Ten ; ‘Ken’

1626 Words
“Tidak ada penambahan lagi.” Kedua pipinya mengembung kesal ketika indra pendengaran miliknya mendengar kalimat tersebut terucap dari kedua belah bibir Dhiren. Dengusan napas penuh kekesalan dilakukan Theo sembari membuang wajahnya kearah lain, enggan memperhatikan Dhiren yang kini dengan ketenangannya merapikan ikatan dasi yang melilit sepanjang kerah kemeja berwarna putih. Kedua tangan berada di udara ketika mendapatkan tatapan penuh harapan yang ditunjukkan teruntuk dirinya, dia benar-benar memanfaatkan perasaan kasih sayang dengan baik, terbukti kini Araldo hanya diam tidak melakukan pergerakan sedikit pun walaupun dia telah melakukan posisi layaknya seorang kriminal yang tertangkap basah oleh para petugas keamanan yang mengejar dirinya. Theo menggeram menggunakan suara rendahnya membuat suara yang dihasilkan menginterupsi indra pendengaran kedua kakaknya. Araldo menghela napasnya perlahan, dia sedikit mencibir dalam benaknya ketika menyadari bahwa Theo memiliki kepala yang keras layaknya batu. Hentakan tubuh akibat perasaan terkejut spontan dilakukannya ketika mendapatkan sepasang netra milik Dhiren memfokuskan pandangannya kepadanya. Suara geraman itu terhenti, diikuti aliran cairan keringat dihasilkan tubuh Araldo. Theo kembali mengalihkan perhatiannya, pipinya masih dia kembungkan, menambah kesan menggemaskan bagi kedua saudaranya, meskipun mereka tidak menunjukkannya secara langsung. Situasinya tidak tepat untuk melakukan responsi seperti itu, maka dari itu keduanya menahan dirinya. Binar netranya meredup, seolah menyiratkan kesedihan bagi siapapun yang melihat pancarannya. Kedua bola matanya bergerak, pupilnya sedikit bergetar sebelum kepalanya dia gerakkan mengangguk seolah memahami perilaku Dhiren kepadanya. Yah, dia memahami mengapa Dhiren menolak permintaannya mengenai perpanjangan waktu dirinya menjalani kesehariannya, sudah saatnya Theo kembali. Bibirnya melukiskan lengkungan senyuman, tangannya bergerak perlahan dan mencubit pipi adik bungsunya. Mendukung bukan berarti segala keputusan maupun keinginan akan mendapatkan persetujuan tanpa memiliki pemikiran dalam halnya, ada kalanya penolakan terjadi jika keputusan dan keinginan itu dianggap sebagai langkah yang salah juga pemikiran yang dihasilkan memiliki hasil buruk meskipun hanya kemungkinan, kalimat tersebut terucap dari kedua belah bibir Araldo, mengalihkan atensi kedua saudaranya. Tanggapan bahwa dirinya mengerti dilakukan Theo sebagai penutupan dari pembicaraan mereka di pagi hari itu. Decakkan lidah kasar terdengar saat Araldo membelai lembut puncak kepala adik bungsunya, tangannya terhempas kasar ketika Theo menolaknya dengan gerakan menepis tangannya. Lambaian tangan dilakukan Araldo, sedangkan Theo mengucapkan kalimat yang menyiratkan kekhawatiran ketika Dhiren mendapatkan notifikasi pesan. Tanpa melakukan pembicaraan panjang, dia memutuskan untuk segera membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan kedua saudaranya yang masih memiliki waktu untuk bersantai. Suara langkah kakinya terdengar sangat keras, tidak tertutupi suara apapun mengingat sepanjang perjalanannya hanyalah ruangan tertutup tanpa memperlihatkan keberadaan orang lain. Kedua kakunya melangkah memasuki elevator, jemarinya menekan tombol bertuliskan angka dimana destinasinya berada. Hanya memerlukan beberapa detik waktu yang diperlukan elevator untuk mengantarkan Dhiren menuju lantai gedung tempat destinasinya berada, pintu terbuka, suara langkah kembali terdengar. Suara mesin terdengar lembut saat Dhiren meletakkan telapak tangannya, menyentuh permukaan kaca yang dilapisi alat sensor sebagai kunci dari ruangan tersebut. Dhiren melangkah mendekati Alemana, dia sedikit merendahkan tubuhnya untuk memberikan penghormatan sebelum membuka suaranya. Layar hologram berada di hadapannya, menampilkan informasi tentang seseorang. Indra pendengarannya mendengarkan penjelasan Alemana tentang tugas yang akan dia lakukan. Dia mengalihkan perhatiannya ketika suara anggota lain menginterupsi dan memotong pembicaraan Alemana, tidak ada yang menarik dari orang tersebut hanya saja dia dapat melihat guratan wajah Alemana menunjukkan suatu perasaan tersirat. Penjelasan Alemana terhenti setelahnya, Dhiren menganggap bahwa informasi yang disampaikan Alemana secara langsung itu telah mencapai klimaksnya. Terbukti dari pengalihan pembicaraan Alemana yang kini membicarakan tugas lain pada anggota yang menginterupsi mereka sebelumnya. Memberikan penjelasan sebenarnya bukanlah perilaku penting untuk dilakukan mengingat pesan yang dia kirimkan sebelumnya telah memaparkan informasi, hanya saja Alemana menginginkan kepastian suatu hal. Punggung yang bergerak menjauh untuk melakukan tugasnya menjadi perhatian Alemana, dia tidak menginginkannya, kalimat tersebut dia gumamkan seiring pintu ruangannya menelan keberadaan anggotanya tersebut. Sebuah lembar kertas mencetakkan deretan kalimat itu dia ambil dari tempat penyimpanan dibawah meja miliknya, kertas tersebut terbakar perlahan saat bagian lainnya dia arahkan diatas kobaran api kecil dari alat penghasil api yang kerap kali terbawa para lelaki sebagai alat utama pembakaran tembakau. Teknologi zaman sekarang telah berevolusi dengan sangat baik, manfaatkanlah itu, Paman. Alemana mengalihkan perhatiannya ketika suara deru mesin kendaraan beroda empat menginterupsi pendengarannya, kedua belah bibirnya membulat kecil kemudian seulas lengkungan senyuman di bibirnya terbentuk. Suara deru kendaraan itu berasal dari mobil yang dikemudikan Dhiren sebagai transportasi melaksanakan pekerjaan pribadinya, dengan ketenangan dalam dirinya, Dhiren mengemudikan mobil tersebut berada pada kecepatan normal. Kedua bola netranya bergerak kekanan maupun kekiri ketika hendak membelokkan arah perjalanannya menuju destinasi. Tempat tujuannya merupakan sebuah pabrik yang telah lama tidak terpakai sehingga menjadikan bangunan tersebut terpakai sebagai gudang penyimpanan dekat dengan pelabuhan. Fara Davina Citrani, seseorang pelajar namun memiliki pemegang kendali suatu perusahaan persenjataan yang bergerak diluar peraturan pemerintah, Dhiren dipekerjakan untuk membawa perempuan tersebut. Persenjataan yang dilakukannya menjadi kecemasan lain oleh pemerintah negara mereka, dikarenakan barang yang dikirimkan berhasil keluar dari zona pengawasan terlebih Fara memanfaatkan sebuah website untuk mencari keuntungan. Website milik Fara telah diambil alih divisi Delo, beliau telah memerintahkan kepada sebagian kecil anggotanya untuk mencari informasi dari website tersebut. Mereka mengambil alih dengan cara mengambil salah satu data pelanggan sehingga mereka mendapatkan sebuah kunci yang menjadi keutamaan dalam memecahkan kode tersembunyi dari suatu gambar sebagai transaksi. Tidak hanya itu, aktivitas yang dilakukan Fara bersama pelanggannya pada websitenya akan diketahui oleh mereka karena telah mengirimkan sebuah virus juga mengubah sebagian data servernya dengan tujuan salah satu dari anggota mereka yang ditugaskan dalam pekerjaan ini akan dengan mudah mengetahui transaksi yang dilakukan. Sebuah pertemuan transaksi yang dilakukan pada hari besar international. Mereka berhasil mendapatkan agenda transaksi yang dilakukan Fara dalam jangka waktu terdekat dibandingkan agenda transaksi lainnya. Hari ini merupakan sebuah hari peringatan international, dimana hari tersebut menjadi transaski antara Fara dengan pelanggannya, jika saja Dhiren tidak menjadi penggantinya. Dia mengalihkan perhatiannya ketika menyadari keberadaan orang lain berada dalam jangkauannya, Fara Davina Citrani berada dihadapannya. Suara perempuan itu menjadi perpaduan melodi dari deru angin yang berhembus kencang diharmonikan dengan suara pelayaran kapal, mengingat keduanya berada dalam jangkauan pelabuhan. Sebuah benda persegi panjang menjadi tempat penyimpanan dari persenjataan sebagai suatu barang transaksi yang keduanya akan lakukan, Dhiren dapat melihat berbagai jenis persenjataan api dilengkapi dengan perlengkapan lainnya juga sebuah botol kaca perkiraan dapat memenuhi cairan hingga mencapai angka lima ratus dalam satuan mililiter. Namun botol tersebut berisi penuh buah merah memiliki layaknya duri, buah dari jenis ricinus. Tangannya bergerak terulur meraih benda penyimpanan dari barang transaksi mereka, sepasang netra milik Fara terbelak karena perasaan terkejutnya ketika mendapatkan alat penahan terpasang cantik di salah satu pergelangan tangannya. Lukisan garis tercipta pada sisi ponsel milik Dhiren ketika menghindari penyerangan Fara menggunakan alat komunikasinya. Lagi, Dhiren menahan serangan Fara menggunakan alat komunikasinya hingga retakan kecil terjadi. Bilah panjang nan tajam, Fara menggunakan peralatan itu sebagai persenjataannya untuk melakukan serangan terhadap Dhiren. Dengan gerakan cepat, Dhiren menghindari serangan bilah tajam Fara sebelum membalasnya dengan mengarahkan tendangan lutut kakinya pada pergelangan tangannya, mencoba memberikan suatu guncangan untuk merusak keseimbangan perlawanan Fara. Raut wajah penuh guratan emosi amarah terlihat jelas dalam ekspresi Fara, decihan kesal terlontar begitu saja ketika serangan yang dia lakukan dapat dengan mudah terhindari hanya menggunakan ponsel pintar yang tidak memiliki belahan tajam dari sudut manapun, bahkan seharusnya ponsel pintar tidak dapat mengalahkan bilah tajam tajam miliknya begitu saja. Kalenjar saliva miliknya terbuang dari area mulutnya ketika mendapatkan tendangan lurus dari Dhiren yang membentuk sudut pada kaki layaknya sebuah segitiga siku-siku, tubuh Fara terdorong menuju arah belakang akibatnya. Secara spontan Fara mengarahkan bilah tajam miliknya sesaat setelah Dhiren melemparkan ponsel pintarnya menuju tepat kepadanya hingga membuat tubuh ponsel pintar milik Dhiren hancur. Pergelangan tangan Fara tergenggam dengan kuat membuat Dhiren dapat mengambil alih persenjataannya dengan mudah akibat nadi pada pergelangan tangannya tidak mampu menahan tenaga yang dimiliki Dhiren. Fara terjatuh duduk ketika mendapatkan serangan dari benda tumpul pada sudut bilah tajam miliknya. Dhiren mengambil langkah mundur saat Fara mengarahkan kepalan tangannya hingga alat penahan besi tersebut menggores hingga membuat luka pada dagunya. Gerakan aikido menjadi penyerangan yang dilakukan Fara, akan tetapi belum satupun gerakan yang dilakukan perempuan tersebut, Dhiren melemparkan persenjataan miliknya yang telah dia ambil sebelumnya. “Itu lebih baik, aku akan menggunakan bilah tajam yang telah tertanam sedari lahir.” “Ken, ya? Jadi kau memiliki nama Ken dalam dirimu, tetapi bukankah itu terlalu sangat percaya diri hanya karena arti Ken. Meskipun kata itu dapat berarti bilah tajam atau dikatakan sebagai pedang, namun itu hanya bagian dirimu saja, bukan dalam persenjataan.” “Oh, begitu menurutmu?” Dengan gerakan lincah Fara menghindari kepalan tangan namun dia tidak dapat menghindari tendangan memutar yang dilakukan Dhiren sehingga leher miliknya mendapatkan beban berat membuat rasa nyeri dirasakannya. Suara tembakan terdengar, membuat perasaan terkejut dalam diri Fara, dia segera mengalihkan perhatiannya pada tempat penyimpanan yang dibawa dirinya. Terbuka, dia melihat tempat penyimpanan tersebut tersebut terbuka. Dhiren membuka penyimpanan peluru dari persenjataan yang diambilnya, tidak ada peluru lain yang disimpan olehnya, dia memang hanya menargetkan satu tembakan saja terlepas dari senjata itu selanjutnya dia akan menggunakannya sebagai perisai kecil untuk menghindari bilah tajam milik Fara. Tanpa mengubah posisi tubuhnya, Dhiren menahan serangan Fara menggunakan senjata api tanpa peluru itu, percikan api kecil terjadi ketika gesekan kecil dilakukan Fara. Dhiren mendecakkan lidahnya kasar sebelum mengarahkan serangannya tepat pada alat penahan besi yang belum sempurna menahan kedua pergelangan tangan Fara, tangannya meraih alat tersebut sedikit menggunakan tenaga saat menariknya membuat Fara merasakan nyeri akibat besi itu melukai kulit pergelangan tangannya. Membalikkan tubuh lawan, Dhiren menggunakan teknik tersebut sehingga kini Fara terjatuh tersungkur di hadapannya. Teriakan nada tinggi itu menggema, hal terjadi dikarenakan Dhiren membuat luka gores namun cukup dalam pada tungkai kaki Fara Davina Citra. Dhiren menginjak kaki perempuan tersebut tanpa memikirkan rasa sakit yang akan diterima tubuh itu bahkan indra pendengarannya seakan tidak dapat mendengar suara teriakan penuh kesakitan terlontar dari bibir plum itu. “Jika aku diperintahkan untuk membunuhmu tentu saja aku akan memanfaatkan tanaman ricinus sebaik mungkin.”   Mungkin aku sedikit berlebihan, akan aku berikan sedikit kepalsuan pada laporanku nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD