Bagian 2 : OSPEK PERTAMA SENAR

1101 Words
Bagian 2 : OSPEK PERTAMA SENAR Gadis. Tentu saja dia adalah seorang gadis. Mengingat usianya masih enam belas dan dirinya sudah memasuki sekolah menengah atas di tingkat kedua. Dia baru saja selesai mengurus administrasi di ruangan khusus administrasi dan pamit pada orang dihadapannya yang tersenyum kecil lalu berkata, "hati - hati." Awalnya gadis mengangguk mendengar kata hati - hati yang ditunjukkan untuknya sebagai kata penutup di sana. Tapi pada saat keluar dari ruangan itu, gadis ini mengerti apa yang dimaksud dengan kata hati - hati yang sebenarnya. Bajunya sudah basah kuyup saat dirinya membalikkan badan membelakangi pintu ruangan administrasi itu. Matanya yang sudah terpejam karena kaget kini masih terpejam saat semakin banyak orang tertawa di depannya saat ini. Dan apa yang dikatakan staff administrasi sekolah dengan hati - hati itu semuanya terjawab dengan pasti disini . Dimana dirinya sedang berdiri dengan tertawaan di sekitarnya. Cewek bername-tag Diara P Ramayani itu mengepalkan tangannya saat matanya terbuka dan melihat sekumpulan anak - anak yang tengah tertawa bahagia melihat seragam sekolahnya basah. Dengan seksama, mata Diara menyisir pandangannya untuk melihat orang - orang yang tanpa berdosanya membully dirinya. Bahkan belum satu hari dirinya menginjakkan kakinya di sekolah ini, ucapan selamat datang yang tidak enak itu sudah menyapanya terlebih dahulu. Apa ini semacam perlakuan yang harus diterima jika seseorang masuk ke sekolah ini ? Bukankah sekolah ini adalah sekolah besar yang dimana muridnya juga berprestasi ? Mempunyai segudang siswa dengan kepintaran yang maksimal ? Bukankah itu yang harus diperlihatkan ? "Lo harus ngerasain yang namanya Masa Orientasi Siswa juga dong ," kata seorang cewek yang memegang ember kecil ditangannya. Baiklah. Diara memang tidak menjalani masa orientasi. Tapi apa kelas sebelas juga harus menjalaninya juga? Dia bahkan sudah menjalankannya di sekolah sebleumnya. Sebelum dia di rumahkan tentu saja. Diara yakin, dia pelaku yang sudah mengguyur dirinya sampai basah kuyup seperti ini. Semakin keras Diara mengepalkan tangannya, sampai kuku jarinya memutih pertanda sangat kesal dirinya melihat orang - orang di depannya semakin keras tertawa. Ditambah lagi orang – orang di sekitarnya yang menyaksikan tidak ada yang berniat menolong atau bahkan menatapnya iba. Mereka sama – sama iblis. Mentertawakan dan juga seakan menyetujui siswa baru wajib diperlakukan seperti ini. Diara menarik nafasnya dalam – dalam lalu menghembuskannya kasar saat mendengar suara yang semakin membuat dirinya ingin mengamuk sejadi - jadinya. "Marah nih anak baru." Diara melepaskan kepala tangannya lalu tersenyum manis sekali. Tapi dalam hati Diara bukanlah senyum manis. Senyum miring yang menadakan dia sudah sangat kesal dan ingin sekali mengamuk untuk mereka semua. Kemudian mulai melangkah mendekati orang - orang yang membuat dirinya harus pulang dengan baju basah dan bau. Diara yakin, airnya bukan cuman air yang entah bersih atau tidak. Pasti ada campuran yang membuatnya seakan menjadi sampah yang bau menyengat. Tangan kiri dan kanannya kini beranjak untuk membuka kancing kemeja seragamnya. "Lah, lo mau ngapain anjir," kata satu orang cowok. Baru Diara sadari, lima orang di depannya ini terdiri dari dua cewek dan tiga cowok. Dua cewek dan dua cowok di depan, juga satu lagi dibelakang, bersandar pada tembok yang ikut menertawakan apa yang orang di depannya tertawakan. Sialnya, Diara tau itu mungkin saja bos mereka. Bos selalu ada pada tahapan akhir, bukankah begitu ?  Dasar geng gulali. Batin Diara mendumal keras sekali. Saat Diara sampai di depan cewek pemegang ember, sudah selesai pula Diara membuka kemeja seragamnya yang melapisi baju kaos hitam polosnya. "Cuciin baju gue," kata Diara pelan memaksa si cewek itu untuk mengambil baju seragam yang tadi dilepas Diara. Tangan Diara sudah menjemput tangan cewek itu dengan paksa. Lalu menghempaskan seragamnya di tangan cewek itu. "Woy lo apa - apaan sih?" Kata si cewek dengan name-tag Cherly S itu menghempaskan seragam Diara ke lantai. Diara yang melihat itu sontak tersenyum sinis, "gue mau lo cuciin baju gue. Lo yang ngebuat baju gue basah, bau dan kotor." "Enak aja, emangnya siapa lo?" Balas teman cewek lainnya. Cupu. Pake bantuan. Diara kembali membatin. Mata Diara menatap papan nama seragam cewek itu, Fanny R. Lalu Diara memungut lagi kemeja putihnya dan menghempaskan ke wajah cewek yang menyiram tubuhnya tadi. "Lo mau cuci atau enggak terserah lo. Gue bisa beli lagi. Murah kok," desis Diara pelan lalu kakinya berjalan untuk menjauhi mereka. Benar. Diara akan benar - benar meninggalkan mereka kalau saja tidak ada tangan yang menyekal lengannya sampai dirinya memutar tubuh berhadapan dengan cowok jangkung dengan aroma mint di tubuhnya itu. Diara dekat. Sangat dekat. Terlalu dekat. Diara sedikit mendongkak karena cowok itu cukup tinggi. Bahkan kening Diara hanya sampai dagu sang cowok itu. "Lo jangan macem - macem sama kita. Atau lo mau gue bully sampai lo tamat sekolah disini," desis orang itu. Diara menarik lengannya dengan kasar dari tangan cowok yang tadi mencekalnya. Si cowok kini mengambil tangan Diara dengan lembut dan menghempaskan kemeja milik Diara di tangannya dengan kasar. Sialan. Batin Diara. Diara tidak bisa diperlakukan seperti ini. Apalagi di depan banyak orang yang sedari tadi hanya menonton. Tidak mau menolong atau bahkan bergerak barang sedetik. Sebelum lelaki itu berbalik sempurna dan memunggunginya, Diara kini mencekal lengannya dengan menarik kemeja bagian punggung seragam si cowok itu. "Gini ya, .. -" mata Diara melirik papan nama cowok itu, "Abimanyu U M," sempat Diara menahan tawanya kemudian berdeham menetralkan suaranya lagi. Menurut Diara U M dinama belakang cowok itu lucu. Um. Um. Um. "Bima. Gue rasa itu panggilan buat lo," lanjut Diara kemudian. "Apaan sih lo?" Kata cowok itu melepaskan tangan Diara di seragamnya secara kasar tentu saja. "Gue cuman mau bilang, emang masih jaman nge - bully anak baru? Gue rasa gue udah ninggalin musiman itu pas lagi ada di SMP. Dan SMA ini masih aja ada? Kuno juga ya lo semua ternyata," kata Diara dengan nada menyebalkan. “Senioritas seperti ini kalau sampai dinas pendidikan bagaimana ? Ah gue rasa nyokap dan bokap lo bisa ngebungkam orang – orang di atas sana ‘kan?” Diara bisa melihat orang di sekitarnya terkejut. "LO-" "Kenapa?" Potong Diara cepat, "lagian gue disini adalah korban. Dan kalian pelakunya. Jadi wajar dong gue minta ganti rugi. Jadi- " kata Diara mengibaskan kemeja seragamnya yang basah di depan cowok itu lalu memakaikannya di bahu cowok itu sambil berjinjit sedikit. "Gue mau lo cuciin. Ah engga, buangin. Lo kan bos nya ya. Gue cabut."   Diara kemudian mengambil langkah seribunya menuju parkiran mobil miliknya. Tidak kuat dengan baju yang basah dan kotor juga bau. Diara tau jika orang – orang yang membuli seperti mereka rata – rata dari orang kaya. Terlihat dari guru, staff administrasi dan murid yang lain sudah tau tapi membiarkannya. Tidak ada yang berani. “Jangan sampai mereka ngotak – ngatik mobil gue.” Diara bergumam sendiri. Dan – “Sialan.” Diara tidak bisa menemukan kunci mobilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD