakpun yang bermain di sana. Moora mulai mencari Dennis ke rumah teman-teman Dennis. Hasilnya sama, Dennis tidak ada di rumah temannya.
Kampung Mastah adalah kampung yang kecil, jika matahari sudah tenggelam warga kampung Mastah tidak ada lagi yang keluar rumah. Almoora masih berkeliling mencari Dennis, anak kecil itu adalah anak kakaknya dan Almoora sangat sayang kepadanya.
“Del, kamu melihat Dennis?” tanya Almoora pada Delso, salah seorang teman Dennis yang sudah berusia 7 tahun.
“Tadi kami main ke pantai, pulang dari pantai Dennis kembali ke lapangan bola katanya sendalnya tertinggal di sana,” jawab Delso.
“Terima kasih.”
Almoora kembali memutar arah jalannya untuk kembali ke lapangan bola. Jalan setapak itu sudah sangat gelap, padahal masih jam 8 malam.
Almoora mempercepat langkahnya, ia sangat mengkhawatirkan Dennis. Moora takut, Dennis akan tersesat seperti kejadian beberapa bulan yang lalu. Waktu itu, Dennis tidak menemukan jalan pulang hingga ia menggigil kedinginan di luar rumah. Ditambah lagi cuaca waktu itu sedang tidak baik, angin bertiup dengan sangat kencang. Dennis duduk ketakutan di pinggir jalan setapak sambil memeluk tubuhnya sendiri. Beruntung Almoora bisa menemukannya dan membawa Dennis pulang.
Malam ini, Almoora seperti mersakan kejadian yang sama. Langit sangat gelap, tidak ada bintang yang menghiasinya. Angin juga bertiup dengan kencang. Almoora khawatir, Dennis akan tersesat lagi seperti waktu itu.
*
Di waktu yang sama, tempat yang berbeda.
“Apa lo gak pernah minum, hah?” Bryan bertanya kepada Raymond. Ia tertawa besar setelah melontarkan pertanyaan tersebut. Tawanya terdengar sedikit mengejek Raymond.
“Tidak, aku belum pernah melakukannya.” Raymond menjawab dengan jujur. ‘Mama melarangnya,’ Raymond melanjutkan perkataannya di dalam hati. Tentu saja ia tidak mau Bryan mengetahui alasannya yang tidak pernah meminum alkohol.
“Why? Lo sudah cukup dewasa untuk meminum ini.” Bryan kembali tertawa. Ia sudah menghabiskan 3 botol minuman dan ia masih bisa tertawa dan berbicara. Bryan benar-benar seorang peminum alkohol yang kuat.
“Hanya masalah kebiasaan. Aku tidak biasa meminumnya,” jawab Raymon sambil tersenyum kecil.
Sudah hampir 3 jam mereka bersama. Raymond dan Bryan adalah teman lama, mereka berasal dari kampung yang sama. Bedanya adalah Bryan berasal dari keluarga yang kaya raya. Tuan Almeer, Ayah Raymond memiliki banyak perusahaan di kota. Dan Bryan menjadi pewaris tunggal semua kekayaannya.
Bryan melanjutkan sekolahnya di luar negeri, dan sekarang ia kembali. Mereka berjumpa dan saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Raymond dengan jujur mengatakan kalau ia baru saja di wisuda dan sedang mencari pekerjaan. Lalu Bryan langsung menawarkan Raymond untuk bekerja di perusahaannya.
Menurut pengakuan Bryan, perusahaan itu akan ia ambil alih. Ialah yang akan menjadi CEO di sana dan ia meminta Raymond untuk membantunya. Tentu saja Raymond tidak menolak, karena memang itu yang ia butuhkan. Bekerja dan membawa mamanya ke kota.
“Ayooo, minumlah agak satu botol,” Bryan menyerahkan satu minuman kepada Raymond.
Raymond mengambil minuman tersebut dan mencoba meneguknya.
“Gimana, enak kan? Haaah ... dalam keadaan seperti ini, kita butuh wanita untuk menghangatkan badan.” ujar Bryan.
“Wanita?”
“Ya, wanita! Jangan bilang lo belum pernah memperawani anak gadis orang.” Bryan bertanya dengan pandangan mendelik.
“Belum, memang belum!” Raymond menggelengkan kepalanya. Ia berkata jujur, jangankan memperawani seorang gadis. Berdekatan dengan perempuan saja Raymond tidak pernah. Di usianya yang sudah 24 tahun, Raymond bahkan belum pernah pacaran.
“Oh my god. Lo benar-benar seorang Raymond yang sangat malang.” Bryan kembali tertawa besar, ia meneguk seluruh minuman di dalam botol yang ia pegang. Lalu melempar botol itu jauh.
“Apa lo gak punya ‘pedang’, hah?”
“Lo pasti gak punya ‘pedang’ yang gak bisa lo asah.”
Bryan berkata lagi, tubuhnya sudah mulai oleng dan mulutnya sudah mulai meracau mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti Raymond.
“Ayo kita cari wanita!” ajak Bryan. “Aku membutuhkannya sekarang,”
“Aku akan antar kamu pulang, mana kunci mobilmu? Biar aku yang nyetir!” ucap Raymond.
Raymond kemudian mencari kunci mobil di dalam saku jaket yang dikenakan Bryan, ia lalu memapah tubuh Bryan untuk masuk ke dalam mobil. Setelah itu, ia membawa mobil menuju kampung mereka.
Kepala Raymond agak sedikit pusing, ini karena alkohol yang ia minum tadi. Raymond bukan seorang peminum, ia hanya meminum beberapa tegukan dan sudah memberikan pengaruh pada tubuhnya, sementara Bryan sanggup menghabiskan 4 botol minuman. Benar-benar lelaki yang tangguh, pikir Raymond.
Mobil yang Raymond bawa sudah memasuki jalan setapak yang gelap. Raymond mulai mengedip-ngedipkan matanya. Kemudian ia merasakan pandangannya mulai mengabur, instingnya mengatakan jika ia harus menghentikan mobil yang ia bawa. Raymond takut ia akan menabrak sesuatu jika menyetir dalam keadaan seperti itu.
“Kenapa berhenti?” tanya Bryan.
“Aku merasa sedikit pusing,” jawab Raymond.
Bryan kembali mengambil satu botol minuman lagi, ia membuka segel botol itu dengan lihat kemudian meminum beberapa tegukan lagi.
“Nih, minum!” perintahnya pada Raymond. “Lo akan merasa lebih ringan jika meminumnya,” lanjutnya.
Raymond mengambil botol minuman tersebut dan meneguk minuman itu hingga setengahnya.
“Good man!” ujar Bryan. Ia menyandarkan tubuhnya di jok mobil.
“Lo harus merasakan wanita, Bro! Mereka itu sangat lezat!” racau Byran.
“Lezat?” Raymond membeo. Pikiran Raymond sudah mulai memasuki alam bawah sadarnya.
“Sangat lezat. Jika lo sudah mencicipi mereka, lo akan ketagihan!”
Raymond mulai membayangkan ucapan Bryan. Alam bawah sadarnya menampilkan makanan-makanan yang semuanya di rasa sangat lezat. Raymond serasa mencicipi salah satu makanan itu, dan benar saja. Rasanya sangat lezat.
“Ada wanita!” Bryan dengan cepat membuka pintu mobil. Ia berlari dengan cepat ke arah wanita yang ia lihat tadi.
Raymond mengejarnya dari belakang. Raymond melihat Bryan menangkap sesuatu, sesuatu yang di tangkap itu meronta-ronta dan berteriak. Raymond tertawa melihatnya. Raymond membayangkan Bryan menangkap seekor ayam. Ayam itu berusaha melepaskan diri, namun Bryan lelaki yang tangguh. Ayam tersebut berhasil masuk dalam dekapan Bryan.
“Bryan pasti akan memakan masakan yang lezat,” Raymond berkata sambil membayangkan seekor ayam panggang yang utuh. Ia tersenyum membayangkan dirinya sewaktu kecil dulu ketika Ramona menghidangkan ayam panggang utuh di hari ulang tahunnya, ia mengambil ayam tersebut dan memakannya dengan rakus. Ayam panggang mama yang paling lezat, ucap Raymond di dalam hati.