"Kak Ayana.." seru Emily sesaat setelah gadis kecil itu keluar dari gerbang sekolahnya.
Ayana yang melihatnya sontak melambaikan tangannya dengan senyum lebar. Menyambut kedatangan anak asuhnya yang baru saja pulang.
"Kak Ayana nunggu lama ya?" tanya Emily membiarkan Ayana membawakan tasnya.
"Nggak kok, Em. Kakak baru tiba lima menit yang lalu." balas Ayana menanggapi pertanyaan Emily.
Keduanya lantas berjalan beriringan di trotoar. Tujuan mereka saat ini adalah halte bus yang berada tak jauh dari sekolah Emily.
"Hari ini Emily dapat nilai seratus lagi waktu ulangan matematika." cetus Emily dengan wajah sumringah.
"Really? Wahhh.. selamat ya. Kak Ayana ikut seneng dengernya." balas Ayana antusias.
Emily melempar senyum manis ke arah Ayana yang juga tengah menatapnya. Setelah kehadiran gadis itu di hidupnya, Emily merasa memiliki seorang teman, kakak dan juga ibu.
Beberapa tahun ini dia lewati dengan kesendirian. Sang ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai guru. Tapi walaupun begitu, Adam masih menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersamanya di akhir pekan. Dan Emily sudah merasa cukup dengan hal itu.
Dan kini, setelah kedatangan Ayana yang menjadi pengasuhnya. Emily jadi merasa memiliki tempat untuk bersandar dan berkeluh kesah. Semua kejadian yang terjadi di sekolahnya, akan selalu Emily ceritakan pada Ayana. Dan gadis itu akan dengan antusias mendengarkan ceritanya.
"Ayo, Em. Busnya udah datang." ajak Ayana menginterupsi lamunan Emily.
Gadis kecil itu mengangguk samar dan menerima uluran tangan Ayana yang mengajaknya masuk ke dalam bus.
Tak sampai setengah jam, mereka telah sampai di rumah. Setelah Ayana membuka pintu rumahnya, Emily langsung berhambur masuk ke dalam kamarnya. Berganti baju dengan cepat dan berlari ke dapur untuk mengambil camilan dari lemari pendingin.
Ayana sempat mengajak Emily untuk makan siang. Tapi gadis kecil itu menolak karena perutnya masih kenyang setelah menghabiskan jatah makan siangnya di sekolah. Sebagai gantinya Emily meminta Ayana untuk mengambilkan buku pelajarannya di kamar.
Saat ini Ayana tengah membantu Emily mengerjakan pekerjaan rumahnya di ruang keluarga. Emily memang termasuk anak yang rajin. Sepulang sekolah, gadis kecil itu selalu menyempatkan waktunya untuk belajar.
Sore ini mereka hanya berdua saja di rumah. Adam masih belum pulang dari sekolah tempat dia mengajar. Biasanya pria itu akan kembali saat menjelang petang.
Walaupun pernah di tahan di jeruji besi, Adam masih mendapat kesempatan untuk bekerja menjadi seorang guru lagi di tempat tinggal barunya. Namun kali ini dia mengajar di sekolah dasar dan menengah pertama.
"Papa kok belum pulang ya, Kak?" tanya Emily yang baru saja selesai menyelesaikan tugas sekolahnya.
Ayana mengangguk sembari menatap jam yang menempel di dinding. Gadis itu sangat mengetahui kebiasaan Adam. Pria itu akan selalu pulang tepat waktu di jam yang sama setiap harinya.
"Mungkin Papa kamu ada acara lain, Em." celetuk Ayana kurang yakin.
Emily mengangguk samar dan membereskan buku-bukunya. Memasukkannya ke dalam tas dan kembali duduk di samping Ayana.
"Jadi mulai sekarang Kak Ayana tinggal di sini?" tanya Emily setelah beberapa menit diam.
Ayana mengangguk kecil sembari mengulas senyum. Dia memang sudah mengatakan hal itu pada Emily. Dan gadis kecil itu terlihat sangat senang.
"Yeay. Emily jadi punya temen, deh di rumah." seru Emily riang.
Ayana hanya menimpali seruan gadis kecil itu dengan senyuman. Netra coklatnya kembali melirik jam dinding yang telah menunjukkan angka 6 tepat. Sudah hampir 1 jam, dan Adam tak kunjung pulang.
Ayana mulai dilanda rasa cemas. Namun sebisa mungkin dia tidak memperlihatkan kecemasannya pada Emily.
Gadis itu mencoba mengalihkan kekhawatirannya dengan bermain bersama Emily. Dan hampir menunjukkan jam makan malam, Ayana tak kunjung melihat batang hidung Adam.
"Om Adam sebenernya kemana sih.." gumam Ayana cemas. Tidak biasanya pria itu seperti ini.
Karena terlalu lama menunggu kedatangan ayahnya, Emily memutuskan untuk makan malam lebih dulu. Ayana tentu menemaninya sembari mengajaknya bercerita. Dia tidak ingin membuat Emily ikutan cemas karena Adam belum juga pulang.
Jam di dinding kamar Emily kini menunjukkan pukul 9. Gadis kecil itu sudah terlelap di dalam kamarnya setelah Ayana membacakan dongeng pengantar tidur.
Dengan hati-hati, Ayana turun dari ranjang Emily dan keluar kamar. Gadis itu tampak mondar-mandir sembari berusaha menghubungi Adam yang masih tidak dapat dihubungi.
Tidak mendapat balasan atas panggilannya, Ayana mulai merasa gusar. Sebenarnya apa yang terjadi pada pria itu?Apa terjadi sesuatu yang buruk pada Adam? Atau pria itu tidak suka Ayana tinggal di sini?
Brumm.. brumm..
Tepat ketika Ayana hendak kembali ke kamar Emily, dia mendengar suara deru mobil yang berhenti di depan rumah. Dengan tergesa Ayana membuka pintu rumah Adam. Dan bernapas lega setelah melihat siapa yang datang.
"Om Adam! Om Adam kemana aja sih? Kenapa jam segini baru pulang?" cecar Ayana dengan banyak pertanyaan. Gurat cemas masih tampak jelas di wajah cantiknya yang tersorot sinar rembulan.
Ayana mengernyit saat melihat kondisi pria itu saat ini. Raut wajahnya terlihat sayu, dengan bau alkohol yang menyengat dari tubuhnya.
"Om Adam mabuk?" tebak Ayana dengan mata meruncing. Bisa-bisanya Adam asik mabuk di saat dirinya begitu mencemaskan pria itu.
Adam hanya bergumam dan berlalu meninggalkan Ayana dengan berjalan sempoyongan. Pria itu hampir terjungkal jika saja Ayana tidak menangkap Adam.
"Menyusahkan sekali." cibir Ayana kesal.
Dengan setengah menyeret, Ayana menuntun Adam masuk ke dalam rumah. Gadis itu mendudukkan duda tampan tersebut di sofa yang ada di ruang tamu. Dia tidak akan sanggup membawa pria itu ke kamarnya.
Ayana berdecak sembari melepaskan sepatu dan jaket yang Adam kenakan. Dan saat gadis itu hendak beranjak, tiba-tiba saja Adam menahan tubuhnya dengan melingkarkan lengan kekarnya di pinggang Ayana.
"Om.." lirih Ayana mengernyit.
Gadis itu mengerjap polos saat wajah Adam kian mendekat ke arahnya. Tangan besar pria itu juga bermain-main di sekitar wajahnya. Lalu ibu jarinya tidak berhenti mengusap bibirnya.
Ayana merasa sikap Adam begitu berbeda. Pria itu terkenal akan sikapnya yang dingin dan tak tersentuh. Tapi malam ini, Adam justru bersikap lembut pada dirinya. Apa semua ini karena pengaruh alkohol?
"Kamu cantik sekali malam ini." gumam Adam yang masih bisa didengar oleh Ayana.
Netra coklat Ayana membola mendengar pujian dari pria itu. Wajahnya tiba-tiba saja memanas. Dengan semburat merah yang menghiasi kedua pipinya. Desiran aneh mulai dirasakan oleh Ayana.
Tanpa sadar, Adam semakin mendekatkan wajahnya pada Ayana. Mengikis jarak di antara mereka berdua. Ayana tak dapat menghindar dari tatapan Adam yang menatapnya dengan dalam. Sedangkan pria itu terus memajukan wajahnya hingga akhirnya menyentuh benda kenyal yang sedari tadi mengusik tatapannya.
Cup
***