BAB 2

1910 Words
“Oboy, aku pulang!” seru Luna sebaik ia sampai ke apartemen dan membuka pintunya. Seperti inilah aktivitas sehari-hari Luna, ia sepanjang hari akan berbicara dengan Oboy robot kecil kesayangannya ketika sudah penat dan tidak memiliki pekerjaan lagi.   “Sebaiknya kau langsung bergegas mandi Luna,” ucap Oboy membalas perkataan Luna dan itu mendapat reaksi masam dari Luna.   “Kau selalu saja menyuruhku mandi ketika aku pulang kerja, apa kau tidak bosan mengatakan hal itu?” ketus Luna. Ia sekarang kesal dengan robotnya itu.   “Kau harus hidup disiplin,” balas Oboy yang membuat Luna terdiam. “Kau benar, aku harus hidup disiplin. Tapi asal kau tau Oboy, aku manusia paling disiplin di dunia ini.” Luna memuji dirinya sendiri dengan rasa bangga.   “Tidak Luna, kau saja masih sering bangun terlabat dan telat masuk kantor.”   ‘Jleb’ Perkataan Oboy menancap dalam di hari Luna.   “Oboy!! Kau terlalu banyak mengetahui kehidupanku.” Luna membaringkan dirinya di Sofa dengan kasar, ia tidak tau berkata apa lagi ke Oboy, menurutnya robot kecil itu sanagat mengesalkan, tetapi juga sangat menyenangkan. Entahlah, yang pasti Luna kesepian.   “Oboy,” panggil Luna.   “Ada apa Luna?” tanya Oboy dengan nada khas robot, walaupun tidak terlalu kaku karena sudah di perhalus pengembangannya.   “Apa menurutmu aku cantik?” tanya Luna random.   “Cantik itu relatif Luna, kau akan terlihat cantik di mata orang yang tepat.”   “Jawabanmu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku,”   “Kau yang terlalu berekspetasi Luna, sebaiknya kau istirahat sekarang.”   Luna membuang napasnya kasar. Oboy benar, ia terlalu emosional dan berekspetasi berlebihan Mungkin Drian tidak benar-benar menyukainya dan hanya ingin memanfaatkannya saja.   Itu semua bukan berarti Luna benar-benar menginginkan Drian menyukainya, hanya saja Luna ingin tau apa motif dibalik Drian menyukainya, akan sangat sulit bergerak jika nantinya ia benar-benar tidak mengetahuinya.   Luna menghela napasnya dan bangkit dari tidurnya, “Oboy, aku mandi dahulu ya,” ucap Luna dan pergi menuju kamarnya terlebih dahulu untuk mempersiapkan pakaiannya.   “Baik, Luna.” Oboy membalas perkataan Luna dan kembali diam.   ***   Luna menendang batu-batu kerikil kecil dan daun kering di pinggir jalan dengan rasa tidak minat. Ia masih sedikit kesal karena Drian yang sepertinya terlalu banyak mengetahui hal tentangnya, meskipun Drian mennyukainya itu tidak berarti ia terus-terusan ikut campur dalam masalah Luna.   Luna yang sedang tidak memiliki suasana hati yang baik itu sekarang sedang melangkahkan kaki panjangnya ke sebuah mini market dekat apartemennya. Ia memakai pakaian santai dengan baju lengan panjang bewarna hijau tosca di tambah rok panjang bewarna coklat muda, itu membuatnya terlihat lebih feminim dan anggun. Rambut panjangnya yang digerai membuat dirinya terlihat sangat indah di antara jalanan yang cukup sunyi pada saat itu, tentu saja ia menjadi daya tarik bagi beberapa orang yang sedang berjalan di daerah itu.   Sebenarnya banyak yang merasa asing dengan Luna, kenapa demikian? Karena Luna baru saja pindah dari rumah lamanya di Centurya. Ia merasa di sana sangat tidak nyaman untuk bekerja, makanya Luna memiluih tempat yang aman dan damai di daerah Belguaze, tempat sekarang yang ia tapaki ini. Ia juga pindah karena memiliki beebrapa alasan yang tidak bisa ia katakan, itu sangat rahasia bahkan bagi dirinya sendiri.   Luna menikmati udara sore yang cukup menyegarkan di jalanan itu, meskipun di tempat itu cukup banyak kendaraan dan polusi, tetapi hal itu tertutupi dengan banyak pepohonan dan kota yang bisa dibilang di kelilingi oleh hutan.   Sebaik Luna melihat tempat tujuannya, ia mulai mempercepat langkahnya dengan rasa lega karena tujuannya sudah di depan mata. Manik matany sesekali melihat ke sekeliling, ia masih sedikit terpana dengan keadaan di kota Belguaze itu, baginya kota itu sangat indah dan ia juga harus mengenali tempat itu dengan cepat supaya ia menjadi cepat nyaman dengan keadaan tempat barunya.   Luna meraih gagang pintu minimarket dan mendorongnya. Ia langsung merasakan udara sejuk dari dalam minimarket itu dan membuatnya sedikit menggigil, bagaimana tidak, suhu di luar saja dapat membuat embun udara ketika Luna membuang napasnya, di tambah suhu dalam minimarket yang ternyata lebih rendah lagi, tentu saja itu membuat Luna menggigil.   Saat masuk, Luna merasakan udara yang begitu segar dan steril. Luna tersenyum dan mulai melangkahkan kakinya dengan sedikit melompat kecil ke arah rak rak tempat makanan. Luna berpikir minimarket itu merupakan yang terbaik, karena menurutnya kesegaran dan kesehatan sangat diutamakan di minimarket yang sedang ia pijaki itu. Bahkan daging dan buah-buahan mereka selalu segar setiap harinya, tentu saja itu membuat Luna bersemangat saat berbelanja di minimarket kesukaannya itu.   Luna mengarahkan jari telunjuknya ke arah depan dan matanya menyipit, lalu ia mulai menyisir satu per satu makanan apa yang sedang ia butuhkan dan membuat moodnya naik. Tentunya ia juga akan membeli stok persesediaan untuk seminggu. Ya, Luna lebih memilih untuk belanja dan menyiapkan stok persediaan seminggu saja, karena jika sebulan itu akan sangat banyak ketika ia membawa belanjaannya pulang ke rumah, di tambah lagi makanannya sudah tidak segar ketika di minggu ke tiga.   “Baiklah, mari kita membeli sesuai mood dan kebutuhan saja,” gumam Luna seraya mengembangkan senyumnya. Entah mengapa, Luna selalu merasakan euforia ketika ia berbelanja atau membeli sesuatu. Luna menyebutnya itu kebahagiaan sederhana.   Luna masih setia melihat-lihat rak-rak yang tersusun rapi dengan bermacam macam barang. Ia dengan santai memilih apa yang ia butuhkan tanpa dikejar oleh waktu. Kebetulan sekali Luna juga menyukai memasak dan bereksperimen, hal itu tentu membuatnya berpikir hal apa yang harus ia buat di hari libur akhir pekan nanti.   Setelah Luna selesai bergelut dengan pikiran dan hatinya, akhirnya ia sudah selesai dalam memilih barang sesuai kebutuhannya dan memasukkannya ke sebuah troli yang cukup besar. Luna mendorong troli itu sampai secara tiba-tiba ada seorang Pria yang bersenggolan dengan Luna.   Dalam sekejap mata, Luna sudah berada di lantai dengan posisi terduduk dan trolinya yang hampir jatuh, untung saja Luna langsung memegang trolinya supaya seimbang, jika tidak mungkin hari ini akan menjadi hari sialnya yang diingatnya seumur hidup.   Setelah Luna sadar dengan kejadian yang barusan saja ia rasakan, Luna langsung mengedarkan pandangannya mencari si biang kerok yang membuatnya terjatuh ke lantai, Luna tidak menyangka tubuh Pria yang menabraknya itu sekuat itu dan membuatnya tercampak hingga terjatuh.   “Kau-“ Luna menunjuk seorang Pria yang menatapnya hanya dengan meliriknya dengan pandangan rendah, lebih tepatnya Pria yang di depannya ini tidak menoleh dan hanya menatapnya menggunakan lirikan matanya ke bawah. Tentu saja hal itu membuat Luna ingin memakinya saat itu juga, tetapi Luna harus sabar.   “Kenapa kau menabrakku seperti tadi? Nggak punya mata ya?” tanya Luna dengan dua kalimatnya yang langsung ke intinya.   Pria yang menabraknya itu hanya tersenyum sekilas dan tertawa remeh, “Kau saja yang lemah, dasar wanita lemah.” Pria yang berdiri di hadapannya itu berbicara dengan ketus dan masih menatap rendah Luna.   Luna yang melihat sikap angkuh Pria itu menggelengkan kepalanya miris, Luna bertanya-tanya kenapa masih saja ada orang yang bersikap angkuh dan arogan seperti orang di depannya. Apa ia sudah memiliki segalanya? Sampai sampai ia meremehkan semua orang yang ada di jalannya.   “Mati saja kau!” seru Luna dengan tatapan sinisnya dan langsung bangkit dengan sendirinya. Ia tidak merasakan apapun, karena hal seperti ini merupakan hal yang sudah biasa bagi Luna, ia emang sudah sering terjatuh.   Luna langsung pergi dari sana dengan mendorong trolinya, tetapi baru beberapa langkah Luna melangkahkan kakinya tangannya dicegat oleh sosok yang bahkan tidak mengenalnya itu. Kali ini tentu saja Luna menunjukkan kekuatannya, dengan mudah Luna melepaskan cegatan tangan itu, lalu ia kembali berjalan dengan trolinya menuju ke arah kasir.   “Tunggu, apa kau tidak mempunyai sopan santun pergi begitu saja?”   Suara yang barusan didengar oleh Luna membuat dirinya berhenti, bagaimana bisa ia yang dikatai tidak memiliki sopan santun? Padahal sudah jelas sekali yang bersalah di sini siapa. Luna langsung berbalik dan menghampiri Pria besar di depannya itu. Luna menatap wajahnya lekat dengan juga memasang muka angkuh. Luna mengakui Pria yang sekarang ada di hadapannya tampan, tetapi sangat disayangkan ia tidak memiliki otak yang dangkal.   “Kau bicara tentang sopan santun? Bukankah kau yang tidak memiliki sopan santun? Bukannya meminta maaf dan menolongiku terjatuh, tetapi kau malah mengataiku wanita lemah,” ujar Luna dengan sedikit emosional dan menggebu-gebu tetapi ia hanya ditatap datar oleh orang yang ada di hadapannya itu.   “Kenapa kau menatapku begitu?” tanya Luna akhirnya, ia tidak mengerti dengan manusia yang baginya tidak seperti manusia, Luna percaya kalau orang di depannya ini adalah kadal yang menyamar jadi manusia.   “Aku menatapmu begitu karena kau bodoh, minggir!” bentaknya di akhir perkataannya dam spontan Luna langsung bergerak ke samping memberi Pria itu jalan.   “Bentar, aku menuruti perintahnya?” gumam Luna tidak percaya dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya seorang Luna hanya diam saja ketika dirinya dipermalukan seperti itu?   “Ah sudahlah, ini akan semakin membuang waktuku jika aku mengikuti kemauannya.”   Luna menarik napasnya panjang dan membuangnya lagi dengan pelan, ia harus kembali bersikap tenang dan melupakan kejadian tadi, sangat penting bagi Luna untuk menetralkan emosinya karena jika tidak itu akan berdampak buruk bagi kesehatannya.   ***   “Oboy, aku pulang!” seru Luna dengan muka masamnya. Emang sudah menjadi rutinitasnya menyapa robot kecilnya itu ketika ia pergi dan pulang ke apartemen barunya itu, sebenarnya di rumah lamanya ia juga melakukan itu, jadi seperti ada yang aneh saja bagi Luna jika tidak menyapa robotnya.   “Bagaimana kabarmu?” tanya Oboy seakan dapat menebak isi hati Luna.   “Sangat buruk dan menjengkelkan,” kesal Luna mengadu ke robotnya. Luna juga berjalan dengan lemas dan manaruh belanjaannya di meja dapur, lalu ia langsung tiduran di Sofa menghadap ke jendela luar yang menampilkan pemandangan kota Belguaze dari tempatnya.   “Apa kau mau kuputarkan musik untuk meredakan keresahanmu, Luna?” tanya Oboy.   Luna mengangguk dan hening.   “Oh iya g****k, Oboy mana bisa lihat kalau aku mengangguk.” Luna memukul jidatnya sendiri, terkadang ia sedikit telat mikir.   “Lakukan saja, Oboy. Aku pasti akan mendengarkannya dengan senang hati,” ucap Luna.   Tidak lama, mulai terdengar suara lagu yang cukup asing di telinga Luna, tetapi Luna sangat menikmati lagu itu. Karena menurutnya lagu yang didengarnya itu sangat menenangkan pikirannya, Oboy sangat pandai dalam memilih lagu pikir Luna. Senyuman mulai terbentuk di bibir Luna yang kering. Sampai beberapa menit kemudian, Luna tertidur dengan lelap.   ***   “Bagaimana? Dengan Luna?” tanya seseorang yang duduk di sebuah Sofa bewarna merah dengan segelas anggur merah di tangannya.   “Luna? Ia terlihat baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku akan memantaunya sesekali,” jawab Drian yang berdiri menatap ke luar jendela dari Kafe lantai dua. Drian menatap Pria yang duduk di sampingnya itu, “Apa kau masih mengkhawatirkan Luna?” tanya Drian.   “Tidak, aku hanya ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja,” ucapnya dengan nada seraknya itu, kemudian ia meminum anggur merahnya dengan sekali teguk dan merasakan sensasi yang membuatnya candu.   “Itu sama aja, Azel.” Drian menatap Azel dengan pandangan bengis. Drian kadang lelah dengan sikap Azel, sangat aneh dan ambigu.   “Aku pergi dulu,” kata Azel tidak lama.   Drian kembali melikir Azel dengan pandangan meminta jawaban. Azel berdiri dan menghampiri Drian dengan memutar meja mereka sampai Azel berdiri di belakang Drian, “Ada sesuatu yang sepertinya mendesak, kau mungkin tau itu apa.” Azel menepuk pundak Drian dan kemudian ia pergi meninggalkan Drian yang masih bingung dengan perkatannya.   “Apa maksudnya ia ingin bermain dengan wanita lain lagi? Sungguh menjijikan,” gumam Drian dan merasakan sentruman aneh pada dirinya, itu membuat bulu kuduk Drian berdiri dibuatnya.   “Dasar Pria aneh,” gumam Drian.   “Ah, aku emang merindukan Luna,” keluh Drian setelahnya dan juga menyusul kepergian Azel dari kafe tersebut.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD