CEO's Secret Room Bagian Dua

924 Words
        Wanita itu mulai menggeliat. Matanyapun perlahan mulai membuka. Abigail bangun dari tidurnya dan duduk seraya memegangi kepalanya yang terasa sangat berat. Sebelah tangannya masih tanpa sadar memegang erat selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Namun didetik berikutnya, napas wanita itu tercekat ketika matanya menatap turun ke bawah dan mendapati tubuhnya tak mengenakan pakaian apapun.          Mata Abigail membelalak. Ia bahkan tak mengingat apa yang terjadi semalam setelah dirinya benar-benar mabuk. Air matanya mulai menetes dan berjatuhan satu persatu dari kedua pelupuk matanya. Hal yang sangat dijaganya direbut oleh orang yang bahkan tak diingat oleh Abigail. Ia menatap sekeliling. Dimana aku? ***          Disebuah mansion yang cukup besar, Rysh berjalan keluar dari kamar mandi dengan sebelah tangan memegang handuk kecil berwarna putih dan menggosokkan pada rambutnya. Pria itu lantas berjalan masuk ke walk in closet dan melemparkan handuk kecil yang digenggamnya. Ia menatap cermin besar di dinding dengan tatapan menerawang.  "Siapa wanita itu?" gumamnya pada diri sendiri.  Ia mengingat wajah wanita yang semalam sudah ditidurinya tapi ia tak ingat siapa nama wanita itu. Rhyspun ingat, saat dirinya terbangun pagi buta, ia  mendapati seorang wanita sudah dibawanya masuk ke ruang rahasia miliknya. Pria itu pun bergegas memindahkannya ke kamar suit hotel sebelum wanita itu tersadar.  Drrrttt ... Drrrttt...  Terdengar suara getaran ponsel dari atas nakas. Pria itu tersadar dari lamunannya. Ia menoleh sesaat dan meraih ponsel tersebut lalu menggeser tombol hijau keatas lalu menekan tombol speaker untuk mengaktifkan suara. "Ada apa kau menghubungiku pagi-pagi?" tanya Rhys. "Apa kau di mansionmu, Rysh?"  tanya seorang pria dari seberang telepon. "Ya! Aku di mansionku. Ada apa kau menghubungiku?" tanya Rhys dengan nada datar. "Aku membutuhkan bantuan dari Timmu!"  "Bantuan dari timku? Misi apa kali ini?" tanya Rhys seraya berjalan mengambil sebuah kemeja berwarna putih tulang pada gantungan kemeja dalam lemari tinggi.  "Tiga buah chip telah dicuri oleh seorang dari timku yang baru saja aku pecat."  "Lalu?" tanya Rhys yang kini sedang mengenakan celana katunnya.  "Supermicrochip itu berisi serangkaian kode yang saling terhubung." "Kode rahasia?" Rhys diam sejenak seraya duduk dikursi yang disediakan dalam walk in closet. "Ya ... Kode rahasia untuk membuka kunci ruang penyimpanan bom nuklir terbesar milik Amerika."  "Siapa yang mencurinya?" tanya Rhys dengan kerutan dahi yang saling bertaut. "Peter! Dia yang telah mencurinya. Dan aku sangat yakin, jika Peter membawa dan menyerahkan chip tersebut pada William, ketua mafia Red Snike." "Bagaimana aku bisa memulai rencana ini?" tanya Rhys. "Aku akan memberikan sebuah chip rahasia padamu untuk menemukan ketiga chip utama."  Rhys menghela napas dalam seraya berkacak pinggang. "Baiklah Harris, aku terima misi ini. Kirimkan chip rahasia yang kau miliki, agar Miller bisa mencarinya."  "Rhys ingat! Misi ini sangat berbahaya, lawan kita kali ini adalah William dan anak buah Red Snike. Aku harap kau dan anak buahmu bergerak dengan hati-hati!" "Aku tidak akan mungkin mati secara tidak terhormat ditangan mafia lain. Kau tahu itu!" tukasnya. "Aku percayakan misi ini pada tim mu. Aku akan menyuruh tim CIA ku bersiap jika sesuatu yang buruk terjadi pada kalian."  cetus Harris seraya menutup panggilannya. ***  Harris Rodriguez adalah kepala organisasi keamanan tingkat tinggi di Amerika, Central Intelligence Agency atau CIA. Dia membentuk sebuah tim pasukan khusus yang juga bekerja sama dengan Rhys dan timnya ketika ada misi yang tidak dapat ditangani langsung oleh agen pemerintah. Sedang Rhys diluar dari perusahaan yang sedang dikelolanya, ia adalan seorang ketua mafia yang sudah sangat terkenal di Amerika bernama Sygma. Tim Rhys bekerja sangat tenang, bahkan tak bisa terdeteksi oleh siapapun. Rhys yang sangat menyukai berbagai hal berteknologi tinggi dan tingkat keamanan yang sangat baik selalu bekerja tanpa gerakan intens. Rhys tidak bekerja sendiri. Dia ditemani dua orang sahabatnya. Miller Moore adalah seorang pria dengan tingkat kejeniusan yang sangat tinggi, seorang ahli cyber yang dibayar cukup mahal oleh Rhys dalam satu kasus yang terpecahkan. Jari jemari Miller yang sangat cepat saat berada diatas sebuah Keyboard. Seorang hacker yang bahkan diperebutkan oleh agen pemerintah.  Dan Jo Ethan, adalah seorang dokter ahli bedah yang sangat terampil menggunakan senjata api serta jago dalam hal bela diri. Tak jarang, Ethan akan menjadi dokter pribadi jika Rhys, Miller atau bahkan para anak buah Sygma mengalami luka yang cukup serius. Rhys yang kini sudah bersiap dengan setelan jasnya meraih kunci mobil sportnya diatas meja lalu berjalan keluar dari mansionnya seraya menempelkan sebuah micro earpiece ditelinganya yang sudah terhubung dengan jaringan rahasia yang dibuat oleh Miller. "Miller, kita punya misi." ujar Rhys seraya mendudukkan dirinya diatas jok mobil. Pria itu kemudian menarik pelan  kebawah pintu mobilnya hingga terdengan suara  "Misi? Dengan Harris dan CIA nya?"  tanya Miller dari seberang sambungan rahasia mereka. "Ya! Misi yang menurutku cukup menarik. Sepertinya, kita akan banyak mengeluarkan tenaga dan peluru dalam misi ini!" ujarnya. Rhys pun pulai mengijak pedal gas, dan melajukan mobil sportnya. "Wah ... Kau dan Ethan akan berolahraga cukup banyak kali ini." timpal Miller. "Dimana Ethan? Sepertinya ada yang salah dengan jantungku." "Apa kau sakit? Apa kau terkena penyakit jantung? Kau jangan dulu mati Rhys, kau harus hidup sepanjang mungkin agar cicilan mobil sportku selesai!" "Kau gila. Aku bukan terkena penyakit jantung! Aku hanya ingin menanyakan sesuatu pada Ethan mengenai sesuatu. Sudahlah! Aku akan menemui Ethan setelah pekerjaanku diperusahaan selesai." Sergah Rhys. "Baiklah, aku akan mendoakan kau berumur panjang Rhys." goda Miller. "Miller!" "Ada apa lagi?" "Kita berkumpul di markas setelah chip rahasia itu diberikan Harris padaku!" ujarnya seraya memutus sambungan pribadinya. Rhys kembali terfokus pada jalanan didepannya yang cukup lengang. Kini, pikirannya kembali terbayang wajah gadis yang tanpa sengaja menjadi One night stand untuknya. Sebelah tangan pria itu mengelus d**a sebelah kirinya seraya mengatur napas dengan perlahan. "Ah ... kenapa jantungku berdetak lebih cepat saat bayangan wajah wanita itu kembali memenuhi pikiranku? Siapa dia sebenarnya? Siapa namanya? Kenapa kali ini aku lupa apa saja yang sudah wanita itu katakan saat kemarin? Separah apapun aku mabuk, aku takkan pernah hilang kendali! Ada apa ini?" gerutunya pada dirinya sendiri. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD