part 3

392 Words
Malam itu, mereka duduk di balkon apartemen Bastian, ditemani angin dingin dan cahaya kota yang berkelip. Siena memandangi pria itu lama, seolah mencari jawaban di wajahnya. “Kenapa kau selalu ingin melindungiku?” tanya Siena pelan. “Karena kau satu-satunya hal yang membuatku merasa… hidup,” jawab Bastian tanpa ragu. Siena menghela napas. “Tapi kau juga… penjahat.” Bastian terdiam. Ia tahu kata itu benar, dan biasanya dia tidak peduli. Tapi mendengarnya dari bibir Siena terasa seperti tusukan. “Aku tidak bisa memilih lahir di dunia yang bersih, Siena. Tapi aku bisa memilih untuk membuatmu tetap bersih.” Siena menatapnya, hatinya bimbang. Ia tahu dunia Bastian adalah tempat di mana nyawa bisa hilang hanya karena satu kesalahan. Tapi hatinya sudah terlalu jauh. Keesokan malamnya, Bastian mengajak Siena keluar. Mereka berjalan di sebuah jembatan sepi, lampu jalan memantulkan cahaya ke air sungai. Tiba-tiba, suara ban mobil berdecit terdengar di ujung jalan. Sebuah sedan hitam melaju cepat ke arah mereka. Bastian mendorong Siena ke pinggir, meraih pistol dari balik jaket, dan menembak ban mobil itu. Sedan oleng, menabrak pagar pembatas, dan para penumpangnya kabur ke kegelapan. Siena masih terengah. “Kita… hampir mati.” Bastian memegang wajahnya. “Selama aku ada, itu tidak akan terjadi.” Tanpa sadar, mereka saling mendekat, dan bibir mereka bertemu dalam ciuman yang panas dan penuh rasa takut kehilangan. Di bawah langit malam, itu bukan sekadar ciuman—itu adalah janji. Beberapa minggu kemudian, Bastian memanggil Siena untuk menemuinya di gudang pelabuhan. Katanya, ada urusan yang harus dia selesaikan lebih dulu. Namun ketika Siena sampai, suara tembakan memecah udara. Dia berlari ke arah sumber suara dan menemukan Bastian, berdiri di antara beberapa pria bersenjata yang terkapar. Darah mengalir di lengan kirinya. “bastian!” teriak Siena, berlari mendekat. Dia mencoba menahan lukanya, tapi Bastian justru mendorongnya menjauh. “Pergi! Mereka masih ada!” Siena menolak. “Aku tidak akan pergi!” Peluru kembali melesat, memantul di kontainer besi di sekitar mereka. Bastian menembak balik, lalu menarik Siena berlari menuju mobilnya. Begitu mereka sampai di dalam mobil dan melaju kencang, Siena menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Kau pikir aku bisa tidur tenang setelah melihat ini?” Bastian, dengan napas berat, menjawab, “Inilah alasanku tidak ingin kau terlalu dekat. Dunia ini… akan mengubahmu.” Tapi Siena tahu, dalam hatinya, dia sudah memilih untuk tetap tinggal—apa pun risikonya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD